Kisah Raja Mataram Dyah Balitung Bebaskan Pajak Desa usai Terdampak Letusan Gunung Merapi

Minggu, 21 Januari 2024 - 07:58 WIB
loading...
Kisah Raja Mataram Dyah Balitung Bebaskan Pajak Desa usai Terdampak Letusan Gunung Merapi
Salah satu Candi peninggalan kerajaan Mataram Kuno. Foto/Storymap
A A A
Raja Mataram Dyah Balitung konon pernah memberikan wilayah sima atau daerah bebas pajak karena letusan gunung merapi. Pemberian wilayah bebas pajak kepada suatu daerah ini juga memunculkan dua orang nenek raja pads sebuah prasasti.

Konon dua orang nenek itu yakni Nini Haji Rakai Wwatan Pu Tammer di dalam Prasasti Poh, dan Rakryan Sanjiwana di dalam Prasasti Rukam tahun 829 Saka atau sama 19 Oktober 907 M. Di dalam Prasasti Poh itu perintah raja Rakai Watukura Dyah Balitung diterima oleh Rakryan Mapatih i Hino pu Dakşa dan Nini Haji Rakai Wwatan pu Tammer, untuk menetapkan Desa Poh dengan anak-anak desanya, yaitu Rumasan dan Nyu, menjadi sima bagi sang hyang caitya, atau sebuah bangunan suci pendharmaan.

Selain itu Dyah Balitung Penguasa Mataram Kuno juga konon memerintahkan untuk mengelola bangunan silunglung dari Sang Dewata Sang Lumah ing Pastika. Mungkin tokoh ini, yang juga dijumpai di dalam prasasti-prasasti Rakai Kayuwangi, adalah kakek Rakai Watukura dyah Balitung, suami Rakai Wwatan pu Tamměr.

Pada buku "Sejarah Nasional Indonesia II : Zaman Kuno", tercantum bagaimana pada Prasasti Rukam diperingati perintah raja, untuk menetapkan menjadi sima Desa Rukam yang masuk wilayah pusat kerajaan, bagi Rakryån Sanjiwana Nini Haji. Hal ini karena desa itu pernah hancur oleh letusan gunung.



Kewajiban sima itu adalah memberi persembahan kepada bangunan suci di Limwung dan membuat sebuah kamūlān. Penghasilan pajak Desa Rukam sebanyak 5 dhārana perak dan sebanyak 5 māsa hendaknya dipersembahkan kepada bangunan suci di Limwung itu, dan penduduknya berkewajiban melakukan kerja bakti (buñcang haji) untuk pengelolaan kamülān.

Akan tetapi, karena Rakai Wwatan pu Tamměr itu disebut bersama dengan Rakryån Mapatih i Hino pu Dakşa, sedang di atas telah dikatakan bahwa mungkin sekali Daksa itu ipar Rakai Watukura, Rakai Wwatan pu Tammér mungkin sekali nenek pu Dakşa, dan nenek permaisuri raja.

Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa Rakryan Sanjiwana ialah nenek raja sendiri secara langsung. Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa nama Rakryān Sanjiwana itu masih melekat pada salah satu candi di dekat Prambanan, yakni Candi Sojiwan.
(hri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.2130 seconds (0.1#10.140)