Pecah Perang Mataram dengan Banten, Amangkurat I Gunakan Strategi Maritim Jitu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kerajaan Mataram di masa pemerintahan Sultan Amangkurat I sangat unggul di armada lautnya. Memiliki kapal-kapal perang serta personel pasukan yang tangguh, membuat Mataram cukup percaya diri untu kenguasai kerajaan lainnya di Jawa.
Salah satu yang menjadi target penaklukan saat Mataram diperintah Sultan Amangkurat I adalah Kerajaan Banten. Mengapa Banten?
Konon, di mata Sultan Amangkurat I, raja Kerajaan Banten terlalu sombong. Bahkan Sultan Amangkurat I juga merasa tersinggung dengan apa yang dilakukan Banten terhadap rakyat Mataram.
Dalam buku 'Disintegrasi Mataram: Dibawah Mangkurat I' karya H.J. De Graaf dikisahkan bagaimana Banten konon membunuh rakyatnya di negaranya sendiri. Atas perlakuan yang tidak berperikemanusiaan itu, Amangkurat I murka.
Ia pun siap menaklukkan Banten melalui skema pertempuran armada laut. Namun, sebelum berperang, Sultan Amangkurat I mengirimkan mata-mata untuk mengintai situasi Banten. Untuk tugas ini Sultan Amangkurat I konon menyerahkan tanggungjawab kepada Tumenggung Pati.
Sultan Amangkurat I sendiri konon tidak ikut serta, tetapi dari Mataram ia mengeluarkan perintah kepada Lurah Patra di Juwana, untuk berlayar menyusuri pantai ke arah barat dan mengusir semua orang Banten.Tidak hanya itu, ia juga mengeluarkan perintah kepada empat penguasa pantai untuk berlayar ke Sungai Craoan, yang berada di Karawang.
Masing-masing penguasa dengan enam perahu yang dilengkapi dengan persenjaan. Mereka menyelidiki apakah ada perahu-perahu Banten di sana. Bila ada konon Sultan Mataram itu langsung memerintahkan agar segera harus diusir.
Namun, sebelum operasi mata-mata dilakukan, Mataram meminta izin terlebih dahulu kepada Pemerintah Kompeni, sebab letak Banten sangat dekat dengan markas kompeni. Apa lagi, tanpa persetujuan Batavia tidak mungkin dapat diadakan serangan terhadap Banten.
Selanjutnya, skema penyerangan disusun. Puluhan armada dipersiapkan di pelabuhan-pelabuhan Juwana dan Jepara, 70 buah di Jepara, masing-masing dengan 40-50 awak kapal, dengan tiga orang pemimpin.
Pada tanggal 13 Oktober 1657, niscaya setelah armada dari Juwana bergabung dengan armada Jepara, bergeraklah mereka dari Jepara untuk menyapu bersih jalan ke Banten.
Armada ini seluruhnya hanya terdiri dari 50 kapal layar, sedangkan diharapkan datang satuan-satuan kecil lainnya dari Tegal, Pati, dan Semarang. Setiap kapal berisikan 40 sampai 60 awak kapal, dipersenjatai senapan dan tombak.
Beberapa kapal lainnya juga memiliki alat-alat perang lainnya, seperti prinsentukjes dan bassen. Sebagian dari kapal-kapal itu digunakan untuk pengangkutan, dan membawa 1.000 ekor kuda untuk angkatan darat. Sebagai pemimpin disebut Kentol-Kentol Abadsara atau Ampatsara, saudara Ngabei Martanata, dan Wangsamarta.
.
Lihat Juga: Kisah Ki Gede Bungko, Laksamana Kesultanan Cirebon yang Dikenang dengan Musik dan Tarian
Salah satu yang menjadi target penaklukan saat Mataram diperintah Sultan Amangkurat I adalah Kerajaan Banten. Mengapa Banten?
Konon, di mata Sultan Amangkurat I, raja Kerajaan Banten terlalu sombong. Bahkan Sultan Amangkurat I juga merasa tersinggung dengan apa yang dilakukan Banten terhadap rakyat Mataram.
Dalam buku 'Disintegrasi Mataram: Dibawah Mangkurat I' karya H.J. De Graaf dikisahkan bagaimana Banten konon membunuh rakyatnya di negaranya sendiri. Atas perlakuan yang tidak berperikemanusiaan itu, Amangkurat I murka.
Ia pun siap menaklukkan Banten melalui skema pertempuran armada laut. Namun, sebelum berperang, Sultan Amangkurat I mengirimkan mata-mata untuk mengintai situasi Banten. Untuk tugas ini Sultan Amangkurat I konon menyerahkan tanggungjawab kepada Tumenggung Pati.
Sultan Amangkurat I sendiri konon tidak ikut serta, tetapi dari Mataram ia mengeluarkan perintah kepada Lurah Patra di Juwana, untuk berlayar menyusuri pantai ke arah barat dan mengusir semua orang Banten.Tidak hanya itu, ia juga mengeluarkan perintah kepada empat penguasa pantai untuk berlayar ke Sungai Craoan, yang berada di Karawang.
Masing-masing penguasa dengan enam perahu yang dilengkapi dengan persenjaan. Mereka menyelidiki apakah ada perahu-perahu Banten di sana. Bila ada konon Sultan Mataram itu langsung memerintahkan agar segera harus diusir.
Namun, sebelum operasi mata-mata dilakukan, Mataram meminta izin terlebih dahulu kepada Pemerintah Kompeni, sebab letak Banten sangat dekat dengan markas kompeni. Apa lagi, tanpa persetujuan Batavia tidak mungkin dapat diadakan serangan terhadap Banten.
Selanjutnya, skema penyerangan disusun. Puluhan armada dipersiapkan di pelabuhan-pelabuhan Juwana dan Jepara, 70 buah di Jepara, masing-masing dengan 40-50 awak kapal, dengan tiga orang pemimpin.
Pada tanggal 13 Oktober 1657, niscaya setelah armada dari Juwana bergabung dengan armada Jepara, bergeraklah mereka dari Jepara untuk menyapu bersih jalan ke Banten.
Baca Juga
Armada ini seluruhnya hanya terdiri dari 50 kapal layar, sedangkan diharapkan datang satuan-satuan kecil lainnya dari Tegal, Pati, dan Semarang. Setiap kapal berisikan 40 sampai 60 awak kapal, dipersenjatai senapan dan tombak.
Beberapa kapal lainnya juga memiliki alat-alat perang lainnya, seperti prinsentukjes dan bassen. Sebagian dari kapal-kapal itu digunakan untuk pengangkutan, dan membawa 1.000 ekor kuda untuk angkatan darat. Sebagai pemimpin disebut Kentol-Kentol Abadsara atau Ampatsara, saudara Ngabei Martanata, dan Wangsamarta.
.
Lihat Juga: Kisah Ki Gede Bungko, Laksamana Kesultanan Cirebon yang Dikenang dengan Musik dan Tarian
(don)