Bawa Pulang Jenazah Diduga COVID-19 di Blitar, Ditarik Biaya Rp8 Juta

Selasa, 21 Juli 2020 - 19:46 WIB
loading...
Bawa Pulang Jenazah Diduga COVID-19 di Blitar, Ditarik Biaya Rp8 Juta
Pemakaman Abdul Azis warga Garum, Kabupaten Blitar memakai protokoler COVID-19. Keluarga harus membayar Rp8,7 juta untuk bisa mengambil jenazah dari rumah sakit. Foto/Ist
A A A
BLITAR - Perawatan sekaligus pemulasaran jenazah pasien dengan protokol kesehatan COVID-19 di rumah sakit Kabupaten Blitar , Jatim ternyata dipungut biaya. Rudi Handoko, warga Kelurahan/Kecamatan Garum mengatakan terpaksa merogoh kocek Rp8 juta lebih untuk bisa membawa pulang jenazah ayah mertuanya dari rumah sakit.

"Kalau tidak membayar, kata pihak rumah sakit jenazah tidak bisa dibawa pulang, "tutur Rudi Handoko, Selasa (21/7/2020). Pada pukul 03.20 Wib dini hari tanggal 10 Juli 2020, Abdul Aziz (57), ayah mertua Rudi meninggal dunia di ruang UGD RS Medika Utama, Kanigoro, Blitar. (Baca juga: 8 Petugas Pemutakhiran Data Pemilih Pilkada Bantul Terpapar COVID-19)

"Sekitar satu jam di UGD rumah sakit, kemudian meninggal dunia, "tambah Rudi menjelaskan. Almarhum Abdul Azis memiliki riwayat stroke yang membuat satu lengannya tidak berfungsi maksimal. Paska serangan stroke yang kedua tersebut, 3 tahun lamanya Abdul Azis hidup dengan satu lengan lumpuh layu. (Baca juga: 2 Anggota KKSB Pimpinan Egianus Kogoya Tewas Ditembak di Nduga Papua)

Rudi menceritakan, sejak itu ayah mertuanya lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah. "Paling keluar rumah untuk salat jamaah di masjid dekat lingkungan rumah," papar Rudi. Malam itu kata Rudi, ayah mertuanya tiba tiba kehilangan kesadaran dan jatuh pingsan.

Tiba di UGD rumah sakit, ayah mertua Rudi belum juga siuman. Belum sempat dibawa ke ruang penanganan lebih intensif, sekitar 1 jam kemudian petugas medis mengumumkan pasien Abdul Azis meninggal dunia. Pihak keluarga, kata Rudi langsung memutuskan membawa pulang jenazah untuk dimakamkan.

"Saya yang kemudian mendatangi bagian administrasi rumah sakit untuk menanyakan prosedurnya," kata Rudi. Saat bertemu petugas administrasi rumah sakit, Rudi mengaku kaget. Petugas menyampaikan, jenazah pasien tidak bisa dibawa pulang sebelum keluarga melunasi pembayaran.

Besarnya Rp10 juta, namun kemudian didiskon menjadi Rp8,7 juta. Petugas, kata Rudi juga menyampaikan bahwa semua proses medis hingga pemakaman jenazah pasien, menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Ayah mertuanya sempat diambil swab test dan jenazahnya diperlakukan sebagaimana penderita COVID-19.

"Saat itu saya sempat bertanya, bagaimana kalau kami tidak membayar?, Dijawab petugas rumah sakit jenazah tidak boleh dibawa pulang," terang Rudi.

Bagi keluarga Rudi yang berlatar belakang petani biasa, uang Rp8,7 juta bukan nominal yang kecil. Malam itu juga Rudi mengaku kesana kemari mencari pinjaman uang. Entah bagaimana caranya ia harus bisa mengeluarkan jenazah mertuanya dari rumah sakit.

"Alhamdulillah, untungnya dapat pinjaman dan langsung saya bayarkan ke rumah sakit, "papar Rudi. Jenazah Abdul Azis dengan keterangan surat kematian meninggal dunia karena penyakit menular ditempatkan ke dalam sebuah peti mati.

Dari rumah sakit menuju Tempat Pemakaman Umum (TPU) desa, diantar mobil jenazah dengan pengawalan aparat kepolisian. Seluruh proses pemakaman dilakukan petugas medis yang semuanya mengenakan baju APD (alat pelindung diri).

"Saya sempat ngecek peti jenazahnya. Sebagian besar bahannya triplek," kata Rudi. Meski hasil swab test Abdul Azis belum keluar, protokol phyisical distancing diberlakukan dengan ketat. Terutama kepada warga yang bertakziah ke rumah duka.

Begitu juga dengan pelaksanaan tradisi doa tahlil yang digelar. Juga harus memperhatikan protokol kesehatan. Menurut Rudi, pada hari pemakaman mertuanya itu sejumlah aparat kepolisian juga berjaga ketat di rumah duka. Hal itu menyusul keterangan dari petugas, ia dan lima orang anggota keluarga lain harus menjalani karantina mandiri selama 14 hari.

"Kami berenam patuh. Semua tidak ada yang beraktivitas keluar rumah. Lagian juga disampaikan untuk kebutuhan makan selama karantina mandiri akan ada bantuan," terang Rudi. Kabar keluarga Rudi harus mengkarantina diri dalam sekejap menyebar.

Karantina mandiri COVID-19 tersebut membuat para tetangga takut mendekat. Selama karantina berlangsung, Rudi dan keluarganya merasa terkucil. Sementara bantuan makanan selama karantina mandiri seperti yang dijanjikan petugas tidak pernah ada.

"Apa yang dikatakan bantuan makanan itu tidak pernah ada," keluh Rudi. Pada hari keenam karantina mandiri, Rudi dan keluarganya diberitahu petugas Gugus Tugas untuk menjalani rapid test COVID-19. Rudi sempat meminta rapid dilaksanakan di rumah, namun ditolak.

Mereka berenam diminta melakukan rapid test dilakukan di puskesmas dan hasilnya semuanya non reaktif. Rudi juga menerima hasil swab test ayah mertuanya yang dinyatakan negatif. Sesuai surat keterangan yang ia terima, spesimen (swab) ayah mertuanya diambil pada 10 Juli 2020.

Pihak RS Medika Utama mengirim swab ke laboratorium RSUD dr Iskak Tulungagung pada 13 Juli 2020, keluar hasil negatif 14 Juli 2020, dan baru diumumkan pada 16 Juli 2020. "Saat itu juga saya mendatangi pihak desa meminta mereka menyampaikan ke masyarakat bahwa kami semua sehat, "kata Rudi.

Tidak berhenti di situ. Rudi yang kemudian menerima kuitansi pembayaran Rp8,7 juta untuk perawatan dan pemulangan jenazah ayah mertuanya mencoba mempertanyakan ulang soal pembayaran ke RS Medika Utama.

Kalau memang diperlakukan sebagai pasien COVID-19, kata Rudi kenapa keluarga pasien masih harus membayar? Dari informasi yang dihimpun Rudi, kata dia diduga bukan keluarganya saja yang bernasib demikian. Diduga tidak sedikit keluarga yang terkait COVID-19 yang juga dipungut biaya.

"Pihak rumah sakit hanya diam. Secara lisan sempat dikatakan uang pembayaran Rp8,7 juta akan dikembalikan, tapi menunggu pengajuan dulu ke kementerian kesehatan," ungkap Rudi yang menilai banyak keganjilan dalam penanganan COVID-19. Sementara itu, pihak RS Medika Utama, Kabupaten Blitar belum bisa dikonfirmasi.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1540 seconds (0.1#10.140)