Dampak Perubahan Iklim, Krisis Air di Seluruh Belahan Dunia Kian Nyata

Selasa, 21 Februari 2023 - 00:34 WIB
loading...
Dampak Perubahan Iklim, Krisis Air di Seluruh Belahan Dunia Kian Nyata
Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Endra S. Atmawidjaja. Foto ist
A A A
BOGOR - Krisis air terjadi hampir di seluruh belahan dunia dan menjadi krisis global yang harus diantisipasi setiap negara. Krisis air sebagai imbas dari adanya perubahan iklim yang mengganggu siklus hidrologi kian nyata.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan hal itu dalam diskusi dengan tema ‘Kelestarian Air, Kebutuhan Hidup Bersama’ yang digelar FMB9 secara daring, Senin (20/2/2023).
Karena itu, kata Dwikorita, isu krisis air harus menjadi perhatian bersama seluruh negara tanpa terkecuali. "Tidak terkecuali baik negara maju maupun negara berkembang" ujar Dwikorita.

Fenomena perubahan iklim , tambahnya, akan terus berlanjut apabila laju peningkatan emisi gas rumah kaca tidak dapat dikendalikan. Kondisi ini kemudian menyebabkan semakin cepatnya proses penguapan air permukaan.

"Sehingga mengakibatkan ketersediaan air semakin cepat berkurang di suatu lokasi belahan bumi. Namun, sebaliknya terjadi hujan yang berlebihan (ekstrem) di lokasi atau belahan bumi yang lain," bebernya.

Lanjut Dwikorita, ketersediaan air permukaan dan air tanah yang makin berkurang ini, tentunya akan mempengaruhi ketersediaan air bersih di berbagai belahan bumi.Dalam laporan World Meteorological Organization (WMO) pada 2022 lalu disebutkan bahwa kekeringan dan kelangkaan air telah melanda berbagai negara di dunia.

"Tidak ada perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Keduanya sama-sama menderita akibat kekeringan dan banjir. Jadi, sekali lagi kekeringan dan banjir adalah dampak yang sama akibat dari kencangnya laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan," tuturnya.

Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Endra S. Atmawidjaja mengatakan, pemanfaatan air yang berlebihan dan perusakan lingkungan dapat mengurangi ketersediaan air dan membuatnya tidak layak untuk digunakan.

“Selain itu, ketahanan pangan juga terkait dengan ketersediaan air bersih yang memadai. Karena kekurangan akses ke air bersih dapat mempengaruhi produktivitas dan ketersediaan pangan,” ujar Endra.
Menurut Endra, untuk mengatasi krisis air dan meningkatkan ketahanan pangan, diperlukan pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Dia menyampaikan bahwa saat ini pemerintah telah menyusun kebijakan dan program-program untuk menjaga kelestarian sumber daya air.

"Di antaranya, sejak 2014 pemerintah menginisiasi pembangunan 61 bendungan hingga 2024. Saat ini 36 sudah selesai dan 25 bendungan sedang dalam tahap konstruksi. Diharapkan seluruhnya selesai pada 2023. Bendungan ini berfungsi untuk meningkatkan kapasitas tabungan air. Supaya di musim hujan tidak banjir, kemarau tidak kekeringan,” beber Endra.

Upaya lain pemerintah yaitu mendorong sektor swasta agar dapat memainkan peran penting dalam pengembangan teknologi yang ramah lingkungan dan efisien. Di samping itu, masyarakat juga dapat membantu menjaga kelestarian air dengan mengurangi penggunaan air yang berlebihan dan mendukung program-program konservasi air.

“Dalam rangka menjaga kelestarian air, diperlukan kolaborasi dan keterlibatan dari seluruh masyarakat. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengatasi masalah kelestarian air,” imbuhnya.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1927 seconds (0.1#10.140)