Achmad Minta Edaran Larangan Buka Puasa Bersama Dievaluasi
loading...
A
A
A
PEKANBARU - Anggota Komisi VIII bidang Keagamaan DPR RI, Achmad mendesak pemerintah untuk mengevaluasi surat edaran yang melarang pejabat tidak boleh melakukan buka puasa bersama. Di mana edaran tersebut dikeluarkan dengan alasan masih transisi pandemi ke endemi. Jika perlu edaran itu dicabut.
“Saya minta pemerintah mengkaji ulang lagi mencabut surat edaran tersebut. Ini tidak adil dan aturan yang terlalu mengada-ngada,” kata Achmad, dalam keterangan persnya, Jumat (24/3/2023).
Dikatakan, masyarakat sekarang ini sudah tenang dan menyambut gembira bulan suci Ramadan ini. Jadi diharapkan kepada pemerintah untuk tidak mengeluarkan suatu kebijakan yang membingungkan atau merusak suasana bulan Ramadan itu sendiri.
“Jangan ada dikotomi dalam menerapkan aturan terhadap menjalankan prosesi keagamaan apapun. Ini namanya inkonstitusional dan bertentangan dengan Undang-Undang,” tegasnya.
Anggota Fraksi Demokrat itu menuturkan, bulan puasa ini adalah momentum bagi semua orang untuk melakukan kebaikan dan terutama bersilaturahmi. Ini tidak hanya umat muslim saja tetapi semua orang menunggu suasana Ramadan.
“Ini kan momentum orang untuk bersilaturahmi, jadi jangan dibatasi. Karena hak asasi setiap waga negara itu dilindungi. Jangan sampai hanya edaran mengabaikan hak asasi orang,” tegasnya lagi.
Achmad mengatakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang harus dilindungi adalah melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaannya masing dan pemerintah tidak boleh membatasi karena sudah diatur dalam Undang-Undang.
“Buka puasa itu salah satu ibadah, bagian dari syiar agama yang dilakuka oleh umat muslim. Cikal bakal muncul kesatuan dan persatuan itu kan dari silaturahmi, maka buka puasa itu kan silaturahmi,” terangnya.
“Apa lagi bulan Ramadan ini sudah tenang, biasanya masyarakat ngundang pejabat buka puasa dan bersilaturahmi ditempat mereka. Kalau edaran seperti ini kan membingungkan,” ucap Legislator Demokrat dapil Riau I itu.
Ia juga membandingkan larangan buka pusa bersama ini dengan pesta pernikahan anak pejabat, termasuk pesta anak Presiden Jokowi dengan tamu yang hadir ribuan orang.
“Saya minta pemerintah mengkaji ulang lagi mencabut surat edaran tersebut. Ini tidak adil dan aturan yang terlalu mengada-ngada,” kata Achmad, dalam keterangan persnya, Jumat (24/3/2023).
Dikatakan, masyarakat sekarang ini sudah tenang dan menyambut gembira bulan suci Ramadan ini. Jadi diharapkan kepada pemerintah untuk tidak mengeluarkan suatu kebijakan yang membingungkan atau merusak suasana bulan Ramadan itu sendiri.
“Jangan ada dikotomi dalam menerapkan aturan terhadap menjalankan prosesi keagamaan apapun. Ini namanya inkonstitusional dan bertentangan dengan Undang-Undang,” tegasnya.
Anggota Fraksi Demokrat itu menuturkan, bulan puasa ini adalah momentum bagi semua orang untuk melakukan kebaikan dan terutama bersilaturahmi. Ini tidak hanya umat muslim saja tetapi semua orang menunggu suasana Ramadan.
“Ini kan momentum orang untuk bersilaturahmi, jadi jangan dibatasi. Karena hak asasi setiap waga negara itu dilindungi. Jangan sampai hanya edaran mengabaikan hak asasi orang,” tegasnya lagi.
Achmad mengatakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang harus dilindungi adalah melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaannya masing dan pemerintah tidak boleh membatasi karena sudah diatur dalam Undang-Undang.
“Buka puasa itu salah satu ibadah, bagian dari syiar agama yang dilakuka oleh umat muslim. Cikal bakal muncul kesatuan dan persatuan itu kan dari silaturahmi, maka buka puasa itu kan silaturahmi,” terangnya.
“Apa lagi bulan Ramadan ini sudah tenang, biasanya masyarakat ngundang pejabat buka puasa dan bersilaturahmi ditempat mereka. Kalau edaran seperti ini kan membingungkan,” ucap Legislator Demokrat dapil Riau I itu.
Ia juga membandingkan larangan buka pusa bersama ini dengan pesta pernikahan anak pejabat, termasuk pesta anak Presiden Jokowi dengan tamu yang hadir ribuan orang.