Agar Jejak Digital Tidak Menjadi Bom Waktu, Patuhi Tata Krama dalam Berinteraksi

Minggu, 16 April 2023 - 12:50 WIB
loading...
Agar Jejak Digital Tidak...
Internat saat ini diakses sekitar 272 juta warga atau 73 persen populasi Indonesia (HotSuite 2022). Namun dari jumlah itu masih banyak yang belum memahami etika dan tata kramanya. Foto ilsutrasi
A A A
NGANJUK - Internat saat ini diakses sekitar 272 juta warga atau 73 persen populasi Indonesia (HotSuite 2022). Namun dari jumlah itu masih banyak yang belum memahami etika dan tata kramanya. Seolah ruang digital bebas dari tata krama dan etika.

”Kalau kita tidak bijak memanfaatkan dan mematuhi etika dan tata krama dalam berinteraksi sosial, jejak digital itu bahkan bisa jadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak, menghancurkan karier dan masa depan kita,” papar Eko.

Hal itu disampaikan Eko Pamuji, dosen dan Sekretaris PWI Jatim, dalam diskusi literasi digital di Lapangan Bola Voli Tembarak, Kertosono, Kab. Nganjuk, Jawa Timur, Sabtu (15/4/23) malam.

”Masih banyak penghuni menjadikan ruang digital, yang makin mudah diakses dan nyaman untuk berinteraksi, menjadi ruang bebas seolah tak ada batas dan tata krama,” kata Eko dalam duskusi luring bertema ”Bijak Berinteraksi di Media Sosial” itu.

Diskusi luring itu sendiri digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) ini diikuti kalangan komunitas pemuda Kabupaten Nganjuk. Selain Eko, diskusi juga menghadirkan narsum dosen dan digital enthusiast M. Adhi Prasnowo, dosen/Chief Executive Regional of ACSB East Java Meithiana Indrasari.

Lanjut Eko, kendati ruang digital tidak terbatas, bukan berarti kita boleh sembarang menyebar kabar bohong (hoaks), menghasut, mencela, apalagi mencemarkan nama baik orang. ”Jangan abaikan etika dan tata krama. Terlebih di media sosial. Hati-hati,” pesan Eko.

Menurut Eko, larangan untuk mencela sembarangan dan memfitnah orang di media sosial, salah satunya karena tindakan itu akan menjadi jejak digital yang merekam abadi nama baik Anda dan tak bisa dihapus selamanya.

Itu sebabnya, Eko berpesan untuk jangan sembrono di media sosial. Semua ada etika dan tata krama yang mesti dipatuhi. ”Dan, etika itu sejatinya sama dengan tata krama dunia nyata. Jarimu akan jadi harimaumu, yang bisa menerkam kariermu setiap waktu,” pungkas Eko.

Sementara itu, Adhi Prasnowo menguraikan tips bijak menjaga jejak digital agar selalu positif dan membangun nama baik. Antara lain dengan menjaga ruang digital sebagai ruang yang tetap berbudaya. Juga, saling menghormati antar-penggunanya.

Meski tak ketemu fisik, kata Adhi, jangan mudah mencela dan menebar fitnah yang berisiko memunculkan ancaman hukuman di dunia nyata.
”Sebab, kalau masuk kategori pencemaran nama baik, hukumannya nyata, karena semua sudah diatur di UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),” tutur Adhi Prasnowo.

Jadi, agar aman dan nyaman, Meithiana Indrasari pun memberikan saran. Yakni, biasakan melakukan cek kebenaran informasi yang kita dapat sebelum di-share di medsos. Banyak aplikasi cek fakta dan aplikasi antihoaks di Google dan beragam situs resmi, juga Kominfo RI.

”Dengan begitu, apa yang kita posting dan share terjaga akurasinya. Jejak digital kita juga selalu terjaga positif, sehingga karier kita akan terus aman di masa depan. Apa pun pilihan karier kita, tak terganggu oleh jejak digital di masa lalu,” pungkas Meithiana.
(don)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2577 seconds (0.1#10.140)