Dituntut 8 Tahun Bui, Hak Politik Eks Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna Dicabut
loading...
A
A
A
BANDUNG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Wali Kota Cimahi , Ajay M Priatna dengan hukuman delapan tahun penjara. Bahkan, hak politik Ajay pun dicabut selama 5 tahun.
Hal itu terungkap dalam sidang yang beragendakan pembacaan tuntutan kepada terdakwa Ajay M Priatna di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (28/3/2023).
JPU KPK menilai, Ajay bersalah lantaran memberi suap kepada penyidik KPK dan menerima gratifikasi dari beberapa kepala OPD dan beberapa orang camat di Kota Cimahi. "Tuntutan pidana Ajay M Priatna, pidana penjara selama 8 tahun," kata Fadli, kuasa hukum Ajay saat dikonfirmasi.
Selain tuntutan 8 tahun bui, Ajay juga dituntut dengan membayar denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp250 juta. Ajay juga dituntut supaya dicabut hak politiknya selama 5 tahun.
Fadli mengatakan, tim JPU KPK menganggap kliennya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 12B UU Tipikor.
Untuk diketahui, Ajay M. Priatna menjadi terdakwa kasus dugaan tipikor berupa memberi suap dan menerima gratifikasi. Dakwan tersebut diungkapkan JPU di PN Bandung pada Rabu (30/11/2022) silam.
Jaksa mengatakan, sekitar Oktober 2020, Ajay mendapatkan informasi adanya kegiatan penyelidikan yang dilakukan KPK terkait dugaan tipikor di Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang letaknya dekat dengan Kota Cimahi. Kemudian, Ajay menginginkan agar penyelidikan yang dilakukan tak dilakukan pula di Kota Cimahi.
Dia lalu memerintahkan seorang bernama Syaeful Bahri dan dikenalkan dengan seorang penyidik di KPK bernama Stepanus Robin Pattuju. Mereka lalu sepakat untuk bertemu di sebuah hotel yang terletak di DKI Jakarta.
Keduanya lalu sepakat untuk bertemu di hotel yang telah dijanjikan. Ketika itu, Ajay membawa uang senilai Rp102 juta yang disimpannya di dalam tas. Ketika bertemu, Stepanus juga sempat memperlihatkan ID card-nya untuk meyakinkan Ajay.
"Memperlihatkan ID card pegawai KPK miliknya kepada terdakwa untuk meyakinkan terdakwa bahwa Stepanus Robin Pattuju adalah benar penyidik KPK," kata jaksa.
Kemudian, ketika bertemu, Ajay juga sempat bertanya pada Stepanus soal benar atau tidaknya ada kegiatan penyelidikan dari KPK di sekitar wilayah Bandung Raya yang melibatkan dirinya.
Pertanyaan itu pun dibenarkan oleh Stepanus. Stepanus pun kemudian berujar bahwa dirinya dapat membantu Ajay asalkan disediakan uang senilai Rp1,5 miliar.
Permintaan itu tak langsung disetujui oleh Ajay. Ajay mengaku hanya bisa memberikan uang senilai Rp500 juta kepada Stepanus dan disetujui oleh Stepanus. Uang yang dijanjikan tersebut diserahkan dalam tiga tahap selama rentang tanggal 14 Oktober hingga 24 Oktober.
Pertama, Ajay menyerahkan uang senilai Rp100 juta. Kedua, Ajay menyerahkan uang senilai lebih dari Rp387 juta yang terdiri dari uang rupiah dan dollar Singapura. Ketiga, Ajay menyerahkan uang senilai Rp20 juta. Jika ditotalkan, uang diberikan oleh Ajay adalah senilai Rp 507.390.000.
"Agar Stepanus Robin Pattuju baik secara langsung maupun tidak langsung mengurus kasus hukum terkait penyelidikan yang dilakukan KPK atas dugaan tindak pidana korupsi di wilayah Bandung Raya," papar jaksa.
Dalam dakwaannya, jaksa juga menyebut Ajay telah melakukan gratifikasi menerima uang dengan total Rp250 juta dari sejumlah kepala OPD dan camat di Cimahi. Ada sekitar 23 nama kepala OPD dan camat yang disebut memberikan uang kepada Ajay. Uang yang diterima Ajay diduga digunakan untuk menyuap penyidik KPK.
"Bahwa atas penerimaan uang sejumlah Rp250 juta terdakwa tidak pernah melaporkan kepada KPK," ujar jaksa.
Atas perbuatannya, Ajay didakwa Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Kemudian, Pasal 12B jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Hal itu terungkap dalam sidang yang beragendakan pembacaan tuntutan kepada terdakwa Ajay M Priatna di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (28/3/2023).
JPU KPK menilai, Ajay bersalah lantaran memberi suap kepada penyidik KPK dan menerima gratifikasi dari beberapa kepala OPD dan beberapa orang camat di Kota Cimahi. "Tuntutan pidana Ajay M Priatna, pidana penjara selama 8 tahun," kata Fadli, kuasa hukum Ajay saat dikonfirmasi.
Selain tuntutan 8 tahun bui, Ajay juga dituntut dengan membayar denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp250 juta. Ajay juga dituntut supaya dicabut hak politiknya selama 5 tahun.
Fadli mengatakan, tim JPU KPK menganggap kliennya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 12B UU Tipikor.
Untuk diketahui, Ajay M. Priatna menjadi terdakwa kasus dugaan tipikor berupa memberi suap dan menerima gratifikasi. Dakwan tersebut diungkapkan JPU di PN Bandung pada Rabu (30/11/2022) silam.
Jaksa mengatakan, sekitar Oktober 2020, Ajay mendapatkan informasi adanya kegiatan penyelidikan yang dilakukan KPK terkait dugaan tipikor di Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang letaknya dekat dengan Kota Cimahi. Kemudian, Ajay menginginkan agar penyelidikan yang dilakukan tak dilakukan pula di Kota Cimahi.
Dia lalu memerintahkan seorang bernama Syaeful Bahri dan dikenalkan dengan seorang penyidik di KPK bernama Stepanus Robin Pattuju. Mereka lalu sepakat untuk bertemu di sebuah hotel yang terletak di DKI Jakarta.
Keduanya lalu sepakat untuk bertemu di hotel yang telah dijanjikan. Ketika itu, Ajay membawa uang senilai Rp102 juta yang disimpannya di dalam tas. Ketika bertemu, Stepanus juga sempat memperlihatkan ID card-nya untuk meyakinkan Ajay.
"Memperlihatkan ID card pegawai KPK miliknya kepada terdakwa untuk meyakinkan terdakwa bahwa Stepanus Robin Pattuju adalah benar penyidik KPK," kata jaksa.
Kemudian, ketika bertemu, Ajay juga sempat bertanya pada Stepanus soal benar atau tidaknya ada kegiatan penyelidikan dari KPK di sekitar wilayah Bandung Raya yang melibatkan dirinya.
Pertanyaan itu pun dibenarkan oleh Stepanus. Stepanus pun kemudian berujar bahwa dirinya dapat membantu Ajay asalkan disediakan uang senilai Rp1,5 miliar.
Permintaan itu tak langsung disetujui oleh Ajay. Ajay mengaku hanya bisa memberikan uang senilai Rp500 juta kepada Stepanus dan disetujui oleh Stepanus. Uang yang dijanjikan tersebut diserahkan dalam tiga tahap selama rentang tanggal 14 Oktober hingga 24 Oktober.
Pertama, Ajay menyerahkan uang senilai Rp100 juta. Kedua, Ajay menyerahkan uang senilai lebih dari Rp387 juta yang terdiri dari uang rupiah dan dollar Singapura. Ketiga, Ajay menyerahkan uang senilai Rp20 juta. Jika ditotalkan, uang diberikan oleh Ajay adalah senilai Rp 507.390.000.
"Agar Stepanus Robin Pattuju baik secara langsung maupun tidak langsung mengurus kasus hukum terkait penyelidikan yang dilakukan KPK atas dugaan tindak pidana korupsi di wilayah Bandung Raya," papar jaksa.
Dalam dakwaannya, jaksa juga menyebut Ajay telah melakukan gratifikasi menerima uang dengan total Rp250 juta dari sejumlah kepala OPD dan camat di Cimahi. Ada sekitar 23 nama kepala OPD dan camat yang disebut memberikan uang kepada Ajay. Uang yang diterima Ajay diduga digunakan untuk menyuap penyidik KPK.
"Bahwa atas penerimaan uang sejumlah Rp250 juta terdakwa tidak pernah melaporkan kepada KPK," ujar jaksa.
Atas perbuatannya, Ajay didakwa Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Kemudian, Pasal 12B jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
(nic)