PMK Mengancam, Ridwan Kamil Minta Pemda Waspadai Hewan Ternak Jelang Idul Adha
Kamis, 09 Juni 2022 - 10:54 WIB
"Hewan kurbannya nanti akan disertai surat keterangan, bahwa hewan kurban itu layak, sehat, dan tidak berpenyakit," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jabar, Arifin Soedjayana menuturkan, penanda di kuping menjadi salah satu ciri hewan kurban sehat.
Selain itu, ada juga penanda berbentuk kalung mengingat setiap kabupaten/kota melakukan pengadaan penanda hewan kurban sehat berbeda-beda. Selain penanda, Arifin menekankan syarat utama hewan kurban sehat adalah adanya SKKH.
"Itu yang paling inti karena kalau ciri atau penanda ada, tapi SKKH tidak ada itu bisa menjadi masalah. Penanda tambahan pada ternak supaya lebih menenangkan konsumen. Tandanya bisa di kuping atau kalung," jelas Arifin, Kamis (9/6/2022).
Terkait hewan kurban cacat, Arifin memastikan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya memberikan dua kategori, yakni hewan bergejala ringan dan gejala berat yang masing-masing ada gejala klinisnya.
Untuk gejala ringan, yakni panas atau hidung mengeluarkan ingus. Sedangkan hewan bergejala berat paling pokok adalah hewan pincang atau tidak bisa jalan."Jadi yang gejala berat masalahnya di kaki, itu tidak bisa digunakan kurban karena bisa disebut cacat," terangnya.
Arifin juga memastikan, pemeriksaan kesehatan hewan kurban dilakukan berjenjang dari kabupaten/kota atau provinsi pengirim. Kemudian, ketika hewan kurban tiba, maka kabupeten/kota dan provinsi akan memantau perkembangan di tempat penjualan."Kabupaten/kota akan tetap melakukan monitoring dan provinsi menurunkan dokter hewan," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jabar, Arifin Soedjayana menuturkan, penanda di kuping menjadi salah satu ciri hewan kurban sehat.
Selain itu, ada juga penanda berbentuk kalung mengingat setiap kabupaten/kota melakukan pengadaan penanda hewan kurban sehat berbeda-beda. Selain penanda, Arifin menekankan syarat utama hewan kurban sehat adalah adanya SKKH.
"Itu yang paling inti karena kalau ciri atau penanda ada, tapi SKKH tidak ada itu bisa menjadi masalah. Penanda tambahan pada ternak supaya lebih menenangkan konsumen. Tandanya bisa di kuping atau kalung," jelas Arifin, Kamis (9/6/2022).
Terkait hewan kurban cacat, Arifin memastikan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya memberikan dua kategori, yakni hewan bergejala ringan dan gejala berat yang masing-masing ada gejala klinisnya.
Untuk gejala ringan, yakni panas atau hidung mengeluarkan ingus. Sedangkan hewan bergejala berat paling pokok adalah hewan pincang atau tidak bisa jalan."Jadi yang gejala berat masalahnya di kaki, itu tidak bisa digunakan kurban karena bisa disebut cacat," terangnya.
Arifin juga memastikan, pemeriksaan kesehatan hewan kurban dilakukan berjenjang dari kabupaten/kota atau provinsi pengirim. Kemudian, ketika hewan kurban tiba, maka kabupeten/kota dan provinsi akan memantau perkembangan di tempat penjualan."Kabupaten/kota akan tetap melakukan monitoring dan provinsi menurunkan dokter hewan," tandasnya.
(don)
tulis komentar anda