Potensi Filantropi Perlu Dukungan Kebijakan dan Riset
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan Forum Nasional I Filantropi Kesehatan secara daring selama dua hari Selas-Rabu (21-22/7/2020).
Acara ini diselenggarakan untuk menggali potensi pendanaan filantropi untuk pembangunan kesehatan di Indonesia sekaligus diseminasi riset perdana kerja sama anatar PKMK FKKMK UGM dengan Perhimpunan Filantropi Indonesia. (Baca: Bipartit Karyawan dan Manajemen PT SRR CV MGL Temui Jalan Buntu)
Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia, Hamid Abidin menjelaskan potensi filantropi kesehatan di Indonesia sebenarnya sangat besar. Seperti sumbangan penanganan COVID-19 mencapai jumlah Rp905 Miliar. Meski begitu belum didukung dengan kebijakan yang kondusif serta riset dan data yang memadai.
Harusnya pemerintah dapat berperan dalam menyediakan iklim kebijakan yang kondusif berupa kemudahan, penghargaan, dan insentif pajak, meningkatkan kapasitas organisasi dan efektivitas program, membantu penyediaan data dan pengembangan riset, serta membantu pengembangan dan keberlanjutan program melalui kebijakan dan adaptasi program.
“Di luar negeri filantropi mendapatkan insentif berupa tax deduction dan tax exemption. Di Indonesia kita mempunyai kebijakan insentif pajak untuk 5 bidang, tapi sayangnya kesehatan tidak termasuk di dalamnya,” kata Hamid, Selasa (21/7/2020). (Baca: Genjot Tes Massal COVID, Jateng Tingkatkan Kapasitas Tes 4.991 Perhari)
Untuk itu perlu dilakukan edukasi terhadap masyarakat yang menjadi donatur, sehingga dapat memberikan donasi secara terorganisir dan jangka panjang. “Tidak hanya program kesehatan yang kuratif tetapi juga program yang bersifat preventif dan promotif yang dampak dan fungsinya sangat strategis untuk kesehatan,” ucapnya.
Hal yang sama diungkapkan konsultan dan peneliti PKMK FKKMK UGM, Shita Listya Dewi. Ia mengatakan peran sektor filantropi terhadap pembangunan kesehatan di Indonesia sangat besar dan masih bisa digali lebih banyak lagi. “Karena itu perlu mengedukasi masyarakat sebagai donatur dan mendorong pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih kondusif bagi para filantropi,” jelasnya.
Peneliti utama PKMK FKKMK UGM, Jodi Visnu menambahkan meskipun pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 5,2%, namun proporsi total pengeluaran kesehatan atas PDB tetap stagnan di angka 3,2-3,3%. Untuk itu, sumber keuangan lain seperti filantropi dirasa perlu untuk melengkapi sistem pembiayaan kesehatan di masa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Acara ini diselenggarakan untuk menggali potensi pendanaan filantropi untuk pembangunan kesehatan di Indonesia sekaligus diseminasi riset perdana kerja sama anatar PKMK FKKMK UGM dengan Perhimpunan Filantropi Indonesia. (Baca: Bipartit Karyawan dan Manajemen PT SRR CV MGL Temui Jalan Buntu)
Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia, Hamid Abidin menjelaskan potensi filantropi kesehatan di Indonesia sebenarnya sangat besar. Seperti sumbangan penanganan COVID-19 mencapai jumlah Rp905 Miliar. Meski begitu belum didukung dengan kebijakan yang kondusif serta riset dan data yang memadai.
Harusnya pemerintah dapat berperan dalam menyediakan iklim kebijakan yang kondusif berupa kemudahan, penghargaan, dan insentif pajak, meningkatkan kapasitas organisasi dan efektivitas program, membantu penyediaan data dan pengembangan riset, serta membantu pengembangan dan keberlanjutan program melalui kebijakan dan adaptasi program.
“Di luar negeri filantropi mendapatkan insentif berupa tax deduction dan tax exemption. Di Indonesia kita mempunyai kebijakan insentif pajak untuk 5 bidang, tapi sayangnya kesehatan tidak termasuk di dalamnya,” kata Hamid, Selasa (21/7/2020). (Baca: Genjot Tes Massal COVID, Jateng Tingkatkan Kapasitas Tes 4.991 Perhari)
Untuk itu perlu dilakukan edukasi terhadap masyarakat yang menjadi donatur, sehingga dapat memberikan donasi secara terorganisir dan jangka panjang. “Tidak hanya program kesehatan yang kuratif tetapi juga program yang bersifat preventif dan promotif yang dampak dan fungsinya sangat strategis untuk kesehatan,” ucapnya.
Hal yang sama diungkapkan konsultan dan peneliti PKMK FKKMK UGM, Shita Listya Dewi. Ia mengatakan peran sektor filantropi terhadap pembangunan kesehatan di Indonesia sangat besar dan masih bisa digali lebih banyak lagi. “Karena itu perlu mengedukasi masyarakat sebagai donatur dan mendorong pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih kondusif bagi para filantropi,” jelasnya.
Peneliti utama PKMK FKKMK UGM, Jodi Visnu menambahkan meskipun pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 5,2%, namun proporsi total pengeluaran kesehatan atas PDB tetap stagnan di angka 3,2-3,3%. Untuk itu, sumber keuangan lain seperti filantropi dirasa perlu untuk melengkapi sistem pembiayaan kesehatan di masa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
(don)