Kisah I Wayan Reka, Seniman Barong Bali yang Terus Berkarya di Usia Senja
loading...
A
A
A
GIANYAR - Tubuh mulai dimakan usia senja. Jari-jari tak lagi sekuat masa munda. Tetapi tidak ada kata menyerah bagi I Wayan Reka, seniman pembuat Barong khas Bali ini tetap berkarya meski usianya telah memasuki 81 tahun.
Sorot matanya masih tajam saat melihat dan melakukan proses penyelesaian akhir barong-barong karyanya. Dia dengan teliti mengukir, hingga mengecat barong-barong tersebut, hingga karakter barong itu hidup.
Usia senja tak membatasinya untuk terus bergerak dan berkarya. Dia tak ingin berdiam diri, seniman barong asal Sukawari, Kabupaten Gianyar, Bali ini, terus aktif berkarya membuat barong. Bahkan, hasil karyanya banyak yang dikirim ke luar negeri.
Meski sudah disebut sebagai maestro seniman barong, I Wayan Reka tetap sederhana. "Masih banyak wisatawan dari mancanegara yang memesan barong, seperti dari Amerika Serikat, Jepang, dan Prancis," ungkapnya.
Karakter yang hidup dari barong karyanya, membuat banyak barong-barong yang dibuatnya kini menghiasi pura-pura di Bali, untuk dijadikan benda sakral sebagai piranti peribadatan di dalam pura.
Berada di sanggarnya yang ada di Jalan Lettu Nengah Duaji, Kabupaten Gianyar, Bali, I Wayan Reka banyak dibantu anak-anak muda untuk terus menjaga kelestarian seni tradisional tersebut.
Anak-anak muda di sanggar tersebut, juga turut memproduksi dan belajar membuat barong yang berkarakter. Kehadiran generasi muda dengan dipandu langung oleh I Wayan Reka, membuat pesanan barong dari hotel dan pura di Bali, dapat diselesaikan tepat waktu.
Badai pandemi Covid-19 yang terjadi sepanjang tiga tahun, diakui I Wayan Reka masih berdampak hingga kini. Pesanan dari dalam negeri dan luar negeri, relatif menurun. Bahkan ada barong yang sudah selesai dipesan, namun belum diambil dan dibayar oleh pemesannya.
I Wayan Reka terus bergerak dan berkreasi, di tengah segala keterbatasan. Dia bukan hanya berkarya membuat barong saja. Berbagai karya seni tradisional dia buat, seperti topeng celuluk, topeng rangda, dan topeng wali.
Seni tradisional itu telah tumbuh di hati, dan menghiasi detak jantung yang memompa darah di seluruh tubuhnya untuk menciptakan kehidupan. Seperti darah yang terus mengalir, I Wayan Reka tetap berkarya sepanjang hanyat untuk menjaga tradisi tanah leluhurnya.
Sorot matanya masih tajam saat melihat dan melakukan proses penyelesaian akhir barong-barong karyanya. Dia dengan teliti mengukir, hingga mengecat barong-barong tersebut, hingga karakter barong itu hidup.
Usia senja tak membatasinya untuk terus bergerak dan berkarya. Dia tak ingin berdiam diri, seniman barong asal Sukawari, Kabupaten Gianyar, Bali ini, terus aktif berkarya membuat barong. Bahkan, hasil karyanya banyak yang dikirim ke luar negeri.
Baca Juga
Meski sudah disebut sebagai maestro seniman barong, I Wayan Reka tetap sederhana. "Masih banyak wisatawan dari mancanegara yang memesan barong, seperti dari Amerika Serikat, Jepang, dan Prancis," ungkapnya.
Karakter yang hidup dari barong karyanya, membuat banyak barong-barong yang dibuatnya kini menghiasi pura-pura di Bali, untuk dijadikan benda sakral sebagai piranti peribadatan di dalam pura.
Berada di sanggarnya yang ada di Jalan Lettu Nengah Duaji, Kabupaten Gianyar, Bali, I Wayan Reka banyak dibantu anak-anak muda untuk terus menjaga kelestarian seni tradisional tersebut.
Anak-anak muda di sanggar tersebut, juga turut memproduksi dan belajar membuat barong yang berkarakter. Kehadiran generasi muda dengan dipandu langung oleh I Wayan Reka, membuat pesanan barong dari hotel dan pura di Bali, dapat diselesaikan tepat waktu.
Badai pandemi Covid-19 yang terjadi sepanjang tiga tahun, diakui I Wayan Reka masih berdampak hingga kini. Pesanan dari dalam negeri dan luar negeri, relatif menurun. Bahkan ada barong yang sudah selesai dipesan, namun belum diambil dan dibayar oleh pemesannya.
I Wayan Reka terus bergerak dan berkreasi, di tengah segala keterbatasan. Dia bukan hanya berkarya membuat barong saja. Berbagai karya seni tradisional dia buat, seperti topeng celuluk, topeng rangda, dan topeng wali.
Seni tradisional itu telah tumbuh di hati, dan menghiasi detak jantung yang memompa darah di seluruh tubuhnya untuk menciptakan kehidupan. Seperti darah yang terus mengalir, I Wayan Reka tetap berkarya sepanjang hanyat untuk menjaga tradisi tanah leluhurnya.
(eyt)