Klasifikasi Kutaramanawa, KUHP yang Diterapkan Kerajaan Majapahit

Rabu, 06 September 2023 - 06:18 WIB
loading...
Klasifikasi Kutaramanawa,...
Kitab Kutaramanawa Dharmasastra era Majapahit. Foto Ilustrasi/Freepik/vecstock
A A A
MOJOKERTO - Kerajaan Majapahit menyusun sedemikian detailnya pengaturan hukum di negerinya. Bahkan aturan itu lengkap dibukukan melalui sebuah kitab bernama Kutaramanawa yang disusun semasa Hayam Wuruk.

Sama halnya dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia saat ini. Dahulu Kerajaan Majapahit sudah menyusun berbagai pelanggaran hukum berdasarkan masing-masing klasifikasi jenisnya. Total ada 20 bab dalam Kutaramanawa dikelompokkan berdasarkan jenis pelanggaran.

Prof. Slamet Muljana dalam "Tafsir Sejarah Negarakretagama" memaparkan, tiap bab Kutaramanawa memuat pasal-pasal yang sejenis, sehingga ada sekadar sistematik dalam penyusunan. Sudah pasti bahwa susunannya semula menganut suatu sistem yang tidak diketahui lagi. Mungkin usaha penyusunan kembali itu sekadar mendekati susunan aslinya.

Di Bab I pada Kutaramanawa menyangkut Ketentuan umum mengenai denda. Pada Bab II disebutkan delapan macam pembunuhan, disebut astadusta, Bab III tentang Perlakuan terhadap hamba, disebut kawula.



Kemudian dilanjutkan di Bab IV mengenai delapan macam pencurian, disebut astacorah. Bab V: Paksaan atau sahasa, Bab VI tentang Jual-beli atau adol-tuku, Bab VII: Gadai atau sanda. Berikutnya, Bab XVII: Perkelahian atau atukaran Bab XVIII: Tanah atau bhumi Bab XX: Fitnah atau duwilatek.

Pada zaman Majapahit, pengaruh India meresap dalam segala bidang kehidupan. Pengaruh India itu juga terasa sekali dalam bidang perundang-undangan. Nama Agama dan Kutaramanawadharmasastra telah jelas menunjukkan adanya pengaruh India dalam bidang perundang-undangan Majapahit.

Kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra dijadikan pola perundang-undangan Majapahit yang disebut Agama dan Kutaramanawadharmasastra. Isinya adalah saduran dari kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra, disesuaikan dengan suasana setempat. Demikianlah Kitab Perundang- undangan Agama itu bukan terjemahan tepat dari kitab perundang- undangan India Manawadharmasastra.



Pada pasal 109 dijelaskan, isi Kitab perundang-undangan Agama diambil dari sari kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra dan Kutaradharmasastra. Bunyinya seperti berikut: "Kerbau atau sapi yang digadaikan, setelah lewat tiga tahun, leleb, sama dengan dijual, menurut undang-undang Kutara.

Menurut undang-undang Manawa, baru leleb, setelah lewat lima tahun. Ikutiah salah satu, karena kedua-duanya adalah undang-undang. Tidaklah dibenarkan anggapan, bahwa yang satu lebih baik daripada yang lain, Manawadharmasastra adalah ajaran maharaja Manu, ketika manusia baru saja diciptakan. Beliau seperti Bhatara Wisnu.

Kutarasastra adalah ajaran bagawan Bregu pada zaman Treptayoga, beliau seperti Bhatara Wisnu, diikuti oleh Rama Parasu dan oleh semua orang, bukan buatan zaman sekarang. Ajaran itu telah berlaku sejak zaman purba. Dalam Kitab Perundang-undangan Agama, banyak terdapat pasal-pasal yang dikatakan berasal dari ajaran bagawan Bregu. Jadi berasal dari Kutarasastra, misalnya pasal 46, 141, 176, 234.

Adanya beberapa pasal yang sangat mirip dalam Kitab Perundang-undangan Agama membuktikan bahwa pembuat undang-undang tersebut, selain menggunakan Manawadharmasastra, juga menggunakan kitab perundang-undangan lainnya, misalnya pasal 192 dan pasal 193, pasal 121 dan pasal 123. Bab paksaan atau sahasa dalam Kitab Perundang-undangan Agama berbeda dengan apa yang terdapat dalam Manawadharmasastra.
(hri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2152 seconds (0.1#10.140)