Kisah Siti Manggopoh, Sosok Wanita Legendaris Berjuluk Singa Betina dari Minang

Senin, 12 Juni 2023 - 05:02 WIB
loading...
Kisah Siti Manggopoh, Sosok Wanita Legendaris Berjuluk Singa Betina dari Minang
Masjid Siti Manggopoh yang digunakan untuk mengatur strategi melawan Belanda. Foto/Dok. kebudayaan.kemdikbud.go.id
A A A
Belanda dengan semena-mena menerapkan sistem pajak atau belasting terhadap masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat. Tindakan semena-mena ini, menyinggung harkat dan martabat masyarakat Minangkabau, serta melanggar perjanjian Plakat Panjang.



Dalam perjanjian Plakat Panjang tersebut, salah satu pasalnya menyepakati Belanda berjanji tidak akan memungut pajak untuk rakyat Minangkabau. Namun kenyataannya, isi perjanjian itu tetap saja dilanggar, dan rakyat Minangkabau dikenai banyak jenis pajak.



Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, jenis pajak yang diterapkan Belanda yaitu hoofd belasting (pajak kepala), inkomsten belasting (pajak pemasukan suatu barang/cukai), herendiesten (pajak rodi), landrente (pajak tanah), dan wins beasting (pajak kemenangan/keuntungan).



Selain itu masih ada meubels belasting (pajak rumah tangga), slach belasting (pajak penyemblihan), honden belasting (pajak anjing), tabak belasting (pajak tembakau), adat huizen belasting (pajak rumah adat), dan berbagai pungutan pajak lainnya.

Pengingkaran Belanda terhadap perjanjian Plakat Panjang, dan penerapan pajak yang mencekik rakyat Minangkabau itu, mendapatkan perlawanan. Salah satu perlawanan itu datang dari seorang perempuan dari Nagari Manggopoh, bernama Mandeh Siti atau lebih dikenal dengan sebutan Siti Manggopoh.

Memimpin 16 orang temannya, Siti Manggopoh bak singa betina yang gagah berani melindungi tanah kelahirannya dari keserakahan Belanda. Dia begitu gagah berani mengangkat senjata melawan serdadu Belanda.

Belanda yang mengerahkan sebanyak 55 serdadunya, dibuat kalang kabut oleh serangan mematikan yang dilakukan Siti Manggopoh bersama 16 orang temannya tersebut. Akibat serangan itu, nyawa 53 serdadu Belanda melayang.

Menggunakan taktik perang gerilya dan taktik umpan untuk melakukan perlawanan, membuat pasukan Siti Manggopoh dengan mudah menakhlukkan pasukan Belanda. Tak kuasa menghadapi kekalahan, serdadu Belanda melakukan balasan secara membabibuta, dengan melakukan penangkapan massal terhadap warga Manggopoh.



Blokade total dilakukan serdadu Belanda, untuk menumpas perlawanan Siti Manggopoh bersama pasukannya. Bahkan, akibat blokade total tersebut, Nagari Manggopoh berubah menjadi daerah terisolir karena seluruh jalan ditutup barikade serdadu Belanda.

Perang yang dipicu oleh penarikan pajak secara semena-mena ini, terjadi pada tahun 1908. Dilansir dari kesbangpol.sumbarprov.go.id, perang Manggopoh bukanlah perlawanan lokal anak Nagari Manggopoh semata, namun merupakan bentuk perlawanan rakyat Sumatera Barat, terhadap penjajahan Belanda.

Siti Manggopoh, perempuan Minang yang begitu pemberani dan gagah berani mengangkat sejata melawan penjajah Belanda. Dia seperti singa betina dari Minang, yang tak mengenal rasa takut untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah.

Siti Manggopoh wafat pada 20 Agustus 1965 di Gasan Gadang, Padang Pariaman. Proses pemakaman Siti Manggopoh dilaksanakan secara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Lolong, Padang.

Pemerintah mengakui jasa-jasa Siti Manggopoh dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dan menetapkannya sebagai Perintis Kemerdekaan sejak 1964. Penetapan ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor Pol: 1379/64/P.K. Lembaran Negara nomor 19/1964, tanggal 17 Januari 1964.



Salah satu peninggalan dan jejak perang Manggopoh, yang hingga kini masih berdiri kokoh adalah Masjid Siti Manggopoh. Di masjid ini, sering digunakan sebagai tempat rapat dan menyusun strategi melawan penjajah Belanda.

Dalam laman kebudayaan.kemdikbud.go.id disebutkan, digunakannya masjid tersebut sembagai tempat mengatur strategi perang melawan Belanda, diketahui dari keterangan takmir Masjid Gadang Manggopoh, Abrur Muthalib. Masjid kuno itu, dibangun sekitar tahun 1842, atas Prakarsa Syech Abdul Muthalib atau dikenal dengan sebutan Ungku Batu Bidai.

Masjid Gadang Manggopoh tersebut, digunakan sebagai tempat mengaji, salat, dan tempat untuk musyawarah bagi niniak mamak tujuh suku Manggopoh. Suami Siti Manggopoh, Asyik Bagindo Magek, juga menjadikan masjid tersebut sebagai tempat latihan bela diri.

Saat ini di depan masjid tersebut, juga terdapat kompleks makam Tabuah Sutan Mangkuto atau Siti Manggopoh. Di area pemakaman tersebut, dimakamkan jenazah para tokoh pejuang yang gugur dalam perang Manggopoh pada tahun 1908.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6486 seconds (0.1#10.140)