Yayasan Kartika Soekarno Kembangkan PAUD dan Posyandu di Songan Kintamani

Rabu, 16 Agustus 2023 - 07:33 WIB
loading...
Yayasan Kartika Soekarno Kembangkan PAUD dan Posyandu di Songan Kintamani
Kartika Sari Dewi Soekarno. Foto/Istimewa
A A A
BALI - Yayasan Kartika Soekarno berencana mengembangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan membangun posyandu di kawasan Songan Kintamani Bali. Hal itu untuk membangun masa depan lebih cerah bagi anak Indonesia.

”Yayasan Kartika Soekarno akan fokus menangani isu-isu kritis yang menghambat anak-anak Indonesia,” kata Kartika Sari Dewi Soekarno dalam keterangannya, Selasa (15/8/2023).

Di antaranya, pertama soal kesehatan. Yayasan ini akan bermitra dengan penyedia dan organisasi layanan kesehatan untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan, nutrisi, dan nutrisi untuk anak-anak di seluruh dunia.

”Kami merevitalisasi posyandu dan memberikan pelatihan kepada kader posyandu agar mereka lebih siap menjalankan fungsi posyandu dan membantu para petugas kesehatan di sana. Melakukan pendidikan kesehatan langsung kepada ibu dan bayi di sana,” ujarnya.



Putri bungsu Presiden Soekarno ini juga menyebut Yayasan Kartika Soekarno membantu 132.840 anak, merevitalisasi lebih dari 300 posyandu, dan membentuk 240 PAUD serta taman posyandu. Termasuk melatih lebih dari 1.520 relawan posyandu

Kedua, terkait dengan pendidikan. Yayasan akan memberikan kesempatan pendidikan bagi anak-anak dari semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang berada di masyarakat tertinggal dan terpencil. Membangun pendidikan anak usia dini di daerah.

“PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun untuk membantu perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan melalui jalur formal, non formal dan informal,” katanya.



Hingga kini Yayasan Soekarno Kartika telah membangun 240 PAUD Taman Posyandu.”Yayasan Kartika Soekarno adalah organisasi nirlaba yang didedikasikan mengangkat dan memberdayakan perempuan, mendidik anak, dan berfokus pada kesehatan ibu dan anak,” ucapnya.

Yayasan Kartika Soekarno yang didirikan pada 1998 merupakan tanggapan atas krisis ekonomi Asia Tenggara. Bekerja sama dengan UNICEF dan CARE-USA, KSF mengumpulkan dana yang cukup besar untuk kampanye 'Preventing a Lost Generation', sebuah program yang dirancang untuk menjaga anak-anak tetap bersekolah selama kesulitan ekonomi.

”Dengan semangat yang mengakar untuk membantu mereka yang kurang beruntung telah mendorong saya untuk mendirikan yayasan,” katanya.

Dengan visi Indonesia yang berkembang dan inklusif, di mana setiap anak memiliki akses ke pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, Kartika bertekad untuk menciptakan dampak yang berkelanjutan dan meninggalkan warisan abadi bagi generasi mendatang.

“Semangat gotong royong Kartika Soekarno terinspirasi semangat gotong royong sejak mendirikan KSF pada 1998. Ibu saya dan saya dipaksa ke pengasingan. Tapi, DNA, Akar, dan darahku tetap Indonesia. Hati saya adalah Soekarno,” ujar Kartika.

Semangat gotong-royong juga dibawa dalam membangun yayasannya. Dia terinspirasi oleh
ayahnya, Presiden Soekarno, yang menanamkan aspek Semangat gotong royong dalam membangun Indonesia.

”Seperti yang dikatakan Soekarno, gotong royong adalah usaha bersama, keringat bersama, perjuangan membantu bersama, amal untuk semua kepentingan bersama, keringat untuk semua kepentingan bersama, semua keringat untuk kebahagiaan bersama,” ujarnya.

Gotong-royong dan bangkitkan semangat ibu-ibu di Songan Kintamani dengan mengajak mereka untuk bersama-sama membangun posyandu di sana, bersama-sama meningkatkan gizi dan kesehatan serta mengajak kader membangun semangat gotong royong.

”Yayasan Kartika Soekarno bertujuan untuk menciptakan ekosistem kolaboratif, bekerja bahu membahu dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk lembaga pemerintah, mitra perusahaan, dan LSM yang berpikiran sama,” paparnya.

Yayasan berusaha untuk memperkuat dampaknya dan menjangkau audiens yang lebih luas dengan mengumpulkan sumber daya dan keahlian.

“Kita memiliki tanggung jawab bersama untuk berinvestasi bagi masa depan anak-anak kita. Yayasan ini merupakan wadah untuk menyalurkan sumber daya dan upaya kita untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, di mana setiap anak memiliki kesempatan untuk berkembang dan memenuhi potensinya,” ujar Kartika Soekarno.

Yayasan Kartika Soekarno mendorong individu dan organisasi untuk terlibat dan mendukung tujuan mereka. Baik melalui kontribusi keuangan, sukarela, atau advokasi, setiap gerakan, tidak peduli seberapa besar atau kecilnya, dapat memberikan perbedaan yang signifikan dalam mengubah kehidupan anak-anak Indonesia.

Lewat Yayasan Kartika Soekarno telah mengangkat masalah pemikiran tentang sejarah kolonial Indonesia dan implikasi modern. Kartika berharap generasi penerus akan beranjak dari “kompleks kolonial”.

Dia mempertanyakan perlunya warga negara Indonesia membutuhkan visa melakukan perjalanan ke Belanda, mengingat sejarah kolonial negara itu. Karena sejarah kolonial antara Inggris dan koloni persemakmuran, India, Singapura, dan Malaysia tidak memerlukan visa untuk bepergian ke Inggris.

Sejarah panjang kolonialisme Belanda di Indonesia selama lebih dari 350 tahun telah meninggalkan dampak yang bertahan lama pada masyarakat, budaya, dan ekonominya.

”Perjuangan kemerdekaan yang berpuncak pada Proklamasi Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan babak penting dalam sejarah bangsa. Sementara pemerintah Belanda telah mengeluarkan permintaan maaf resmi untuk masa lalu kolonial,” paparnya.

Dia percaya tindakan nyata, di luar kata-kata penyesalan, diperlukan untuk mengatasi ketidakadilan sejarah dan menciptakan hubungan yang lebih adil antara kedua negara.

Kartika Soekarno menekankan mengakui sejarah sangat penting untuk penyembuhan dan kemajuan. Kartika Soekarno mendorong dialog terbuka antara pemerintah Indonesia dan Belanda untuk membahas masalah ini secara konstruktif dan mencari peluang untuk rekonsiliasi.

“Sangat penting bagi kedua negara untuk terlibat dalam diskusi bermakna yang melampaui isyarat simbolis. Mengenali masa lalu, mencari kompensasi finansial, dan mengatasi pembatasan visa adalah langkah untuk memperbaiki ketidakseimbangan sejarah,” tegasnya.
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2557 seconds (0.1#10.140)