Ini Penjelasan Tim Peneliti soal Arak Bali untuk Terapi COVID-19
loading...
A
A
A
DENPASAR - Gubernur Bali I Wayan Koster mengklaim, ramuan tradisional berbahan dasar arak, manjur untuk mengobati orang positif terpapar COVID-19.
Tim peneliti yang ditugaskan membuat usada atau ramuan tradisional itu membeberkan penemuannya tersebut. (BACA JUGA: Gubernur Bali Sebut Ramuan Arak Bali Manjur Sembuhkan COVID-19 )
"Kami namakan ini terapi usada arak," kata ketua tim Profesor Made Agus Gelgel Wirasuta mengawali perbincangannya dengan SINDOnews.com, Kamis (23/7/2020). (BACA JUGA: Diusir dari Vila, Turis Rumania Jadi Gelandangan di Bali )
Dia mengemukakan, penemuan itu bermula dari cerita satu keluarga di Bangli, Bali yang sembuh dari COVID-19 setelah melakukan terapi dengan menghirup uap arak yang dipanaskan pada Mei 2020 lalu.
Setelah dua hari melakukan terapi tersebut, ujar Wirasuta, hasil tes swab satu keluarga yang terdiri dari lima orang itu, dinyatakan negatif.
Gubernur Bali I Wayan Koster yang mendapat informasi itu kemudian meminta Wirasuta dan timnya membuat formula berbahan dasar arak yang tepat dan aman untuk menyembuhkan pasien COVID-19.
Kebetulan dari awal, Wirasuta sudah ditunjuk untuk memperbaiki kualitas arak Bali setelah minuman tradisional ini dilegalkan melalui Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Wirasuta menolak mengungkap detil ramuan tradisional itu karena dalam persiapan untuk dipatenkan. "Yang pasti sudah melalui riset dan tahapan fermentasi dan destilasi," ujar pengelola Laboratorium Forensik Sain dan Kriminilogi Universitas Udayana ini.
Setelah jadi, tutur Wirasuta, ramuan tradisonal itu kemudian diujicobakan kepada 19 orang yang menjalani isolasi di tempat karantina. Hasilnya, ada 15 orang yang kemudian hasil tes swab-nya negatif setelah tiga hari menjalani terapi usada arak.
Wirasuta menuturkan, terapi usada arak harus menggunakan alat bantu nebulator untuk menghirup uap atau kabut dari ramuan itu. "Karena di Amerika sudah booming juga memakai alkohol dan banyak kejadian terjadi efek burning kebakaran. Saya tidak mau itu terjadi di kita," tandas ahli toksikologi forensik ini.
Dalam menjalani terapi, ungka Wirasuta, pasien harus melakukannya setiap pagi, siang, dan sore. "Lamanya satu menit. Hanya satu menit, tidak boleh lebih," tandas Wirasuta.
Tim peneliti yang ditugaskan membuat usada atau ramuan tradisional itu membeberkan penemuannya tersebut. (BACA JUGA: Gubernur Bali Sebut Ramuan Arak Bali Manjur Sembuhkan COVID-19 )
"Kami namakan ini terapi usada arak," kata ketua tim Profesor Made Agus Gelgel Wirasuta mengawali perbincangannya dengan SINDOnews.com, Kamis (23/7/2020). (BACA JUGA: Diusir dari Vila, Turis Rumania Jadi Gelandangan di Bali )
Dia mengemukakan, penemuan itu bermula dari cerita satu keluarga di Bangli, Bali yang sembuh dari COVID-19 setelah melakukan terapi dengan menghirup uap arak yang dipanaskan pada Mei 2020 lalu.
Setelah dua hari melakukan terapi tersebut, ujar Wirasuta, hasil tes swab satu keluarga yang terdiri dari lima orang itu, dinyatakan negatif.
Gubernur Bali I Wayan Koster yang mendapat informasi itu kemudian meminta Wirasuta dan timnya membuat formula berbahan dasar arak yang tepat dan aman untuk menyembuhkan pasien COVID-19.
Kebetulan dari awal, Wirasuta sudah ditunjuk untuk memperbaiki kualitas arak Bali setelah minuman tradisional ini dilegalkan melalui Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Wirasuta menolak mengungkap detil ramuan tradisional itu karena dalam persiapan untuk dipatenkan. "Yang pasti sudah melalui riset dan tahapan fermentasi dan destilasi," ujar pengelola Laboratorium Forensik Sain dan Kriminilogi Universitas Udayana ini.
Setelah jadi, tutur Wirasuta, ramuan tradisonal itu kemudian diujicobakan kepada 19 orang yang menjalani isolasi di tempat karantina. Hasilnya, ada 15 orang yang kemudian hasil tes swab-nya negatif setelah tiga hari menjalani terapi usada arak.
Wirasuta menuturkan, terapi usada arak harus menggunakan alat bantu nebulator untuk menghirup uap atau kabut dari ramuan itu. "Karena di Amerika sudah booming juga memakai alkohol dan banyak kejadian terjadi efek burning kebakaran. Saya tidak mau itu terjadi di kita," tandas ahli toksikologi forensik ini.
Dalam menjalani terapi, ungka Wirasuta, pasien harus melakukannya setiap pagi, siang, dan sore. "Lamanya satu menit. Hanya satu menit, tidak boleh lebih," tandas Wirasuta.
(awd)