Kisah Penyatuan Kerajaan Kediri Singasari usai Perkawinan Politik dan Pemberontakan
loading...
A
A
A
Kerajaan Singasari dan Kerajaan Kediri konon sempat tak akur pascaserangan yang dilakukan oleh Ken Arok. Sejarah mencatat bagaimana awalnya Kerajaan Kediri terlebih dahulu muncul dan menjadi sebuah kerajaan besar di Pulau Jawa.
Namun lambat laun sinar Kediri berganti oleh beberapa kerajaan lain Singasari.Bahkan wilayah Kediri pada tahun 1292 bagian dari Kerajaan Singasari. Kakawin Nagarakretagama pupuh 44 menguraikan bahwa sepeninggal Kertajaya raja Kediri.
Raja Rajasa mengangkat Jayasabha sebagai penggantinya. Uraian pada Kakawin Nagarakretagama pupuh 44 tentang Kediri berbeda dengan uraian prasasti Mula-Malurung menyebut nama Bhatara Parameswara, Guning Bhaya, Tohjaya, dan Sri Kertanagara sebagai penguasa wilayah Kediri.
Proses penyatuan Kediri dan Singasari sebagaimana diuraikan Prasasti Mula-Malurung juga berbeda dengan yang diuraikan Pararaton.
Menurut Pararaton, penyatuan Singasari dan Kediri berlangsung melalui komplotan Rangga Wuni dan Mahisa Campaka, masing-masing adalah putera Sang Anusapati dan Mahisa Wungu Teleng, terhadap Sang Prabu Tohjaya.
Untuk menghindari penangkapan oleh Lembu Ampal atas perintah Sang Prabu Tohjaya, Rangga Wuni dan Mahisa Campaka bersembunyi di rumah Panji Patipati.
Prof. Slamet Muljana pada bukunya “Tafsir Sejarah Nagarakretagama” menyebutkan dengan bantuan tentara Rajasa dan Simelir, mereka menyerang istana dan berhasil menimbulkan kekacauan.
Pada kekacauan itu, Nararya Tohjaya berusaha untuk melarikan diri, namun karena menderita luka-luka terpaksa diangkut ke Katang Lumbang, di mana beliau mangkat.
Sepeninggal Tohjaya, Rangga Wuni naik tahta dan mengambil nama abhiseka Wisnuwardhana, sedangkan Mahisa Campaka mengambil nama abhiseka Narasinghamurti dan menjadi Ratu Angabhaya (raja kedua atau wakil raja).
Prasasti Mula-Malurung tidak menyinggung soal pemberontakan atau komplotan, menguraikan secara biasa bahwa sepeninggal Sang Prabu Tohjaya, Nararya Seminingrat naik tahta berkat dukungan pembesar, terutama dukungan Sang Pamegat di Ranu Kababyan Sang Apanji Patipati
Berkat dukungan itu, pulih kembali Kerajaan Tumapel atau yang biasa dikenal Singasari.
Sebagai balas budi, Sang Prabu Seminingrat atau yang akrab dengan Wisnuwardhana meresmikan Desa Kayu Manis sebagai tanah perdikan bagi para brahmana, sebagaimana terdapat pada lempengan III B Prasasti Mula-Malurung.
Dapat ditambahkan di sini bahwa lempengan III A menguraikan perkawinan antara Nararya Seminingrat atau Wisnuwardhana dan Nararya Waning Hyun, puteri Bhatara Parameswara dari Kediri, paman Nararya Seminingrat.
Jadi, Seminingrat dan Waning Hyun adalah saudara sepupu.Seperti telah disinggung di atas, berkat perkawinan itu, Nararya Seminingrat memperoleh hak waris atas kerajaan yang diperintah oleh Bhatara.
Parameswara. Alasan ketiga yang perlu mendapat perhatian ialah penobatan Nararya Tohjaya sepeninggal Guning Bhaya
Prasasti Mula-Malurung mengatakan bahwa Tohjaya adalah kakak Guning Bhaya. Pernyataan itu agak janggal kedengarannya, karena biasanya saudara muda yang menggantikan saudara tua, tidak kebalikannya.
Dari uraian Pararaton yang mengatakan bahwa Tohjaya adalah putera Raja Rajasa, lahir dari Ken Umang, Guning Bhaya atau Agni Bhaya. Menurut Pararaton juga putera Raja Rajasa, lahir dari Ken Dedes.
Jadi, Tohjaya dan Guning Bhaya adalah dua saudara berlainan ibu. Rupanya, Tohjaya lebih tua daripada Guning Bhaya. Sebaliknya, Mahisa Wunga Teleng (Bhatara Parameswara, menurut prasasti Mula-Malurung) adalah saudara kandung dari Guning Bhaya.
Sayang seiring berjalannya waktu terjadi beberapa pemberontakan antar saudara itu. Hingga akhirnya sepeninggal Tohjaya menurut Pararaton, Seminingrat atau Wisnuwardhana dan Mahisa Cempaka mengadakan pemerintahan bersama.
Pemerintahan bersama itu diibaratkan sebagai pemerintahan Indra dan Madhawa dalam Nagarakretagama pupuh 41/2, Pararaton menyatakan bahwa Mahisa Campaka yang mengambil nama Abhiseka Narasingamurti dijadikan ratu angabhaya.
Kediri dan Singasari dipersatukan di bawah pemerintahan Seminingrat alias Wisnuwardhana. Pada hakikatnya, pemegang kekuasaan dalam pemerintahan bersama itu masing-masing adalah ahli waris kerajaan ayahnya.
Demikianlah uraian Pararaton itu mengandung unsur kebenaran.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Namun lambat laun sinar Kediri berganti oleh beberapa kerajaan lain Singasari.Bahkan wilayah Kediri pada tahun 1292 bagian dari Kerajaan Singasari. Kakawin Nagarakretagama pupuh 44 menguraikan bahwa sepeninggal Kertajaya raja Kediri.
Raja Rajasa mengangkat Jayasabha sebagai penggantinya. Uraian pada Kakawin Nagarakretagama pupuh 44 tentang Kediri berbeda dengan uraian prasasti Mula-Malurung menyebut nama Bhatara Parameswara, Guning Bhaya, Tohjaya, dan Sri Kertanagara sebagai penguasa wilayah Kediri.
Proses penyatuan Kediri dan Singasari sebagaimana diuraikan Prasasti Mula-Malurung juga berbeda dengan yang diuraikan Pararaton.
Menurut Pararaton, penyatuan Singasari dan Kediri berlangsung melalui komplotan Rangga Wuni dan Mahisa Campaka, masing-masing adalah putera Sang Anusapati dan Mahisa Wungu Teleng, terhadap Sang Prabu Tohjaya.
Untuk menghindari penangkapan oleh Lembu Ampal atas perintah Sang Prabu Tohjaya, Rangga Wuni dan Mahisa Campaka bersembunyi di rumah Panji Patipati.
Prof. Slamet Muljana pada bukunya “Tafsir Sejarah Nagarakretagama” menyebutkan dengan bantuan tentara Rajasa dan Simelir, mereka menyerang istana dan berhasil menimbulkan kekacauan.
Pada kekacauan itu, Nararya Tohjaya berusaha untuk melarikan diri, namun karena menderita luka-luka terpaksa diangkut ke Katang Lumbang, di mana beliau mangkat.
Sepeninggal Tohjaya, Rangga Wuni naik tahta dan mengambil nama abhiseka Wisnuwardhana, sedangkan Mahisa Campaka mengambil nama abhiseka Narasinghamurti dan menjadi Ratu Angabhaya (raja kedua atau wakil raja).
Prasasti Mula-Malurung tidak menyinggung soal pemberontakan atau komplotan, menguraikan secara biasa bahwa sepeninggal Sang Prabu Tohjaya, Nararya Seminingrat naik tahta berkat dukungan pembesar, terutama dukungan Sang Pamegat di Ranu Kababyan Sang Apanji Patipati
Berkat dukungan itu, pulih kembali Kerajaan Tumapel atau yang biasa dikenal Singasari.
Sebagai balas budi, Sang Prabu Seminingrat atau yang akrab dengan Wisnuwardhana meresmikan Desa Kayu Manis sebagai tanah perdikan bagi para brahmana, sebagaimana terdapat pada lempengan III B Prasasti Mula-Malurung.
Dapat ditambahkan di sini bahwa lempengan III A menguraikan perkawinan antara Nararya Seminingrat atau Wisnuwardhana dan Nararya Waning Hyun, puteri Bhatara Parameswara dari Kediri, paman Nararya Seminingrat.
Jadi, Seminingrat dan Waning Hyun adalah saudara sepupu.Seperti telah disinggung di atas, berkat perkawinan itu, Nararya Seminingrat memperoleh hak waris atas kerajaan yang diperintah oleh Bhatara.
Parameswara. Alasan ketiga yang perlu mendapat perhatian ialah penobatan Nararya Tohjaya sepeninggal Guning Bhaya
Prasasti Mula-Malurung mengatakan bahwa Tohjaya adalah kakak Guning Bhaya. Pernyataan itu agak janggal kedengarannya, karena biasanya saudara muda yang menggantikan saudara tua, tidak kebalikannya.
Dari uraian Pararaton yang mengatakan bahwa Tohjaya adalah putera Raja Rajasa, lahir dari Ken Umang, Guning Bhaya atau Agni Bhaya. Menurut Pararaton juga putera Raja Rajasa, lahir dari Ken Dedes.
Jadi, Tohjaya dan Guning Bhaya adalah dua saudara berlainan ibu. Rupanya, Tohjaya lebih tua daripada Guning Bhaya. Sebaliknya, Mahisa Wunga Teleng (Bhatara Parameswara, menurut prasasti Mula-Malurung) adalah saudara kandung dari Guning Bhaya.
Sayang seiring berjalannya waktu terjadi beberapa pemberontakan antar saudara itu. Hingga akhirnya sepeninggal Tohjaya menurut Pararaton, Seminingrat atau Wisnuwardhana dan Mahisa Cempaka mengadakan pemerintahan bersama.
Pemerintahan bersama itu diibaratkan sebagai pemerintahan Indra dan Madhawa dalam Nagarakretagama pupuh 41/2, Pararaton menyatakan bahwa Mahisa Campaka yang mengambil nama Abhiseka Narasingamurti dijadikan ratu angabhaya.
Kediri dan Singasari dipersatukan di bawah pemerintahan Seminingrat alias Wisnuwardhana. Pada hakikatnya, pemegang kekuasaan dalam pemerintahan bersama itu masing-masing adalah ahli waris kerajaan ayahnya.
Demikianlah uraian Pararaton itu mengandung unsur kebenaran.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(ams)