PWNU Jabar Haramkan Memondokkan Anak di Ponpes Al-Zaytun
loading...
A
A
A
BANDUNG - Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama ( PWNU ) Jawa Barat mengharamkan orang tua untuk memasukkan anaknya ke Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu.
Hal ini merupakan salah satu poin hasil keputusan terkait polemik Ponpes Al-Zaytun. Hasil keputusan tersebut dibacakan di Pondok Pesantren Hidayatuttholibin, Kabupaten Indramayu, belum lama ini.
"Dari semua polemik yang muncul, hukum memondokkan anak ke pesantren Al-Zaytun adalah haram," bunyi salah satu poin hasil LBM PWNU Jabar yang dikutip di laman resmi NU Jabar, Senin (19/6/2023).
LBM NU Jabar menjelaskan, alasan mengharamkan menyekolahkan anak di Ponpes Al-Zaytun karena membiarkan anak didik berada di lingkungan yang buruk lantaran dianggap pelaku penyimpangan.
Baca juga: Pendiri NII Crisis Center: Ponpes Al Zaytun Adopsi Ajaran Isa Bugis
"Memilihkan guru yang salah bagi pendidikan anak dan memperbanyak jumlah keanggotaan kelompok menyimpang. Karena kewajiban orang tua adalah memilihkan pesantren yang jelas sanad keilmuan serta masyhur kompetensinya di bidang ilmu agama," jelasnya.
Keputusan ini keluar setelah LBM PWNU Jabar melihat pandangan fikih terkait pemerintah yang terkesan membiarkan polemik Ponpes Al-Zaytun beredar di masyarakat.
Karena itu, demi menjaga masyarakat dari segala bentuk penyimpangan, baik agama, budaya, norma yang berlaku dan konstitusi syariat, maka LBM PWNU Jabar melakukan tindakan tegas terhadap segala bentuk kemunkaran sesuai tahapan.
LBM PWNU Jabar juga menyepakati, bahwa Ponpes Al-Zaytun menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.
"Termasuk menafsirkan al-Quran secara serampangan yang diancam Nabi masuk neraka. Istidlal pihak al Zaytun tidak memenuhi metodologi penafsiran ayat secara ilmiah, baik secara dalil yang digunakan ataupun madlul (makna yang dikehendaki)," jelasnya.
LBM PWNU Jabar menyebut, pandangan tersebut dilihat dari Istidlal pihak Al-Zaytun dalam pelaksanaan shalat berjarak yang berdasarkan kepada Al Quran surat Al Mujadalah ayat 11 apakah dapat dikategorikan menyimpang dari ajaran Aswaja.
"LBMNU berpandangan bahwa penyimpangan istidlal Al-Zaytun dalam konteks ini karena makna “Tafassahu” dalam ayat bukan memerintahkan untuk menjaga jarak dalam barisan shalat, namun merenggangkan tempat untuk mempersilahkan orang lain menempati majlis agar kebagian tempat duduk," terangnya.
"Kemudian, bertentangan dengan hadits shahih yang secara tegas menganjurkan merapatkan barisan shalat. Juga bertentangan dengan ijma ulama perihal anjuran merapatkan barisan shalat," sambungnya.
LBM PWNU Jabar juga menyoroti terkait ungkapkan Panji Gumilang terkait penempatan posisi perempuan dan non-muslim di antara jamaah shalat yang mayoritas laki-laki sudah sesuai dengan tutunan beribadah Aswaja. Dimana dalih tersebut disebut mengikuti kepada madzhab Bung Karno.
"Tidak sesuai dengan tuntunan beribadah Aswaja dan statemen Bapak Panji Gumilang perihal di atas hukumnya haram," tegasnya.
LBM PWNU Jabar menjelaskan, ketidaksesuaian tersebut karena menyandarkan argumen fiqh tidak kepada ahli fiqh yang kredibel.
"Hal ini menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat bahwa formasi barisan shalat seperti di atas merupakan hal yang disyariatkan (Syar’u ma lam yusyro’)," katanya.
Selanjutnya, LBM PWNU Jabar juga menyinggung mengenai hukum menyanyikan “Havenu shalom alachem”. Mengingat, secara historis lirik tersebut kental dengan agama Yahudi, baik dari segi kemunculan dan penggunaannya.
Hasil keputusan LBMNU Jawa Barat menegaskan, hukum menyanyikan lagu tersebut haram.
"Pertama, menyerupai dan mensyiarkan tradisi agama lain. Kedua, mengajarkan doktrin yang dapat berpotensi hilangnya konstitusi syariat perihal fiqih “Mengucapkan salam” kepada non muslim," tuturnya.
Ketua Tanfidziyah PWNU Jabar, KH Juhadi Muhammad memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait polemik Ponpes Al-Zaytun.
"Pertama, kepada pemerintah agar segera menindak tegas Ma'had Al-Zaytun dan tokohnya atas segala penyimpangan yang telah terbukti berdasarkan kajian ilmiah Bahtsul Masail PW LBMNU Jabar," ungkapnya.
"Kedua, kepada para stakeholder agar memproteksi masyarakat dari bahaya penyimpangan Ma'had Al-Zaytun. Ketiga, masyarakat agar tetap tenang dan menyerahkan penindakan atas polemik yang terjadi kepada pihak yang berwenang," tandasnya.
Hal ini merupakan salah satu poin hasil keputusan terkait polemik Ponpes Al-Zaytun. Hasil keputusan tersebut dibacakan di Pondok Pesantren Hidayatuttholibin, Kabupaten Indramayu, belum lama ini.
"Dari semua polemik yang muncul, hukum memondokkan anak ke pesantren Al-Zaytun adalah haram," bunyi salah satu poin hasil LBM PWNU Jabar yang dikutip di laman resmi NU Jabar, Senin (19/6/2023).
LBM NU Jabar menjelaskan, alasan mengharamkan menyekolahkan anak di Ponpes Al-Zaytun karena membiarkan anak didik berada di lingkungan yang buruk lantaran dianggap pelaku penyimpangan.
Baca juga: Pendiri NII Crisis Center: Ponpes Al Zaytun Adopsi Ajaran Isa Bugis
"Memilihkan guru yang salah bagi pendidikan anak dan memperbanyak jumlah keanggotaan kelompok menyimpang. Karena kewajiban orang tua adalah memilihkan pesantren yang jelas sanad keilmuan serta masyhur kompetensinya di bidang ilmu agama," jelasnya.
Keputusan ini keluar setelah LBM PWNU Jabar melihat pandangan fikih terkait pemerintah yang terkesan membiarkan polemik Ponpes Al-Zaytun beredar di masyarakat.
Karena itu, demi menjaga masyarakat dari segala bentuk penyimpangan, baik agama, budaya, norma yang berlaku dan konstitusi syariat, maka LBM PWNU Jabar melakukan tindakan tegas terhadap segala bentuk kemunkaran sesuai tahapan.
LBM PWNU Jabar juga menyepakati, bahwa Ponpes Al-Zaytun menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.
"Termasuk menafsirkan al-Quran secara serampangan yang diancam Nabi masuk neraka. Istidlal pihak al Zaytun tidak memenuhi metodologi penafsiran ayat secara ilmiah, baik secara dalil yang digunakan ataupun madlul (makna yang dikehendaki)," jelasnya.
LBM PWNU Jabar menyebut, pandangan tersebut dilihat dari Istidlal pihak Al-Zaytun dalam pelaksanaan shalat berjarak yang berdasarkan kepada Al Quran surat Al Mujadalah ayat 11 apakah dapat dikategorikan menyimpang dari ajaran Aswaja.
"LBMNU berpandangan bahwa penyimpangan istidlal Al-Zaytun dalam konteks ini karena makna “Tafassahu” dalam ayat bukan memerintahkan untuk menjaga jarak dalam barisan shalat, namun merenggangkan tempat untuk mempersilahkan orang lain menempati majlis agar kebagian tempat duduk," terangnya.
"Kemudian, bertentangan dengan hadits shahih yang secara tegas menganjurkan merapatkan barisan shalat. Juga bertentangan dengan ijma ulama perihal anjuran merapatkan barisan shalat," sambungnya.
LBM PWNU Jabar juga menyoroti terkait ungkapkan Panji Gumilang terkait penempatan posisi perempuan dan non-muslim di antara jamaah shalat yang mayoritas laki-laki sudah sesuai dengan tutunan beribadah Aswaja. Dimana dalih tersebut disebut mengikuti kepada madzhab Bung Karno.
"Tidak sesuai dengan tuntunan beribadah Aswaja dan statemen Bapak Panji Gumilang perihal di atas hukumnya haram," tegasnya.
LBM PWNU Jabar menjelaskan, ketidaksesuaian tersebut karena menyandarkan argumen fiqh tidak kepada ahli fiqh yang kredibel.
"Hal ini menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat bahwa formasi barisan shalat seperti di atas merupakan hal yang disyariatkan (Syar’u ma lam yusyro’)," katanya.
Selanjutnya, LBM PWNU Jabar juga menyinggung mengenai hukum menyanyikan “Havenu shalom alachem”. Mengingat, secara historis lirik tersebut kental dengan agama Yahudi, baik dari segi kemunculan dan penggunaannya.
Hasil keputusan LBMNU Jawa Barat menegaskan, hukum menyanyikan lagu tersebut haram.
"Pertama, menyerupai dan mensyiarkan tradisi agama lain. Kedua, mengajarkan doktrin yang dapat berpotensi hilangnya konstitusi syariat perihal fiqih “Mengucapkan salam” kepada non muslim," tuturnya.
Ketua Tanfidziyah PWNU Jabar, KH Juhadi Muhammad memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait polemik Ponpes Al-Zaytun.
"Pertama, kepada pemerintah agar segera menindak tegas Ma'had Al-Zaytun dan tokohnya atas segala penyimpangan yang telah terbukti berdasarkan kajian ilmiah Bahtsul Masail PW LBMNU Jabar," ungkapnya.
"Kedua, kepada para stakeholder agar memproteksi masyarakat dari bahaya penyimpangan Ma'had Al-Zaytun. Ketiga, masyarakat agar tetap tenang dan menyerahkan penindakan atas polemik yang terjadi kepada pihak yang berwenang," tandasnya.
(msd)