Hukuman Tegas Kerajaan Majapahit, Makan atau Menemani Pembunuh Bisa Dipidana
Selasa, 27 Desember 2022 - 05:03 WIB
JAKARTA - Sejarah mencatat, Majapahit merupakan kerajaan terkuat yang bisa menyatukan Nusantara. Majapahit di bawah kekuasaan Raja Hanyam Wuruk tidak hanya mampu mewujudkan penyatuan Nusantara.
Disebutkan bahwa kerajaan mampu memberikan kesejahteraan dan ketenteraman kepada rakyatnya. Suasana aman dan tenteram dirasakan di seluruh penjuru kerajaan.
Ketenteraman ternyata tidak datang begitu saja, tapi lewat sistem hukum yang tegas. Dari Kerajaan Majapahit diperoleh pelajaran tentang bagaimana kerukunan tercipta dalam keberagaman. Yakni lewat kearifan tradisi, nilai-nilai agama dan hukum.
Terkait menata keteraturan kehidupan sosial, ternyata Majapahit telah menerakan peraturan yang ketat. Terutama menyangkut pembunuhan yang menjadi sumber kekacauan dalam masyarakat, Majapahit sudah memiliki hukum yang bisa disejajarkan dengan KUHP dewasa ini.
Perbuatan astadusta atau membunuh, misalnya, akan dijatuhi sanksi berat. Bahkan, orang yang duduk dan makan bersama pelaku pembunuhan juga akan kena sanksi. Terkait pembunuhan dan sanksinya, diatur dalam kitab perundang-undangan Agama atau Kutaramanawadharmasastra.
Kitab Kutaramanawadharmasastra berisikan penjelasan tentang tindak-tanduk pidana yang dikenakan denda atau hukuman berupa uang, barang, atau hukuman mati. Uraian mengenai aturan astadusta ini diatur pada Pasal 3 dan Pasal 4 kitab perundang-undangan Agama dan Kutaramanawadharmasastra di era Kerajaan Majapahit
Dalam buku "Tafsir Sejarah Nagarakertagama" karya Prof. Slamet Muljana dijabarkan sejumlah aturan mengenai tindakan menghilangkan nyawa. Dari kitab itu, ada beberapa hukuman yang disematkan kepada para pelaku pembunuhan, hingga orang-orang yang ada di sekitarnya.
Di kitab tersebut, selain membunuh orang yang tidak berdosa, menyuruh membunuh orang yang tidak berdosa, melukai orang yang tidak berdosa juga masuk dalam kriteria astadusta. Bahkan di kitab perundang-undangan tersebut, makan bersama pembunuh, bersahabat dengan pembunuh, memberi tempat kepada pembunuh, mengikuti jejak pembunuh, hingga memberikan pertolongan kepada pembunuh mendapat sebutan astadusta.
Dari delapan aturan astadusta itu, membunuh, menyuruh orang membunuh, dan melukai orang yang tidak berdosa masuk kategori dengan tebusan pati atau hukuman nyawa. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 3 Kitab Perundang-undangan Agama.
Disebutkan bahwa kerajaan mampu memberikan kesejahteraan dan ketenteraman kepada rakyatnya. Suasana aman dan tenteram dirasakan di seluruh penjuru kerajaan.
Ketenteraman ternyata tidak datang begitu saja, tapi lewat sistem hukum yang tegas. Dari Kerajaan Majapahit diperoleh pelajaran tentang bagaimana kerukunan tercipta dalam keberagaman. Yakni lewat kearifan tradisi, nilai-nilai agama dan hukum.
Terkait menata keteraturan kehidupan sosial, ternyata Majapahit telah menerakan peraturan yang ketat. Terutama menyangkut pembunuhan yang menjadi sumber kekacauan dalam masyarakat, Majapahit sudah memiliki hukum yang bisa disejajarkan dengan KUHP dewasa ini.
Perbuatan astadusta atau membunuh, misalnya, akan dijatuhi sanksi berat. Bahkan, orang yang duduk dan makan bersama pelaku pembunuhan juga akan kena sanksi. Terkait pembunuhan dan sanksinya, diatur dalam kitab perundang-undangan Agama atau Kutaramanawadharmasastra.
Kitab Kutaramanawadharmasastra berisikan penjelasan tentang tindak-tanduk pidana yang dikenakan denda atau hukuman berupa uang, barang, atau hukuman mati. Uraian mengenai aturan astadusta ini diatur pada Pasal 3 dan Pasal 4 kitab perundang-undangan Agama dan Kutaramanawadharmasastra di era Kerajaan Majapahit
Dalam buku "Tafsir Sejarah Nagarakertagama" karya Prof. Slamet Muljana dijabarkan sejumlah aturan mengenai tindakan menghilangkan nyawa. Dari kitab itu, ada beberapa hukuman yang disematkan kepada para pelaku pembunuhan, hingga orang-orang yang ada di sekitarnya.
Di kitab tersebut, selain membunuh orang yang tidak berdosa, menyuruh membunuh orang yang tidak berdosa, melukai orang yang tidak berdosa juga masuk dalam kriteria astadusta. Bahkan di kitab perundang-undangan tersebut, makan bersama pembunuh, bersahabat dengan pembunuh, memberi tempat kepada pembunuh, mengikuti jejak pembunuh, hingga memberikan pertolongan kepada pembunuh mendapat sebutan astadusta.
Dari delapan aturan astadusta itu, membunuh, menyuruh orang membunuh, dan melukai orang yang tidak berdosa masuk kategori dengan tebusan pati atau hukuman nyawa. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 3 Kitab Perundang-undangan Agama.
Lihat Juga :
tulis komentar anda