Mengenal Dinasti Madura, Trah Kerajaan yang Siap Menangkan Ganjar Pranowo
loading...
A
A
A
Dengan sikap tegas dan komitmen mereka, Dinasti Madura menunjukkan kepercayaan mereka terhadap visi dan komitmen Ganjar Pranowo dalam menjaga warisan adat dan budaya yang kaya dari Madura, serta dalam memajukan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Kisah Dinasti Madura yang Mendukung Ganjar Pranowo: Terbagi 2 & Pernah Dipimpin Perempuan
Sejarah pulau Madura telah melahirkan dua dinasti besar yang menguasai wilayah tersebut pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda dan Kerajaan Islam.
Kedua dinasti tersebut, dinasti Cakraningrat dan dinasti Cakranagara, memegang kendali atas Madura Barat dan Madura Timur.
Meskipun jarang diperhatikan, dinasti kekuasaan di Madura, terutama di wilayah Timur, sebenarnya ditentukan oleh kepemimpinan seorang perempuan.
Hal ini terungkap melalui kisah-kisah bersejarah yang melibatkan peran penting perempuan dalam menentukan arah kekuasaan di pulau Madura.
Pada saat penguasa pertama Kadipaten Sumenep, Tumenggung Yudanagara, meninggal pada tahun 1684, keempat anak perempuannya menjadi poin kunci dalam penentuan suksesi kekuasaan.
Sesuai dengan tradisi adat, perempuan diizinkan untuk menjadi wali namun tidak boleh secara resmi naik takhta.
Raden Ayu Artak, putri sulung Yudanagara, akhirnya memainkan peran penting dalam menentukan suksesi kekuasaan dengan menempatkan suaminya, Pangeran Panji Pulangjiwa, di atas takhta Kadipaten Sumenep.
Meskipun menghadapi konflik dan tantangan, peran Raden Ayu Artak dalam penentuan penerus kekuasaan tidak dapat dipandang sebelah mata.
Kisah Dinasti Madura yang Mendukung Ganjar Pranowo: Terbagi 2 & Pernah Dipimpin Perempuan
Sejarah pulau Madura telah melahirkan dua dinasti besar yang menguasai wilayah tersebut pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda dan Kerajaan Islam.
Kedua dinasti tersebut, dinasti Cakraningrat dan dinasti Cakranagara, memegang kendali atas Madura Barat dan Madura Timur.
Meskipun jarang diperhatikan, dinasti kekuasaan di Madura, terutama di wilayah Timur, sebenarnya ditentukan oleh kepemimpinan seorang perempuan.
Hal ini terungkap melalui kisah-kisah bersejarah yang melibatkan peran penting perempuan dalam menentukan arah kekuasaan di pulau Madura.
Pada saat penguasa pertama Kadipaten Sumenep, Tumenggung Yudanagara, meninggal pada tahun 1684, keempat anak perempuannya menjadi poin kunci dalam penentuan suksesi kekuasaan.
Sesuai dengan tradisi adat, perempuan diizinkan untuk menjadi wali namun tidak boleh secara resmi naik takhta.
Raden Ayu Artak, putri sulung Yudanagara, akhirnya memainkan peran penting dalam menentukan suksesi kekuasaan dengan menempatkan suaminya, Pangeran Panji Pulangjiwa, di atas takhta Kadipaten Sumenep.
Meskipun menghadapi konflik dan tantangan, peran Raden Ayu Artak dalam penentuan penerus kekuasaan tidak dapat dipandang sebelah mata.