Misteri Pusaka Sunan Giri, Keris Kalam Munyeng yang Bikin Majapahit Puyeng
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemenangan Sunan Giri dan pasukannya melawan pasukan dari Kerajaan Majapahit menggemparkan warga seantero kerajaan. Pasalnya kemenangan tersebut bukan karena kekuatan pasukan Sunan Giri yang tangguh dibanding musuh, tapi kesaktian keris Sunan Giri. Kemenangan misterius ini diceritakan turun temurun.
Cerita ini tercata juga dalam “Serat Centhini I, Kisah Pelarian Putra-putri Sunan Giri Menjelajah Nusa Jawa” karya Agus Wahyudi. Dikisahkan, kedatangan pasukan Majapahit yang mendadak membuat gempar penduduk Giri.
Penduduk gempar ketakutan, kalang kabut, dan berlarian tak tentu arah hendak menyelamatkan diri. "Sebagian dari mereka naik ke atas bukit, masuk ke dalam Istana Giri untuk meminta perlindungan,” tulis Agus.
Konon, saat pasukan menyebu, Sunan Giri sedang asyik menyalin Alquran dengan sebuah kalam atau pena. Di luar ruangan Sunan Giri terdengar teriakan, musuh telah datang. Sontak, pena yang ada di tangannya terlempar ke udara. Sunan Giri berdoa memohon pertolongan Hyang Agung.
Keajaiban pun datang. Pena itu berubah menjadi sebilah keris sakti. Keris itu melayang menyatroni pasukan Majapahit yang terus meneror warga. Kononkeris itu berputar-putar sendiri melukai tentara Majapahit.“Banyak prajurit Majapahit yang tewas, tidak sedikit yang terluka, sebagian lainnya lari terbirit-birit mencari selamat,” tulis Agus.
Karena banyak jatuh korban pasukan Majapahit mundur. Situasi Giri kembali tenang. Keris yang melayang dan berputar-putar sendiri itu kembali ke tempat asalnya, di mana Sunan Giri menyalin Alquran.
Saat Sunan Giri yang tengah bersemedi membuka mata, ia melihat keris tergeletak di hadapannya berlumuran darah. “Semoga Gusti Allah mengampuni perbuatan hamba yang salah ini,” ucapnya.
Di depan para prajurit, Sunan Giri mentahbiskan keris yang berputar sendiri dengan nama Kalamunyeng Artinya, pena yang berputar-putar. “Kalian telah menyaksikan semuanya. Maka keris ini aku beri nama Kalamunyeng”.
Dalam perjalanan waktu, Sunan Giri Gajah wafat dengan meninggalkan 10 putra putri. Sunan Dalem, putra laki-laki tertua dari garwa padmi (permaisuri) yang menggantikannya.
Ia juga berkudukan di Giri Kedhaton. Sunan Giri Dalem juga dikenal dengan panggilan Sunan Giri II. Sunan Giri Dalem tidak sepopuler Sunan Giri Gajah, ayahnya.
Sepeninggal Sunan Giri Dalem yang telah mangkat, kekuasaan Giri Kedhaton dilanjutkan Sunan Giri Prapen, putra keduanya. Sunan Giri Prapen merupakan cucu Sunan Giri Gajah.
Ia memiliki kepandaian sekaligus kesaktian semashyur kakeknya. Sunan Giri Prapen juga menolak tunduk kepada Kerajaan Majapahit yang itu membuat sang raja murka.
Untuk kedua kalinya Raja Majapahit menitahkan patih untuk menggempur Giri Kedhaton. Pangeran Majapahit bahkan turut serta dalam penyerbuan besar-besaran tersebut. Singkat cerita, perang besar antara pasukan Majapahit dengan prajurit Giri tidak terelakkan.
Kali ini pasukan Majapahit dikerahkan lebih besar sehingga dalam pertempuran pasukan Giri terdesak dan banyak yang tewas. Karena terdesak Sunan Giri Prapen terpaksa keluar istana. Ia mengungsi ke tepi pantai, membawa serta seluruh keluarganya. Pasukan Giri pada akhirnya menyerah kalah. Musuh menguasai istana.
Konon, Pangeran Majapahit yang merasa sudah menang kemudian berjalan-jalan bersama patihnya. Mereka mengelilingi wilayah taklukkannya, terutama di sekitar Istana Giri.
Sesampai di makam Sunan Giri Gajah, putra raja Majapahit itu berhenti. Lalu dia memerintahkan prajurit Majapahit menggali makam waliyullah tersebut. Mata pangeran Majapahit seketika terbelalak.
Ada susuatu yang aneh dan misterius. Setiap prajurit Majapahit yang mendekati makam Sunan Giri Gajah, tiba-tiba jatuh terjengkang, mengaduh kesakitan dan tidak berlangsung lama, tewas. Dalan ketakutan, pangeran Majapahit berputar otak.
Ia lalu memerintahkan dua orang juru kunci makam Sunan Giri Gajah menggali makam meski keduanya dalam keadaan lumpuh.
Dua penjaga makam itu pun menurut. Keduanya menggali makam. Tak ada kejadian apa-apa.
Penggalian terus berlanjut hingga semua melihat peti mati yang terbuat dari kayu. Pangeran Majapahit mendesak keduanya segera membuka tutup peti. Secara perlahan-lahan tutup peti dikuak.
Tiba-tiba dari celah kayu yang terkuak sedikit itu, dari dalam peti keluar seekor kumbang. Awalnya seekor, namun dalam waktu cepat, menyusul kumbang lain. Kumbang-kumbang yang jumlahnya tidak terhitung itu melesat terbang dan menyerang pasukan Majapahit. Serangga itu menyengati para prajurit secara membabi buta.
Para prajurit Majapahit mencoba melawan dengan senjata di tangan. Namun sia-sia. Kumbang-kumbang itu kebal. Karena melihat tidak mungkin bertahan, pangeran Majapahit menarik mundur pasukan, menjauhi makam Sunan Giri Gajah. Namun kumbang yang berjumlah tidak terhingga itu terus merangsek menyerang.
Seluruh parajurit Majapahit akhirnya kabur meninggalkan Giri Kedhaton. Bahkan kumbang-kumbang itu konon sampai menyerang Istana Majapahit sehingga sang raja sempat meninggalkan kratonnya.
“Mereka pulang ke Majapahit lantaran tiada mampu menahan serangan kumbang-kumbang yang tak terhitung banyaknya,” demikian diriwayatkan “Serat Centhini I, Kisah Pelarian Putra-putri Sunan Giri Menjelajah Nusa Jawa”.
Situasi Giri kembali tenang. Sunan Giri Prapen beserta keluarga yang kemudian kembali ke istananya mengucap syukur sekaligus memohon kepada sang maha kuasa untuk senantiasa memberi keselamatan.
Diketahui, Giri merupakan daerah Bang Wetan, Jawa Timur yang sebagian besar wilayahnya berada di kawasan pesisir pantai. Nama Giri mulai dikenal sejak Sunan Giri Gajah mendirikan pondok pesantren sekitar tahun 1480-an. Sebelumnya wilayah tersebut bernama Tandhes atau Garawasi.
Sunan Giri Gajah Kedathon tak lain dari Raden Paku atau Jaka Samudera. Ia putra Maulana Ishak atau banyak yang menyebut Syekh Wali Lanang, seorang waliyullah asal Pasai, Sumatera. Sunan Giri yang bergelar Raja Pandita Satmata juga merupakan menantu Sunan Ampelgadhing.
Cerita ini tercata juga dalam “Serat Centhini I, Kisah Pelarian Putra-putri Sunan Giri Menjelajah Nusa Jawa” karya Agus Wahyudi. Dikisahkan, kedatangan pasukan Majapahit yang mendadak membuat gempar penduduk Giri.
Penduduk gempar ketakutan, kalang kabut, dan berlarian tak tentu arah hendak menyelamatkan diri. "Sebagian dari mereka naik ke atas bukit, masuk ke dalam Istana Giri untuk meminta perlindungan,” tulis Agus.
Konon, saat pasukan menyebu, Sunan Giri sedang asyik menyalin Alquran dengan sebuah kalam atau pena. Di luar ruangan Sunan Giri terdengar teriakan, musuh telah datang. Sontak, pena yang ada di tangannya terlempar ke udara. Sunan Giri berdoa memohon pertolongan Hyang Agung.
Keajaiban pun datang. Pena itu berubah menjadi sebilah keris sakti. Keris itu melayang menyatroni pasukan Majapahit yang terus meneror warga. Kononkeris itu berputar-putar sendiri melukai tentara Majapahit.“Banyak prajurit Majapahit yang tewas, tidak sedikit yang terluka, sebagian lainnya lari terbirit-birit mencari selamat,” tulis Agus.
Karena banyak jatuh korban pasukan Majapahit mundur. Situasi Giri kembali tenang. Keris yang melayang dan berputar-putar sendiri itu kembali ke tempat asalnya, di mana Sunan Giri menyalin Alquran.
Saat Sunan Giri yang tengah bersemedi membuka mata, ia melihat keris tergeletak di hadapannya berlumuran darah. “Semoga Gusti Allah mengampuni perbuatan hamba yang salah ini,” ucapnya.
Di depan para prajurit, Sunan Giri mentahbiskan keris yang berputar sendiri dengan nama Kalamunyeng Artinya, pena yang berputar-putar. “Kalian telah menyaksikan semuanya. Maka keris ini aku beri nama Kalamunyeng”.
Dalam perjalanan waktu, Sunan Giri Gajah wafat dengan meninggalkan 10 putra putri. Sunan Dalem, putra laki-laki tertua dari garwa padmi (permaisuri) yang menggantikannya.
Ia juga berkudukan di Giri Kedhaton. Sunan Giri Dalem juga dikenal dengan panggilan Sunan Giri II. Sunan Giri Dalem tidak sepopuler Sunan Giri Gajah, ayahnya.
Sepeninggal Sunan Giri Dalem yang telah mangkat, kekuasaan Giri Kedhaton dilanjutkan Sunan Giri Prapen, putra keduanya. Sunan Giri Prapen merupakan cucu Sunan Giri Gajah.
Ia memiliki kepandaian sekaligus kesaktian semashyur kakeknya. Sunan Giri Prapen juga menolak tunduk kepada Kerajaan Majapahit yang itu membuat sang raja murka.
Untuk kedua kalinya Raja Majapahit menitahkan patih untuk menggempur Giri Kedhaton. Pangeran Majapahit bahkan turut serta dalam penyerbuan besar-besaran tersebut. Singkat cerita, perang besar antara pasukan Majapahit dengan prajurit Giri tidak terelakkan.
Kali ini pasukan Majapahit dikerahkan lebih besar sehingga dalam pertempuran pasukan Giri terdesak dan banyak yang tewas. Karena terdesak Sunan Giri Prapen terpaksa keluar istana. Ia mengungsi ke tepi pantai, membawa serta seluruh keluarganya. Pasukan Giri pada akhirnya menyerah kalah. Musuh menguasai istana.
Konon, Pangeran Majapahit yang merasa sudah menang kemudian berjalan-jalan bersama patihnya. Mereka mengelilingi wilayah taklukkannya, terutama di sekitar Istana Giri.
Sesampai di makam Sunan Giri Gajah, putra raja Majapahit itu berhenti. Lalu dia memerintahkan prajurit Majapahit menggali makam waliyullah tersebut. Mata pangeran Majapahit seketika terbelalak.
Ada susuatu yang aneh dan misterius. Setiap prajurit Majapahit yang mendekati makam Sunan Giri Gajah, tiba-tiba jatuh terjengkang, mengaduh kesakitan dan tidak berlangsung lama, tewas. Dalan ketakutan, pangeran Majapahit berputar otak.
Ia lalu memerintahkan dua orang juru kunci makam Sunan Giri Gajah menggali makam meski keduanya dalam keadaan lumpuh.
Dua penjaga makam itu pun menurut. Keduanya menggali makam. Tak ada kejadian apa-apa.
Penggalian terus berlanjut hingga semua melihat peti mati yang terbuat dari kayu. Pangeran Majapahit mendesak keduanya segera membuka tutup peti. Secara perlahan-lahan tutup peti dikuak.
Tiba-tiba dari celah kayu yang terkuak sedikit itu, dari dalam peti keluar seekor kumbang. Awalnya seekor, namun dalam waktu cepat, menyusul kumbang lain. Kumbang-kumbang yang jumlahnya tidak terhitung itu melesat terbang dan menyerang pasukan Majapahit. Serangga itu menyengati para prajurit secara membabi buta.
Para prajurit Majapahit mencoba melawan dengan senjata di tangan. Namun sia-sia. Kumbang-kumbang itu kebal. Karena melihat tidak mungkin bertahan, pangeran Majapahit menarik mundur pasukan, menjauhi makam Sunan Giri Gajah. Namun kumbang yang berjumlah tidak terhingga itu terus merangsek menyerang.
Seluruh parajurit Majapahit akhirnya kabur meninggalkan Giri Kedhaton. Bahkan kumbang-kumbang itu konon sampai menyerang Istana Majapahit sehingga sang raja sempat meninggalkan kratonnya.
“Mereka pulang ke Majapahit lantaran tiada mampu menahan serangan kumbang-kumbang yang tak terhitung banyaknya,” demikian diriwayatkan “Serat Centhini I, Kisah Pelarian Putra-putri Sunan Giri Menjelajah Nusa Jawa”.
Situasi Giri kembali tenang. Sunan Giri Prapen beserta keluarga yang kemudian kembali ke istananya mengucap syukur sekaligus memohon kepada sang maha kuasa untuk senantiasa memberi keselamatan.
Diketahui, Giri merupakan daerah Bang Wetan, Jawa Timur yang sebagian besar wilayahnya berada di kawasan pesisir pantai. Nama Giri mulai dikenal sejak Sunan Giri Gajah mendirikan pondok pesantren sekitar tahun 1480-an. Sebelumnya wilayah tersebut bernama Tandhes atau Garawasi.
Sunan Giri Gajah Kedathon tak lain dari Raden Paku atau Jaka Samudera. Ia putra Maulana Ishak atau banyak yang menyebut Syekh Wali Lanang, seorang waliyullah asal Pasai, Sumatera. Sunan Giri yang bergelar Raja Pandita Satmata juga merupakan menantu Sunan Ampelgadhing.
(don)