Kisah Jaka Tingkir, Raja Sakti Murid Sunan Kalijaga Pemilik Pusaka Kiai Bajulgiling

Sabtu, 16 Desember 2023 - 06:13 WIB
loading...
Kisah Jaka Tingkir, Raja Sakti Murid Sunan Kalijaga Pemilik Pusaka Kiai Bajulgiling
Raja Pajang Jaka Tingkir merupakan murid Sunan Kalijaga pemilik pusaka Kiai Bajulgiling yang dikawal buaya. Foto/Ilustrasi
A A A
Jaka Tingkir dalam pelafalan bahasa Jawa menjadi Joko Tingkir sangat dikenal luas dalam sejarah Nusantara. Bahkan, peninggalannya di Desa Sangiran, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah terkenal dengan Punden Tingkir yang ramai dikunjungi masyarakat.

Siapa sangka, Jaka Tingkir merupakan sosok yang memiliki kesaktian dan kedigdayaan hingga melegenda di tanah Jawa. Kisah-kisah tentang Jaka Tingkir terus berkembang di tengah masyarakat, tak lepas dari pusaka ikat pinggang atau timang Kiai Bajulgiling.

Pusaka Kiai Bajulgiling didapatkan Jaka Tingkir dari gurunya Ki Buyut Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro. Konon dikisahkan, pusaka Kiai Bajulgiling dibuat Ki Buyut Banyubiru dari biji baja murni yang diambil dari dalam gumpalan magma lahar Gunung Merapi dan kulit buaya.

Dengan kekuatan gaibnya, bijih baja murni itu oleh Ki Banyubiru dibuat menjadi pusaka. Berdasarkan Babad Jawi dan Babad Pengging, kekuatan gaib yang dimiliki Kiai Bajulgiling yakni siapa yang memakai ikat pinggang Kiai Bajulgiling maka akan kebal dan ditakuti binatang buas.



Tuah kesaktiannya itu berasal dari kekuatan alami yang dimiliki oleh inti biji baja murni itu sendiri, juga karena adanya kekuatan rajah berkekuatan gaib yang diguratkan Ki Banyubiru di seputar timang berkulit buaya tersebut.

Kekuatan dan keampuhan ikat pinggang Kiai Bajulgiling beberapa kali dialami dan dibuktikan sendiri oleh Jaka Tingkir. Sebelum berguru ke Ki Banyubiru, Jaka Tingkir atau Mas Karebet ini, pernah juga berguru ke Sunan Kalijaga dan Ki Ageng Sela.

Setelah berguru kepada Ageng Sela, dan Sunan Kalijaga, Jaka Tingkir lalu disuruh untuk mengabdi ke Keraton Demak Bintoro. Di Kesultanan Demak ini Jaka Tingkir melamar sebagai pengawal pribadi.

Keberhasilannya meloncati kolam masjid dengan lompatan ke belakang tanpa sengaja, karena sekonyong-konyong Jaka Tingkir harus menghindari Sultan dan para pengiringnya memperlihatkan bahwa dialah orang yang tepat sebagai pengawal.



Jaka Tingkir dikenal pandai menarik simpati Raja Demak Trenggono, sehingga dia diangkat menjadi kepala prajurit Demak berpangkat Lurah Wiratamtama. Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir ditugaskan menyeleksi penerimaan prajurit baru.

Ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer. Ketika dihadapan Jaka Tingkir, Dadungawuk tidak ingin diseleksi seperti yang lain, namun malah ingin menjajal kesaktian dari Jaka Tingkir.

Karena merasa diremehkan, Jaka Tingkir sakit hati dan tidak bisa menahan emosinya sehingga Dadungawuk ditusuk dengan Sadak Kinang (tusuk konde) yang menembus jantungnya. Akibatnya, Jaka Tingkir dipecat dari ketentaraan.

Bahkan, diusir dari Demak karena konon Dadungdawuk juga merupakan kerabat Kesultanan Demak.Kepergian Jaka Tingkir menimbulkan rasa sedih yang mendalam pada kawan-kawannya. Dengan rasa putus asa Jaka Tingkir pulang kembali dan ingin mati saja.



Dua orang pertapa, Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang (suami dari putri Bondan Kejawen atau adik Ki Ageng Getas Pendawa, kakek buyut Panempahan Senopati) memberinya semangat.Ketika Jaka Tingkir berziarah pada malam hari di makam ayahnya di Pengging.

Di sana Jaka Tingkir mendengar suara atau wangsit gaib yang menyuruhnya pergi ke tokoh keramat lain, yaitu Ki Buyut dari Banyubiru. Lalu Mas Karebet atau Jaka Tingkir pergi menemui Ki Buyut Banyubiru.

Ki Banyubiru yang telah mengetahui maksud kedatangan Jaka Tingkir, langsung menerimanya sebagai murid. Oleh guru yang sakti ini, Jaka Tingkir diberikan pelajaran-pelajaran ilmu kedigjayaan di Gunung Lawu.

Salah satunya merendam diri dalam sungai dingin dengan tujuan dapat mengendalikan hawa nafsu dalam diri Jaka Tingkir. Setelah beberapa bulan lamanya Jaka Tingkir menimba ilmu, Ki Buyut Banyubiru memperbolehkan Jaka Tingkirmenemui Sultan Demak.



Hal itu untuk memohon pengampunan atas kesalahan yang pernah dilakukannya yaitu membunuh Dadungawuk. Sebelum berangkat ke Demak Ki Buyut Banyubiru memberikannya azimat Timang Kiai Bajulgiling.

Perjalanan kembali Jaka Tingkir ke Demak dilakukan dengan getek, yakni rakit yang hanya terdiri dari susunan beberapa batang bambu. Saat akan melewati Kedung Srengenge, Jaka Tingkir menghadapi hambatan karena adanya sekawanan buaya, kurang lebih berjumlah 40 ekor.

Percaya dengan kekuatan gaib dari timang ikat pinggang pemberian Ki Buyut Banyubiru, Jaka Tingkir nekad mengayuhkan geteknya memasuki kawasan Kedung Srengenge. Bahaya mengancam, ketika sekawanan buaya menghadang dan mengitari rakitnya.

Namun, berkat kekuatan gaib dari Timang Kiai Bajulgiling, buaya-buaya yang semula buas beringas seketika menjadi lemah dan akhirnya tunduk pada Jaka Tingkir. Bahkan, keempat puluh buaya ekor buaya itu menjadi pengawal perjalanan Jaka Tingkir.



Buaya menjadi pengawal selama menyebrangi Kedung Srengenge dengan berenang di kiri-kanan, depan dan belakang rakitnya. Di Demak, keampuhan jimat pemberian Kiai Buyut Banyubiru berupa ikat pinggang Kiai Bajulgiling diterapkannya kembali.

Seekor kerbau liar atau banteng, dibuat Jaka Tingkir menjadi gila, sehingga tiga hari tiga malam para prajurit sakti di Demak tidak dapat menghalau kerbau tersebut, bahkan dengan malu terpaksa mengaku kalah.

Hanya Jaka Tingkir yang akhirnya berhasil membunuh kerbau itu, yakni dengan mengeluarkan jimat yang telah dimasukkan ke dalam mulut hewan itu sebelumnya. Para prajurit Demak terkagum dengan aksi Jaka Tingkir yang mampu menaklukan banteng buas.

Raja Demak Sultan Trenggono akhirnya mengampuni perbuatan Jaka Tingkir tempo hari, dan memaafkannya. Kemudian Jaka Tingkir diangkat kembali sebagai prajurit, dengan jabatan sebagai pemimpin laskar tamtama.

Jaka Tingkir menikah dengan putri ke-5 raja, Ratu Mas Cempaka dan menjadi Bupati Pajang dengan gelar Adipati Adiwijaya. Sepeninggal Trenggono tahun 1546, puteranya bergelar Sunan Prawoto naik takhta, tapi kemudian tewas dibunuh Aryo Penangsang pada tahun 1549.
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1665 seconds (0.1#10.140)