Dokter Elisabeth Melawan, Ajukan Kontra Memori Kasasi ke Pengadilan
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Perkara dokter klinik kecantikan Belle Beuty yang sebelumnya diputus bebas majelis hakim Pengadilan Negeri Makassar memasuki babak baru. Upaya kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel mendapatkan perlawanan balik dari terdakwa, melalui pengacaranya Dr Metsie T Kandao, mengakui kontra memori kasasi sudah rampung disusun dan telah diserahkan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
"Kontra memori kami sudah kami serahkan sebelum masa 14 hari berakhir," tukasnya kepada SINDOnews, kemarin. Baca : Akhirnya Melawan, Jaksa Resmi Ajukan Kasasi Vonis Bebas Dokter Elisabeth
Metsie memang bersikukuh, putusan hakim adalah putusan yang adil. Pengacara jebolan Universitas Hasanuddin Makassar itu menilai dalam sidang, penyebab kebutaan ADS (Korban) tidak dapat dibuktikan JPU. Sehingga hakim dalam putusannya menimbang, tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa.
"Putusan hakim Pengadilan Makassar itulah keadilan, karena fakta persidangan tidak terbukti kalau Agita buta mata kiri karena dr Elisabeth. Tidak ada fakta. Begini, mana ada profesi dokter mau dengan sengaja kasi buta pasiennya? dokter itu melakukan untuk menolong orang yang sakit jadi sehat, atau dalam perkara ini mau menolong agar jadi cantik, bukan untuk dibuat jadi buta," tuturnya.
Kata Dia, Tindakan medis dr elis sdh sesuai SPO, menurutnya dr elisabeth merupakan dokter yang profesional dan memiliki dan menangani ratusan pasien. "tidak ada yang bilang buta, baru kali ini ada pasien bilang buta dan minta uang ganti rugi milyaran," bebernya.
Karenanya ia berharap Mahkamah Agung menolak kasasi JPU, agar keadilan tegak berdasarkan ketuhanan yang maha esa. "Jadi majelis hakim Pengadilan Makassar sudah benar dan itulah keadilan, sehingga kami menilai kasasi JPU haruslah ditolak oleh Mahkamah Agung, sebab dengan itu hukum ditegakkan demi keadilan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa," pungkasnya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah Jaksa Penuntut Umum perkara ini, Ridwan Sahputra mengatakan pihaknya saat ini tinggal menunggu Pemberitahuan Pengadilan Negeri Makassar. Sebab dengan diserahkannya kontra memori banding oleh terdakwa, seharusnya Pengadilan Negeri Makassar sudah meneruskan perkara ini ke Mahkamah Agung.
"Kami tinggal menunggu saja. Kami berharap Mahkamah Agung dapat mencermati dalil-dalil yang kami ajukan dalam memori kasasi kami," ujarnya. Baca : Kejagung Turun Tangan Atensi Bebasnya dr Elisabeth
Ridwan memang sebelumnya mengakui memori kasasinya tidak memuat pertimbangan pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara ini. Hal itu lantaran salinan putusan tak dikantongi JPU hingga batas pengajuan memori kasasi berakhir pada 19 Juli lalu. Ridwan mengatakan, Pengadilan Negeri Makassar hingga tenggat waktu berakhir tidak memberikan salinan putusan tersebut.
"Kita sudah upayakan, kita sudah mengajukan permohonan tapi kami tidak juga direspon. Jadi kita pikir dari pada kasasi ini batal. Kita pada 19 Juli menyerahkan memori kasasi tanpa disertai dalil-dalil yang memuat terkait putusan hakim," jelasnya saat itu.
Kendati begitu Ridwan sendiri optimistis, Mahkamah Agung akan memberikan putusan yang adil. Perkara ini merupakan perkara kemanusiaan. Seorang pasien kata dia menjadi korban atas tindakan medis yang hanya dipelajari terdakwa melalui beberapa kali pelatihan. Hasilnya, alih-alih berhasil, cairan filler yang disuntikkan ke hidung korban malah menyumbat saraf matanya.
Terpisah humas Pengadilan Negeri Makassar, Dodi Hendrasakti saat dikonfirmasi membenarkan, kontra memori kasasi terdakwa Elisabeth Susana telah diterima pada Jumat 31 Juli lalu.
Kontra memori kasasi terdakwa dalam perkara No. 1441/Pidsus kata Dodi diserahkan oleh Penasehat Hukum terdakwa. Dengan demikian pihaknya terutama bagian kepaniteraan nantinya akan mengirimkan berkas tersebut ke Mahkamah Agung secepatnya.
"Maaf agak terlambat membalas, perkara pidana Nomor 1441/Pidsus atas nama terdakwa Elizabet Susana. Kontra Memori dari PH terdakwa baru masuk dan diterima Jumat kemarin (31 Juli 2020), selanjutnya pihak Kepaniteraan akan segera mengirim berkas Kasasi tersebut secepatnya ke MA, demikian informasi untuk kami sampaikan," ujarnya melalui pesan singkat WhatsApp.
Diketahui sebelumnya terdakwa pemilik klinik kecantikan Belle Beuty melakukan tindakan medis kedokteran pada seorang perempuan paruh baya berinisial ADS. Dokter Biomedik tersebut lantas melakukan suntik cairan filler dengan tujuan memenuhi permintaan korban ADS untuk memanjangkan hidungnya.
Sayangnya, tindakan medis yang diketahui dalam sidang pembuktian hanya dipelajari terdakwa melalui beberapa kali pelatihan tersebut gagal total. Cairan filler yang disuntikkan justru menyumbat saraf ADS dan membuat ADS dinyatakan buta permanen pada mata kirinya.
Usut punya usut, berdasarkan keterangan JPU dalam sidang pembuktian Juli lalu, Dokter Biomedik tersebut memang lambat melakukan tindakan. Cairan filler yang disuntikkan terlanjur membuat saraf mata tersumbat dan akhirnya menimbulkan kebutaan.
Kendati semua fakta sudah diungkap dalam sidang, namun Majelis Hakim terdiri dari Heneng Pudjiono selaku Ketua, dan dua Hakim anggota masing-masing Zulkifli dan Suratno menyatakan perbuatan terdakwa tidak terbukti dan dinyatakan bebas demi hukum. Baca Lagi : Tak Dapat Keadilan di PN Makassar, Korban Malpraktik Lapor ke Komisi Yudisial
Hal itu lantaran hakim menganggap perbuatan terdakwa yang merupakan seorang dokter adalah tindakan medis. Dimana setiap tindakan medis memiliki risiko. Karenanya dalam peristiwa tersebut, hakim menilai perbuatan terdakwa merupakan tindakan medis kedokteran. Sekaitan dengan kebutaan yang dialami pasien korban. Hakim menyimpulkan hal tersebut tidak lain merupakan risiko tindakan medis dan bukan perbuatan melawan hukum dan kegiatan mallpraktik yang dituduhkan JPU.
"Kontra memori kami sudah kami serahkan sebelum masa 14 hari berakhir," tukasnya kepada SINDOnews, kemarin. Baca : Akhirnya Melawan, Jaksa Resmi Ajukan Kasasi Vonis Bebas Dokter Elisabeth
Metsie memang bersikukuh, putusan hakim adalah putusan yang adil. Pengacara jebolan Universitas Hasanuddin Makassar itu menilai dalam sidang, penyebab kebutaan ADS (Korban) tidak dapat dibuktikan JPU. Sehingga hakim dalam putusannya menimbang, tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa.
"Putusan hakim Pengadilan Makassar itulah keadilan, karena fakta persidangan tidak terbukti kalau Agita buta mata kiri karena dr Elisabeth. Tidak ada fakta. Begini, mana ada profesi dokter mau dengan sengaja kasi buta pasiennya? dokter itu melakukan untuk menolong orang yang sakit jadi sehat, atau dalam perkara ini mau menolong agar jadi cantik, bukan untuk dibuat jadi buta," tuturnya.
Kata Dia, Tindakan medis dr elis sdh sesuai SPO, menurutnya dr elisabeth merupakan dokter yang profesional dan memiliki dan menangani ratusan pasien. "tidak ada yang bilang buta, baru kali ini ada pasien bilang buta dan minta uang ganti rugi milyaran," bebernya.
Karenanya ia berharap Mahkamah Agung menolak kasasi JPU, agar keadilan tegak berdasarkan ketuhanan yang maha esa. "Jadi majelis hakim Pengadilan Makassar sudah benar dan itulah keadilan, sehingga kami menilai kasasi JPU haruslah ditolak oleh Mahkamah Agung, sebab dengan itu hukum ditegakkan demi keadilan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa," pungkasnya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah Jaksa Penuntut Umum perkara ini, Ridwan Sahputra mengatakan pihaknya saat ini tinggal menunggu Pemberitahuan Pengadilan Negeri Makassar. Sebab dengan diserahkannya kontra memori banding oleh terdakwa, seharusnya Pengadilan Negeri Makassar sudah meneruskan perkara ini ke Mahkamah Agung.
"Kami tinggal menunggu saja. Kami berharap Mahkamah Agung dapat mencermati dalil-dalil yang kami ajukan dalam memori kasasi kami," ujarnya. Baca : Kejagung Turun Tangan Atensi Bebasnya dr Elisabeth
Ridwan memang sebelumnya mengakui memori kasasinya tidak memuat pertimbangan pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara ini. Hal itu lantaran salinan putusan tak dikantongi JPU hingga batas pengajuan memori kasasi berakhir pada 19 Juli lalu. Ridwan mengatakan, Pengadilan Negeri Makassar hingga tenggat waktu berakhir tidak memberikan salinan putusan tersebut.
"Kita sudah upayakan, kita sudah mengajukan permohonan tapi kami tidak juga direspon. Jadi kita pikir dari pada kasasi ini batal. Kita pada 19 Juli menyerahkan memori kasasi tanpa disertai dalil-dalil yang memuat terkait putusan hakim," jelasnya saat itu.
Kendati begitu Ridwan sendiri optimistis, Mahkamah Agung akan memberikan putusan yang adil. Perkara ini merupakan perkara kemanusiaan. Seorang pasien kata dia menjadi korban atas tindakan medis yang hanya dipelajari terdakwa melalui beberapa kali pelatihan. Hasilnya, alih-alih berhasil, cairan filler yang disuntikkan ke hidung korban malah menyumbat saraf matanya.
Terpisah humas Pengadilan Negeri Makassar, Dodi Hendrasakti saat dikonfirmasi membenarkan, kontra memori kasasi terdakwa Elisabeth Susana telah diterima pada Jumat 31 Juli lalu.
Kontra memori kasasi terdakwa dalam perkara No. 1441/Pidsus kata Dodi diserahkan oleh Penasehat Hukum terdakwa. Dengan demikian pihaknya terutama bagian kepaniteraan nantinya akan mengirimkan berkas tersebut ke Mahkamah Agung secepatnya.
"Maaf agak terlambat membalas, perkara pidana Nomor 1441/Pidsus atas nama terdakwa Elizabet Susana. Kontra Memori dari PH terdakwa baru masuk dan diterima Jumat kemarin (31 Juli 2020), selanjutnya pihak Kepaniteraan akan segera mengirim berkas Kasasi tersebut secepatnya ke MA, demikian informasi untuk kami sampaikan," ujarnya melalui pesan singkat WhatsApp.
Diketahui sebelumnya terdakwa pemilik klinik kecantikan Belle Beuty melakukan tindakan medis kedokteran pada seorang perempuan paruh baya berinisial ADS. Dokter Biomedik tersebut lantas melakukan suntik cairan filler dengan tujuan memenuhi permintaan korban ADS untuk memanjangkan hidungnya.
Sayangnya, tindakan medis yang diketahui dalam sidang pembuktian hanya dipelajari terdakwa melalui beberapa kali pelatihan tersebut gagal total. Cairan filler yang disuntikkan justru menyumbat saraf ADS dan membuat ADS dinyatakan buta permanen pada mata kirinya.
Usut punya usut, berdasarkan keterangan JPU dalam sidang pembuktian Juli lalu, Dokter Biomedik tersebut memang lambat melakukan tindakan. Cairan filler yang disuntikkan terlanjur membuat saraf mata tersumbat dan akhirnya menimbulkan kebutaan.
Kendati semua fakta sudah diungkap dalam sidang, namun Majelis Hakim terdiri dari Heneng Pudjiono selaku Ketua, dan dua Hakim anggota masing-masing Zulkifli dan Suratno menyatakan perbuatan terdakwa tidak terbukti dan dinyatakan bebas demi hukum. Baca Lagi : Tak Dapat Keadilan di PN Makassar, Korban Malpraktik Lapor ke Komisi Yudisial
Hal itu lantaran hakim menganggap perbuatan terdakwa yang merupakan seorang dokter adalah tindakan medis. Dimana setiap tindakan medis memiliki risiko. Karenanya dalam peristiwa tersebut, hakim menilai perbuatan terdakwa merupakan tindakan medis kedokteran. Sekaitan dengan kebutaan yang dialami pasien korban. Hakim menyimpulkan hal tersebut tidak lain merupakan risiko tindakan medis dan bukan perbuatan melawan hukum dan kegiatan mallpraktik yang dituduhkan JPU.
(sri)