Besok Buruh di Jabar Bakal Gelar Aksi unjuk Rasa, Ini Tuntutannya
loading...
A
A
A
BANDUNG - Elemen buruh Jawa Barat (Jabar) yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) bakal menggelar aksi unjuk rasa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Kantor Gubernur Jabar pada Selasa, (28/7/2020). Sekitar 5.000 butuh bakal ikut pada unjuk rasa ini.
Ketua DPD KSPSI Jabar Roy Jinto mengatakan, aksi buruh saat pendemi ini akan menyuarakan beberapa tuntutan. Namun yang menjadi fokus utama adalah empat persoalan yang melanda buruh, terutama di Jawa Barat. (Baca juga: Tolak RUU Omnibus Law, Ratusan Buruh Blokade Jalan di Banten )
Keempat egenda tersebut yaitu, menolak gugatan pembatalan SK UMK Tahun 2020 yang diajukan oleh Apindo Jawa Barat; menurut pencabutan huruf D diktum ketujuh SK UMK Tahun 2020; menolak minibus law RUU Cipta Kerja, menuntut diterbitkannya SK UMSK Kabupaten/Kota Tahun 2020; dan menolak UU Tapera. (Baca juga: Presiden KSPI: Jutaan Buruh Terancam PHK Jika Covid-19 Tak Selesai hingga 2021 )
Terkait SK UMK 2020, pihaknya meminta agar PTUN Bandung menolak gugatan Apindo Jawa Barat, yang meminta dibatalkannya SK UMK Tahun 2020. Apindo meminta agar ketetapan terkait UMK dikembalikan lagi berdasarkan surat edaran (SE) Gubernur Jabar.
"Kami menilai, SK UMK tahun 2020 yang diterbitkan Gubernur Jawa Barat telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di mana Gubernur diwajibkan untuk menetapkan upah minimum sesuai pasal 88 ayat (4) dan pasal 89 UU No. 13 Tahun 2003," jelas dia.
Menurut Roy, keinginan Apindo Jawa Barat kembali ke Surat Edaran (SE) tidak mempunyai landasan hukum dan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu gugatan Apindo Jawa Barat tersebut mencerminkan rezim upah murah.
Sedangkan terkait tuntutan pencabutan Huruf D Diktum Ketujuh SK UMK Tahun 2020, agar PTUN Bandung mencabut huruf D Diktum Ketujuh SK UMK Tahun 2020, karena huruf D diktum Ketujuh tersebut bertentangan dengan ketentuan pasal 90 Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di mana, huruf D Diktum Ketujuh memberikan ruang kepada pengusaha untuk membayar upah buruh dibawah UMK Tahun 2020, tanpa harus mengajukan penangguhan sesuai KEPMEN 231 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum.
Sementara alasan penolakan Omnibus Law Cipta Kerja karena UU ini hanya mementingkan kepentingan kaum pemodal dengan mengorbankan pekerja dan buruh.
Lihat Juga: Ratusan Warga Pasuruan Blokade Jalan dan Bakar Ban, Desak Stop Pembuangan Limbah 14 Pabrik
Ketua DPD KSPSI Jabar Roy Jinto mengatakan, aksi buruh saat pendemi ini akan menyuarakan beberapa tuntutan. Namun yang menjadi fokus utama adalah empat persoalan yang melanda buruh, terutama di Jawa Barat. (Baca juga: Tolak RUU Omnibus Law, Ratusan Buruh Blokade Jalan di Banten )
Keempat egenda tersebut yaitu, menolak gugatan pembatalan SK UMK Tahun 2020 yang diajukan oleh Apindo Jawa Barat; menurut pencabutan huruf D diktum ketujuh SK UMK Tahun 2020; menolak minibus law RUU Cipta Kerja, menuntut diterbitkannya SK UMSK Kabupaten/Kota Tahun 2020; dan menolak UU Tapera. (Baca juga: Presiden KSPI: Jutaan Buruh Terancam PHK Jika Covid-19 Tak Selesai hingga 2021 )
Terkait SK UMK 2020, pihaknya meminta agar PTUN Bandung menolak gugatan Apindo Jawa Barat, yang meminta dibatalkannya SK UMK Tahun 2020. Apindo meminta agar ketetapan terkait UMK dikembalikan lagi berdasarkan surat edaran (SE) Gubernur Jabar.
"Kami menilai, SK UMK tahun 2020 yang diterbitkan Gubernur Jawa Barat telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di mana Gubernur diwajibkan untuk menetapkan upah minimum sesuai pasal 88 ayat (4) dan pasal 89 UU No. 13 Tahun 2003," jelas dia.
Menurut Roy, keinginan Apindo Jawa Barat kembali ke Surat Edaran (SE) tidak mempunyai landasan hukum dan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu gugatan Apindo Jawa Barat tersebut mencerminkan rezim upah murah.
Sedangkan terkait tuntutan pencabutan Huruf D Diktum Ketujuh SK UMK Tahun 2020, agar PTUN Bandung mencabut huruf D Diktum Ketujuh SK UMK Tahun 2020, karena huruf D diktum Ketujuh tersebut bertentangan dengan ketentuan pasal 90 Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di mana, huruf D Diktum Ketujuh memberikan ruang kepada pengusaha untuk membayar upah buruh dibawah UMK Tahun 2020, tanpa harus mengajukan penangguhan sesuai KEPMEN 231 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum.
Sementara alasan penolakan Omnibus Law Cipta Kerja karena UU ini hanya mementingkan kepentingan kaum pemodal dengan mengorbankan pekerja dan buruh.
Lihat Juga: Ratusan Warga Pasuruan Blokade Jalan dan Bakar Ban, Desak Stop Pembuangan Limbah 14 Pabrik
(nth)