Kisah Hasjim Ning, Raja Mobil Indonesia Berdarah Minang Keponakan Bung Hatta
Kamis, 04 Agustus 2022 - 11:06 WIB
Pada 1 Oktober 1951, Hasjim Ning resmi menjabat sebagai Presiden Direktur ISC, perusahaan perakitan mobil pertama di Indonesia. Perakitan atau assembling plant merupakan langkah awal. Berikutnya bangsa Indonesia diharapkan bisa memiliki pabrik mobil sendiri.
Berbagai kendala coba diatasi Hasjim Ning, terutama tekanan politik. Hal itu mengingat ada dua perusahaan milik orang-orang PSI (Partai Sosialis Indonesia), yakni NV Putera dan Zoro Coporation yang ikut memiliki saham di ISC. Sementara saat itu isu politik anti PSI lagi panas-panasnya.
Serangan politik anti PSI banyak datang dari kelompok PNI. ISC dicurigai berpotensi membantu dana pemilihan umum untuk PSI. Hasjim Ning meredam serangan dengan cara mendatangkan Bung Karno ke pabrik perakitan ISC di Tanjung Priok.
Bung Karno diajaknya makan siang. Saat melihat-lihat komponen mobil yang dirakit, Hasjim menjelaskan kepada Bung Karno keuntungan yang didapat negara. "Dengan sistem perakitan mobil oleh ISC itu, devisa negara akan dapat dihemat sampai 25 % bila dibandingkan dengan pengimporan mobil," kata Hasjim Ning kepada Bung Karno.
Sebagai presiden, Bung Karno menyambut positif termasuk menyatakan siap membantu mengatasi kesulitan yang ada. Di depan Hasjim, Bung Karno mengatakan ISC jangan hanya terampil merakit buatan Amerika, tapi ke depannya juga harus mampu membuat mobil sendiri bertipe nasional. ISC harus bisa menjadi kebanggaan nasional.
Untuk meningkatkan performa perusahaan, dalam perjalanannya ISC mengupgrade skill para pegawainya. Sejumlah tenaga tekhnisi dikirim ke Amerika. Inggris dan Filipina untuk belajar. Pada tahun 1952, ISC mendapat tawaran kerjasama dari pabrik mobil Amerika-Inggris, yakni Ford-Dagenham. Pabrik ini yang memproduksi sedan Ford tipe Zodiac, Sephys Six, Consul, dan Perfect.
Di luar itu ISC juga masih merakit Willys dan Dodge. Karena bangsal kerja di Tanjung Priok tidak cukup, perusahaan kemudian berpindah ke wilayah Jalan Lodan yang lebih luas sekaligus memadai. Pada tahun 1954 Hasjim Ning menandatangani kontrak pinjaman 2,6 juta dollar Amerika dengan Development Loan Fund.
Penandatanganan pinjaman berlangsung di Washington yang juga dihadiri duta besar Indonesia Dr Mukarto. Pinjaman merupakan kredit lunak yang dibayar rupiah dengan jangka waktu 10 tahun. Uang pinjaman dipakai modal belanja komponen mobil, seperti per, sasis, velg, dan utamanya bodi jip.
Berbagai kendala coba diatasi Hasjim Ning, terutama tekanan politik. Hal itu mengingat ada dua perusahaan milik orang-orang PSI (Partai Sosialis Indonesia), yakni NV Putera dan Zoro Coporation yang ikut memiliki saham di ISC. Sementara saat itu isu politik anti PSI lagi panas-panasnya.
Serangan politik anti PSI banyak datang dari kelompok PNI. ISC dicurigai berpotensi membantu dana pemilihan umum untuk PSI. Hasjim Ning meredam serangan dengan cara mendatangkan Bung Karno ke pabrik perakitan ISC di Tanjung Priok.
Bung Karno diajaknya makan siang. Saat melihat-lihat komponen mobil yang dirakit, Hasjim menjelaskan kepada Bung Karno keuntungan yang didapat negara. "Dengan sistem perakitan mobil oleh ISC itu, devisa negara akan dapat dihemat sampai 25 % bila dibandingkan dengan pengimporan mobil," kata Hasjim Ning kepada Bung Karno.
Sebagai presiden, Bung Karno menyambut positif termasuk menyatakan siap membantu mengatasi kesulitan yang ada. Di depan Hasjim, Bung Karno mengatakan ISC jangan hanya terampil merakit buatan Amerika, tapi ke depannya juga harus mampu membuat mobil sendiri bertipe nasional. ISC harus bisa menjadi kebanggaan nasional.
Untuk meningkatkan performa perusahaan, dalam perjalanannya ISC mengupgrade skill para pegawainya. Sejumlah tenaga tekhnisi dikirim ke Amerika. Inggris dan Filipina untuk belajar. Pada tahun 1952, ISC mendapat tawaran kerjasama dari pabrik mobil Amerika-Inggris, yakni Ford-Dagenham. Pabrik ini yang memproduksi sedan Ford tipe Zodiac, Sephys Six, Consul, dan Perfect.
Di luar itu ISC juga masih merakit Willys dan Dodge. Karena bangsal kerja di Tanjung Priok tidak cukup, perusahaan kemudian berpindah ke wilayah Jalan Lodan yang lebih luas sekaligus memadai. Pada tahun 1954 Hasjim Ning menandatangani kontrak pinjaman 2,6 juta dollar Amerika dengan Development Loan Fund.
Penandatanganan pinjaman berlangsung di Washington yang juga dihadiri duta besar Indonesia Dr Mukarto. Pinjaman merupakan kredit lunak yang dibayar rupiah dengan jangka waktu 10 tahun. Uang pinjaman dipakai modal belanja komponen mobil, seperti per, sasis, velg, dan utamanya bodi jip.
Lihat Juga :
tulis komentar anda