Mengerikan! Pasien Aborsi Dokter Arik di Bali Capai 1.338 Orang
loading...
A
A
A
DENPASAR - Praktik aborsi ilegal dokter Ketut Arik Wijantara (53) sangat mengerikan. Bahkan pasiennya kini mencapai 1.338 orang, sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswi.
Wasir Reskrimsus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra menyebutkan, dari hasil penyelidikan, Arik merupakan dokter gigi dan tidak tercatat di Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dia juga tidak punya keahlian melakukan aborsi.
"Pasiennya mayoritas anak muda usia produktif. Ada pelajar, mahasiswi dan sudah bekerja tapi belum menikah," katanya, Selasa (16/5/2023).
Praktik aborsi dilakukan dari belajar secara otodidak. Peralatan aborsi dibeli secara online oleh dokter yang telah dua kali dipenjara dalam kasus serupa pada tahun 2006 dan 2009 ini.
Dokter Arik lalu mulai membuka praktik aborsi pada April 2020. "Dibantu seorang perempuan yang hanya pembantu rumah tangga," papar Candra.
Sementara itu, pemerhati anak Siti Sapurah mendesak polisi mengungkap jaringan dokter Arik. "Dia ini dokter gigi, bukan obgyn. Tapi bisa punya keahlian menggugurkan janin," ujarnya.
Sapurah curiga pengakuan dokter Arik bisa mengaborsi dari belajar secara otodidak hanya untuk menutupi jaringannya yang tidak menutup kemungkinan melibatkan dokter lainnya.
Diberitakan sebelumnya, dokter Arik ditangkap saat baru saja melakukan praktik aborsi kepada seorang pasien di tempat praktiknya di Jalan Raya Padang Luwih Dalung, Kuta Utara, 8 Mei 2023 lalu.
Polisi menyita barang bukti yang terdiri buku catatan rekap pasien, 1 alat USG, 1 dry heat sterilizer plus ozon, 1 bed modifikasi dengan penopang kaki, peralatan kuretase, obat bius, obat paska aborsi, handphone dan uang tunai Rp3,5 juta.
Dokter Arik ditangkap untuk ketiga kalinya. Sebelumnya, dia ditangkap atas kasus aborsi ilegal ratusan janin, 2005 silam. Dia divonis 2,5 tahun dan bebas 2007. Dokter Arik kembali ditangkap dalam kasus serupa dan divonis 6 tahun penjara.
Dia hanya dijerat Pasal 77 jo Pasal 73 ayat 1, Pasal 78 jo Pasal 73 ayat 2 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Kedokteran dan Pasal 194 jo Pasal 75 ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda Rp10 Miliar.
Lihat Juga: Pelaku Usaha Depot Air Minum di Bali Antusias Ikuti Pelatihan Manajemen Higiene dan Sanitasi
Wasir Reskrimsus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra menyebutkan, dari hasil penyelidikan, Arik merupakan dokter gigi dan tidak tercatat di Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dia juga tidak punya keahlian melakukan aborsi.
"Pasiennya mayoritas anak muda usia produktif. Ada pelajar, mahasiswi dan sudah bekerja tapi belum menikah," katanya, Selasa (16/5/2023).
Praktik aborsi dilakukan dari belajar secara otodidak. Peralatan aborsi dibeli secara online oleh dokter yang telah dua kali dipenjara dalam kasus serupa pada tahun 2006 dan 2009 ini.
Dokter Arik lalu mulai membuka praktik aborsi pada April 2020. "Dibantu seorang perempuan yang hanya pembantu rumah tangga," papar Candra.
Sementara itu, pemerhati anak Siti Sapurah mendesak polisi mengungkap jaringan dokter Arik. "Dia ini dokter gigi, bukan obgyn. Tapi bisa punya keahlian menggugurkan janin," ujarnya.
Sapurah curiga pengakuan dokter Arik bisa mengaborsi dari belajar secara otodidak hanya untuk menutupi jaringannya yang tidak menutup kemungkinan melibatkan dokter lainnya.
Diberitakan sebelumnya, dokter Arik ditangkap saat baru saja melakukan praktik aborsi kepada seorang pasien di tempat praktiknya di Jalan Raya Padang Luwih Dalung, Kuta Utara, 8 Mei 2023 lalu.
Polisi menyita barang bukti yang terdiri buku catatan rekap pasien, 1 alat USG, 1 dry heat sterilizer plus ozon, 1 bed modifikasi dengan penopang kaki, peralatan kuretase, obat bius, obat paska aborsi, handphone dan uang tunai Rp3,5 juta.
Dokter Arik ditangkap untuk ketiga kalinya. Sebelumnya, dia ditangkap atas kasus aborsi ilegal ratusan janin, 2005 silam. Dia divonis 2,5 tahun dan bebas 2007. Dokter Arik kembali ditangkap dalam kasus serupa dan divonis 6 tahun penjara.
Dia hanya dijerat Pasal 77 jo Pasal 73 ayat 1, Pasal 78 jo Pasal 73 ayat 2 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Kedokteran dan Pasal 194 jo Pasal 75 ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda Rp10 Miliar.
Lihat Juga: Pelaku Usaha Depot Air Minum di Bali Antusias Ikuti Pelatihan Manajemen Higiene dan Sanitasi
(nic)