Kisah Nitisemito Raja Kretek Nusantara sampai Akhir Hayat Buta Aksara

Jum'at, 29 Juli 2022 - 16:15 WIB
Saat itu di Kota Kudus sedang tumbuh pembuatan rokok klobot dalam skala rumahan. Klobot adalah daun jagung yang dikeringkan yang kebanyakan didatangkan dari Purwodadi. Sedangkan tembakau yang dipakai berasal dari Temanggung, Magelang dan Madura. Sementara cengkeh merupakan produk impor dari Zanzibar.

Roesdi yang kemudian menikahi Nasilah dan mengganti nama Mas Nitisemito, membaca fenomena ekonomi itu sebagai peluang bisnis yang menarik. Di pangkalan delmannya ia mendirikan warung kopi. Selain kopi, di warung itu Nitisemito juga menjajakan tembakau serta batik yang dibeli dari Solo.

“Mula-mula Nitisemito sendiri yang bereksperimen dengan maracik tembakau yang dicampur cengkeh lalu kemudian dibungkus dengan klobot dan diikat dengan benang,” tulis Erlangga Ibrahim & Syahrizal Budi Putranto dalam Raja Kretek M. Nitisemito Penguasaha Pribumi Terkaya Sebelum Kemerdekaan.

Ternyata rokok kretek percobaan Nitisemito, diminati. Rokok kretek selalu ludes dengan permintaan terus meningkat. Istrinya, Nasilah dan dua putrinya, yakni Nahari dan Nafiah turun tangan ikut membantu. Cita rasa kretek buatan Nitisemito yang digemari pasar tidak lepas dari keramahan gaya komunikasi Nitisemito.

Sejak awal, Nitisemito rajin meminta saran dan kritik dari para pembelinya. Hal penting lain yang memacu bisnisnya semakin moncer adalah keputusan memberi merek dagang pada rokok kretek buatannya. Adanya merek membedakan dengan rokok kretek produksi rumahan lain yang kebanyakan dijual tanpa merek.

Pada tahun 1908 merek rokok Tjap Bal Tiga resmi didaftarkan sebagai merek dagang kepada pemerintah Hindia Belanda. Nitisemito juga melakukan langkah terobosan sistem produksi yang itu berdampak positif pada produksi.

Ia memberlakukan sistem serupa inti plasma atau subkotraktor, yakni rokok dilinting di rumah-rumah warga dengan racikan yang sudah ditentukan. Sistem ini diberi nama Abon, dengan tanggung jawab produksi termasuk pengupahan dipercayakan kepada pimpinan subkontraktor.

Untuk bahan baku, Nitisemito merangkul para teman dan kolega yang dipercaya. Penerapan sistem abon mendatangkan keuntungan besar bagi Nitisemito. Para buruh di gedung milik Nitisemito hanya melakukan proses akhir, yakni pembungkusan.

“Selain volume produksi dapat meningkat cepat, biaya produksi pun dapat ditekan”.

Pada tahun 1918 Nitisemito melakukan pengembangan bisnis besar-besaran. Seiring nama perusahaan yang diresmikan menjadi Sigariten Fabriek M Nitisemito Koedoes, ia mendirikan pabrik baru di atas lahan seluas 6 hektare. Lokasi pabrik di Desa Jati itu berada di pinggir jalan raya yang menghubungkan Kudus dan Semarang.
Halaman :
tulis komentar anda
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More