Polda Jatim Tangkap 4 Tersangka TPPO di Myanmar
loading...
A
A
A
SURABAYA - Polda Jawa Timur (Jatim) menangkap empat tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO ). Mereka adalah YS (40) asal Jember, SK (48) asal Banyuwangi, F (41) asal Lampung dan T (38) asal Medan.
Keempat tersangka ini diduga memberangkatkan enam orang warga Jatim ke Myanmar. Dalam proses penyelidikan, korban mengaku awalnya mendapat tawaran kerja sebagai operator game online dan translator dengan upah USD800, mendapat jatah makan empat kali sehari dan fasilitas tempat tinggal.
Namun, sebelum bisa bekerja mereka harus membayar biaya administrasi dengan kisaran Rp17 juta hingga Rp20 juta. Lantaran tergiur gaji tinggi dan fasilitas yang ada, korban tertarik bergabung. Nyatanya begitu tiba di Myanmar, mereka dipekerjakan tidak sebagaimana mestinya.
Baca juga: Awan Panas Terekam Meluncur Sejauh 5 Km dari Puncak Semeru
"Tapi ternyata, korban dipekerjakan sebagai agen scammer atau mencari klien dengan syarat jika tidak memenuhi target maka mereka akan mendapatkan tekanan baik fisik. Seperti dipukul, ditampar dan lain sebagaianya, " kata Dirreskrimsus Kombes Pol Farman di Mapolda Jatim, Senin (26/6/2022) malam.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia pada Senin (26/6/2023) memulangkan sembilan warga negara Indonesia (WNI) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar. Dari jumlah itu, enam diantaranya adalah warga Jawa Timur (Jatim).
Mereka adalah ZR, BP asal Kabupaten Jember, MNI, MTA, ARS, dan AS asal Kabupaten Banyuwangi. Keenam korban ini kerap mendapatkan kekerasan fisik bahkan diancam dihabisi. Mereka dibebaskan dari sebuah perusahaan di wilayah konflik di Myanmar.
Pembebasan mereka merupakan kerja bersama antara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok dan KBRI Yangon, dengan dukungan dari Pemerintah Thailand dan juga International Organization for Migration (IOM).
Sebelumnya, KBRI Yangon menerima pengaduan yang disampaikan sembilan WNI yang terjebak di wilayah konflik bersenjata di Myawaddy, Myanmar. Para WNI lantas dilepaskan ke wilayah Maesot di Thailand oleh perusahaannya, setelah KBRI melakukan koordinasi intensif dengan pihak-pihak terkait.
Farman mengungkapkan, pihak Istana Kepresidenan lantas menghubungi Kepala Divisi Hubinter Mabes Polri untuk menelusuri kasus tersebt. Lalu Hubinter meminta bantuan Polda Jatim untuk mencari pelakunya.
"Hingga akhirnya kami bisa menangkap empat orang tersangka. Kami juga masih mengejar dua pelaku lainnya yang diduga warga negara asing," terangnya.
Dalam kasus ini para tersangka dijerat Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan atau Pasal 81 Juncto Pasal 69 UU 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.
Sementara itu, salah satu korban MNI mengaku selalu ditarget oleh tersangka. Apabila tidak mencapai target mereka akan diberikan hukuman. Kadang berupa denda hingga ancaman akan ditembak. "Saya sebelumnya tertarik bekerja di Myanmar karena diimingi-imingi kerjaan santai dan gaji tinggi. Tidak tahunya malah jadi scammer," ujarnya.
Keempat tersangka ini diduga memberangkatkan enam orang warga Jatim ke Myanmar. Dalam proses penyelidikan, korban mengaku awalnya mendapat tawaran kerja sebagai operator game online dan translator dengan upah USD800, mendapat jatah makan empat kali sehari dan fasilitas tempat tinggal.
Namun, sebelum bisa bekerja mereka harus membayar biaya administrasi dengan kisaran Rp17 juta hingga Rp20 juta. Lantaran tergiur gaji tinggi dan fasilitas yang ada, korban tertarik bergabung. Nyatanya begitu tiba di Myanmar, mereka dipekerjakan tidak sebagaimana mestinya.
Baca juga: Awan Panas Terekam Meluncur Sejauh 5 Km dari Puncak Semeru
"Tapi ternyata, korban dipekerjakan sebagai agen scammer atau mencari klien dengan syarat jika tidak memenuhi target maka mereka akan mendapatkan tekanan baik fisik. Seperti dipukul, ditampar dan lain sebagaianya, " kata Dirreskrimsus Kombes Pol Farman di Mapolda Jatim, Senin (26/6/2022) malam.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia pada Senin (26/6/2023) memulangkan sembilan warga negara Indonesia (WNI) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar. Dari jumlah itu, enam diantaranya adalah warga Jawa Timur (Jatim).
Mereka adalah ZR, BP asal Kabupaten Jember, MNI, MTA, ARS, dan AS asal Kabupaten Banyuwangi. Keenam korban ini kerap mendapatkan kekerasan fisik bahkan diancam dihabisi. Mereka dibebaskan dari sebuah perusahaan di wilayah konflik di Myanmar.
Pembebasan mereka merupakan kerja bersama antara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok dan KBRI Yangon, dengan dukungan dari Pemerintah Thailand dan juga International Organization for Migration (IOM).
Sebelumnya, KBRI Yangon menerima pengaduan yang disampaikan sembilan WNI yang terjebak di wilayah konflik bersenjata di Myawaddy, Myanmar. Para WNI lantas dilepaskan ke wilayah Maesot di Thailand oleh perusahaannya, setelah KBRI melakukan koordinasi intensif dengan pihak-pihak terkait.
Farman mengungkapkan, pihak Istana Kepresidenan lantas menghubungi Kepala Divisi Hubinter Mabes Polri untuk menelusuri kasus tersebt. Lalu Hubinter meminta bantuan Polda Jatim untuk mencari pelakunya.
"Hingga akhirnya kami bisa menangkap empat orang tersangka. Kami juga masih mengejar dua pelaku lainnya yang diduga warga negara asing," terangnya.
Dalam kasus ini para tersangka dijerat Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan atau Pasal 81 Juncto Pasal 69 UU 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.
Sementara itu, salah satu korban MNI mengaku selalu ditarget oleh tersangka. Apabila tidak mencapai target mereka akan diberikan hukuman. Kadang berupa denda hingga ancaman akan ditembak. "Saya sebelumnya tertarik bekerja di Myanmar karena diimingi-imingi kerjaan santai dan gaji tinggi. Tidak tahunya malah jadi scammer," ujarnya.
(msd)