Kisah Raja Mataram Sultan Amangkurat I Berseteru dengan Kerajaan Banten
loading...
A
A
A
KERAJAAN Mataram dan Banten pernah mengalami perseteruan kala Sultan Amangkurat I bertahta. Putra dari Sultan Agung itu merasa tak merasa senang dengan Kerajaan Banten.
Sultan Amangkurat I konon tidak merasa senang terhadap Banten karena tak ingin dipandang lebih rendah dari Banten. Penguasa Mataram saat itu ingin tampil lebih superior dibanding Banten.
Bahkan suatu ketika dua Sultan Banten yang tua dan yang muda, pada bulan Februari 1649 menyuruh menghitung seluruh jumlah penduduk laki-laki di atas usia tujuh tahun, dan membagi-bagikan senapan kepada beberapa orang kepala, sebagaimana dikisahkan pada "Disintegrasi Mataram : Dibawah Mangkurat I".
Sementara kalangan berpendapat bahwa usaha menghitung ini dilakukan untuk mengetahui dengan tepat berapa besar kekuatan yang dapat dikumpulkan untuk menghadapi Mataram, apabila Mataram hendak memerangi Banten.
Sebaliknya, di Mataram Sultan Amangkurat I mencurigai orang-orang Banten, dan bertanya kepada seorang utusan Belanda yang berkunjung kepada apakah ada utusan Bali yang datang di Banten. Dengan demikian, ia merasa khawatir akan diserang dari kiri dan kanan, karena Bali merupakan musuh bebuyutannya.
Selain itu, sang Sultan itu ingin tahu betapa jauh letak Banten dari Batavia, mengingat saat itu dijelaskan dengan sebuah gambar yang dibuat dengan jari tangan oleh Tuan Kolektur di atas pasir. Sikap yang mengancam ini membuat Banten bersikap hati-hati.
Maka, tibalah sebuah perutusan Banten di Mataram sekitar tahun 1648-1649. Hanya Sadjarah Banten yang memuat keterangan tentang hal ini. Untuk hubungannya dengan Banten, Sunan memakai kaki tangannya di Cirebon.
Sultan Amangkurat I konon tidak merasa senang terhadap Banten karena tak ingin dipandang lebih rendah dari Banten. Penguasa Mataram saat itu ingin tampil lebih superior dibanding Banten.
Baca Juga
Bahkan suatu ketika dua Sultan Banten yang tua dan yang muda, pada bulan Februari 1649 menyuruh menghitung seluruh jumlah penduduk laki-laki di atas usia tujuh tahun, dan membagi-bagikan senapan kepada beberapa orang kepala, sebagaimana dikisahkan pada "Disintegrasi Mataram : Dibawah Mangkurat I".
Sementara kalangan berpendapat bahwa usaha menghitung ini dilakukan untuk mengetahui dengan tepat berapa besar kekuatan yang dapat dikumpulkan untuk menghadapi Mataram, apabila Mataram hendak memerangi Banten.
Sebaliknya, di Mataram Sultan Amangkurat I mencurigai orang-orang Banten, dan bertanya kepada seorang utusan Belanda yang berkunjung kepada apakah ada utusan Bali yang datang di Banten. Dengan demikian, ia merasa khawatir akan diserang dari kiri dan kanan, karena Bali merupakan musuh bebuyutannya.
Selain itu, sang Sultan itu ingin tahu betapa jauh letak Banten dari Batavia, mengingat saat itu dijelaskan dengan sebuah gambar yang dibuat dengan jari tangan oleh Tuan Kolektur di atas pasir. Sikap yang mengancam ini membuat Banten bersikap hati-hati.
Maka, tibalah sebuah perutusan Banten di Mataram sekitar tahun 1648-1649. Hanya Sadjarah Banten yang memuat keterangan tentang hal ini. Untuk hubungannya dengan Banten, Sunan memakai kaki tangannya di Cirebon.