Sebut Demokrasi Sebuah Permainan, Ridwan Kamil: This Is Complicated Game!
loading...
A
A
A
BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memiliki sebuah angan-angan tentang Indonesia ke depan. Terlebih, beberapa bulan nanti Indonesia akan menghadapi Pemilu 2024.
Orang nomor satu di Jabar ini mengingatkan agar masyarakat jangan kaget dengan segala keputusan politik yang terjadi. Berkaca dari 2019, hal itu terjadi dalam Pilpres.
”Koalisi (berubah) jangan kaget. Tiba-tiba detik terakhir pindah kesana. Sok 2019, Pak Maruf Amin gak ada balihonya, tiba-tiba jadi oleh sebuah peristiwa,” kata Kang Emil dalam acara GASPOL Transisi Energi Daerah Penghasil Migas di Kota Bandung, Kamis (31/8/2023).
Menurut Kang Emil, kondisi saat ini juga bisa saja tak jauh berbeda dengan 5 tahun lalu. Berbagai kejutan hadir setiap pesta demokrasi tiba. ”Tapi kita berdoa siapa pun yang nanti terpilih dan ratusan kepala daerah (terpilih), harus pilih pemimpin yang kerja,” pesannya.
Kang Emil menjelaskan, sistem demokrasi yang dianut Indonesia menghasilkan setiap masyarakat memilih orang yang disukai, bukan orang yang pintar.
”Untuk disukai, tidak perlu pintar, tapi cukup pencitraan. Makanya bisnis pencitraan menjadi penting karena tiba-tiba yang ingin dipilih disukai. This is complicated game,” tuturnya.
Sebaliknya, apabila memilih sesuai kapasitas, hal itu dinamakan meritokrasi. Hanya orang-orang terpilih yang nantinya akan memimpin.
”Demokrasi gak begitu. One man one vote. Apakah karena penampilannya, kesukuannya, maaf yah, agamanya, apakah wani pironya last minute, gak ada yang tau,” ujarnya.
Kang Emil berharap masyarakat bisa menyalurkan pilihannya dengan bijak. Melihat dari berbagai sisi siapa yang nanti akan dipilih untuk memimpin Indonesia 5 tahun ke depan.
”Saya hanya berdoa, karena negeri ini sudah memilih demokrasi, mudah-mudahan berkualitas, lebih banyak rasional voters, dibanding emosional voters,” tandasnya.
Orang nomor satu di Jabar ini mengingatkan agar masyarakat jangan kaget dengan segala keputusan politik yang terjadi. Berkaca dari 2019, hal itu terjadi dalam Pilpres.
”Koalisi (berubah) jangan kaget. Tiba-tiba detik terakhir pindah kesana. Sok 2019, Pak Maruf Amin gak ada balihonya, tiba-tiba jadi oleh sebuah peristiwa,” kata Kang Emil dalam acara GASPOL Transisi Energi Daerah Penghasil Migas di Kota Bandung, Kamis (31/8/2023).
Menurut Kang Emil, kondisi saat ini juga bisa saja tak jauh berbeda dengan 5 tahun lalu. Berbagai kejutan hadir setiap pesta demokrasi tiba. ”Tapi kita berdoa siapa pun yang nanti terpilih dan ratusan kepala daerah (terpilih), harus pilih pemimpin yang kerja,” pesannya.
Kang Emil menjelaskan, sistem demokrasi yang dianut Indonesia menghasilkan setiap masyarakat memilih orang yang disukai, bukan orang yang pintar.
”Untuk disukai, tidak perlu pintar, tapi cukup pencitraan. Makanya bisnis pencitraan menjadi penting karena tiba-tiba yang ingin dipilih disukai. This is complicated game,” tuturnya.
Sebaliknya, apabila memilih sesuai kapasitas, hal itu dinamakan meritokrasi. Hanya orang-orang terpilih yang nantinya akan memimpin.
”Demokrasi gak begitu. One man one vote. Apakah karena penampilannya, kesukuannya, maaf yah, agamanya, apakah wani pironya last minute, gak ada yang tau,” ujarnya.
Kang Emil berharap masyarakat bisa menyalurkan pilihannya dengan bijak. Melihat dari berbagai sisi siapa yang nanti akan dipilih untuk memimpin Indonesia 5 tahun ke depan.
”Saya hanya berdoa, karena negeri ini sudah memilih demokrasi, mudah-mudahan berkualitas, lebih banyak rasional voters, dibanding emosional voters,” tandasnya.
(ams)