Kisah Nitisemito Raja Kretek Nusantara sampai Akhir Hayat Buta Aksara
Jum'at, 29 Juli 2022 - 16:15 WIB
Strategi bisnis yang ternyata sudah dilakukan Nitisemito pada paruh pertama abad XX itu dinilai tidak berbeda dengan langkah-langkah pemasaran dari perusahaan rokok yang maju saat ini, seperti Djarum, Gudang Garam dan Sampoerna.
Mark Hanusz, peneliti asing yang juga penulis buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes menjuluki Nitisemito sebagai Henry Ford di industri rokok Nusantara. Yakni karena persamaan sebagai pelopor perubahan sebuah komoditas dari produksi rumahan ke dalam industrialisasi.
“Bedanya, jika di Amerika Serikat komoditas itu berupa mobil, di Indonesia berupa rokok”.
Nama Nitisemito sebagai raja kretek di Hindia Belanda begitu dikenal. Di kalangan para pejuang kemerdekaan Indonesia, nama Nitisemito juga harum, karena secara diam-diam banyak berkontribusi dana untuk perjuangan.
Sayangnya bisnis yang sudah demikian besar itu pada akhirnya runtuh akibat konflik keluarga dan diperparah intervensi pemerintah kolonial Belanda. Ambruknya perusahaan rokok Tjap Bal Tiga setelah Nitisemito mempercayakan roda bisnis kepada anak, menantu serta cucunya.
Karena terlalu berat menanggung hutang pajak yang dibebankan pemerintah kolonial Belanda, pada tahun 1938, Nitisemito memutuskan menutup pabrik rokok Tjap Bal Tiga. Pada tahun 1942, yakni masa penjahaan Jepang, Tjap Bal Tiga mencoba diproduksi lagi.
Namun upaya untuk bangkit kembali itu, gagal. Rokok Tjap Bal Tiga memang masih dijumpai di pasar, namun roda bisnis berjalan kembang kempis. Pada Sabtu Kliwon, 7 Maret 1953 Nitisemito meninggal dunia. Sang raja kretek Nusantara itu dimakamkan di TPU Sedioloehoer Kudus.
Di tahun yang sama itu pula (1953), perusahaan rokok Tjap Bal Tiga dinyatakan resmi tutup, di mana produknya kemudian lenyap dari pasaran hingga kini.
Mark Hanusz, peneliti asing yang juga penulis buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes menjuluki Nitisemito sebagai Henry Ford di industri rokok Nusantara. Yakni karena persamaan sebagai pelopor perubahan sebuah komoditas dari produksi rumahan ke dalam industrialisasi.
“Bedanya, jika di Amerika Serikat komoditas itu berupa mobil, di Indonesia berupa rokok”.
Nama Nitisemito sebagai raja kretek di Hindia Belanda begitu dikenal. Di kalangan para pejuang kemerdekaan Indonesia, nama Nitisemito juga harum, karena secara diam-diam banyak berkontribusi dana untuk perjuangan.
Sayangnya bisnis yang sudah demikian besar itu pada akhirnya runtuh akibat konflik keluarga dan diperparah intervensi pemerintah kolonial Belanda. Ambruknya perusahaan rokok Tjap Bal Tiga setelah Nitisemito mempercayakan roda bisnis kepada anak, menantu serta cucunya.
Karena terlalu berat menanggung hutang pajak yang dibebankan pemerintah kolonial Belanda, pada tahun 1938, Nitisemito memutuskan menutup pabrik rokok Tjap Bal Tiga. Pada tahun 1942, yakni masa penjahaan Jepang, Tjap Bal Tiga mencoba diproduksi lagi.
Namun upaya untuk bangkit kembali itu, gagal. Rokok Tjap Bal Tiga memang masih dijumpai di pasar, namun roda bisnis berjalan kembang kempis. Pada Sabtu Kliwon, 7 Maret 1953 Nitisemito meninggal dunia. Sang raja kretek Nusantara itu dimakamkan di TPU Sedioloehoer Kudus.
Di tahun yang sama itu pula (1953), perusahaan rokok Tjap Bal Tiga dinyatakan resmi tutup, di mana produknya kemudian lenyap dari pasaran hingga kini.
(shf)
tulis komentar anda