PMK Mengancam, Ridwan Kamil Minta Pemda Waspadai Hewan Ternak Jelang Idul Adha
loading...
A
A
A
BANDUNG - Gubernur Jawa Barat , Ridwan Kamil meminta seluruh pemerintah daerah (pemda) kabupaten/kota di Jabar untuk mewaspadai ancaman penyakit mulut dan kuku (PMK) hewan ternak.
Permintaan tersebut disampaikan Ridwan Kamil seiring semakin dekatnya perayaan Idul Adha 1443 Hijriah yang jatuh pada 9 Juli 2022 mendatang. Pemda kabupaten/kota diminta memperketat pengawasan lalu lintas hewan ternak.
Menurut Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu, pengawasan lalu lintas hewan ternak yang masuk ke Jabar harus diperhatikan. Pasalnya, kebutuhan hewan ternak di Jabar umunnya dipasok dari daerah luar Jabar.
Oleh karena itu, kata Kang Emil , tugas Pemprov Jabar melakukan pengawasan di wilayah perbatasan dan berkoordinasi secara intensif dengan pejabat otoritas veteriner dalam upaya menekan penyebaran PMK.
Setiap hewan ternak yang masuk ke Jabar harus disertai Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), termasuk rekomendasi distribusi hewan ternak atau produk hewan antarprovinsi maupun kabupaten/kota.
"Maka itu tugas Pemda Provinsi Jabar membentengi di perbatasan dengan pengecekan lalu lintas ternak yang melintasi Jawa Barat dengan melakukan pemeriksaan. Jadi Pemdaprov Jabar menahan potensi penyerbaran melalui perbatasan," kata Kang Emil dalam keterangan resminya, Kamis (9/6/2022).
Lebih lanjut Kang Emil menyebutkan bahwa hanya 4 persen dari 100 persen wilayah di Jabar yang terdampak oleh PMK hewan ternak. Artinya, Provinsi Jabar masih relatif aman terkendali.
"Kita memakai basis datanya dari desa atau kelurahan. Dari jumlah desa dan kelurahan di Jabar, yang terdampak itu hanya empat persen. Artinya, 95 persen mayoritas wilayah Jawa Barat relatif aman terkendali," tegasnya.
Kang Emil juga menegaskan, dalam upaya memutus rantai penularan dan pencegahan penyebaran virus PMK, setiap hewan kurban yang akan dipotong harus memiliki surat keterangan layak kurban, sehingga hewan yang akan dikurbankan aman.
"Hewan kurbannya nanti akan disertai surat keterangan, bahwa hewan kurban itu layak, sehat, dan tidak berpenyakit," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jabar, Arifin Soedjayana menuturkan, penanda di kuping menjadi salah satu ciri hewan kurban sehat.
Selain itu, ada juga penanda berbentuk kalung mengingat setiap kabupaten/kota melakukan pengadaan penanda hewan kurban sehat berbeda-beda. Selain penanda, Arifin menekankan syarat utama hewan kurban sehat adalah adanya SKKH.
"Itu yang paling inti karena kalau ciri atau penanda ada, tapi SKKH tidak ada itu bisa menjadi masalah. Penanda tambahan pada ternak supaya lebih menenangkan konsumen. Tandanya bisa di kuping atau kalung," jelas Arifin, Kamis (9/6/2022).
Terkait hewan kurban cacat, Arifin memastikan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya memberikan dua kategori, yakni hewan bergejala ringan dan gejala berat yang masing-masing ada gejala klinisnya.
Untuk gejala ringan, yakni panas atau hidung mengeluarkan ingus. Sedangkan hewan bergejala berat paling pokok adalah hewan pincang atau tidak bisa jalan."Jadi yang gejala berat masalahnya di kaki, itu tidak bisa digunakan kurban karena bisa disebut cacat," terangnya.
Arifin juga memastikan, pemeriksaan kesehatan hewan kurban dilakukan berjenjang dari kabupaten/kota atau provinsi pengirim. Kemudian, ketika hewan kurban tiba, maka kabupeten/kota dan provinsi akan memantau perkembangan di tempat penjualan."Kabupaten/kota akan tetap melakukan monitoring dan provinsi menurunkan dokter hewan," tandasnya.
Permintaan tersebut disampaikan Ridwan Kamil seiring semakin dekatnya perayaan Idul Adha 1443 Hijriah yang jatuh pada 9 Juli 2022 mendatang. Pemda kabupaten/kota diminta memperketat pengawasan lalu lintas hewan ternak.
Menurut Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu, pengawasan lalu lintas hewan ternak yang masuk ke Jabar harus diperhatikan. Pasalnya, kebutuhan hewan ternak di Jabar umunnya dipasok dari daerah luar Jabar.
Oleh karena itu, kata Kang Emil , tugas Pemprov Jabar melakukan pengawasan di wilayah perbatasan dan berkoordinasi secara intensif dengan pejabat otoritas veteriner dalam upaya menekan penyebaran PMK.
Setiap hewan ternak yang masuk ke Jabar harus disertai Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), termasuk rekomendasi distribusi hewan ternak atau produk hewan antarprovinsi maupun kabupaten/kota.
"Maka itu tugas Pemda Provinsi Jabar membentengi di perbatasan dengan pengecekan lalu lintas ternak yang melintasi Jawa Barat dengan melakukan pemeriksaan. Jadi Pemdaprov Jabar menahan potensi penyerbaran melalui perbatasan," kata Kang Emil dalam keterangan resminya, Kamis (9/6/2022).
Lebih lanjut Kang Emil menyebutkan bahwa hanya 4 persen dari 100 persen wilayah di Jabar yang terdampak oleh PMK hewan ternak. Artinya, Provinsi Jabar masih relatif aman terkendali.
"Kita memakai basis datanya dari desa atau kelurahan. Dari jumlah desa dan kelurahan di Jabar, yang terdampak itu hanya empat persen. Artinya, 95 persen mayoritas wilayah Jawa Barat relatif aman terkendali," tegasnya.
Kang Emil juga menegaskan, dalam upaya memutus rantai penularan dan pencegahan penyebaran virus PMK, setiap hewan kurban yang akan dipotong harus memiliki surat keterangan layak kurban, sehingga hewan yang akan dikurbankan aman.
"Hewan kurbannya nanti akan disertai surat keterangan, bahwa hewan kurban itu layak, sehat, dan tidak berpenyakit," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jabar, Arifin Soedjayana menuturkan, penanda di kuping menjadi salah satu ciri hewan kurban sehat.
Selain itu, ada juga penanda berbentuk kalung mengingat setiap kabupaten/kota melakukan pengadaan penanda hewan kurban sehat berbeda-beda. Selain penanda, Arifin menekankan syarat utama hewan kurban sehat adalah adanya SKKH.
"Itu yang paling inti karena kalau ciri atau penanda ada, tapi SKKH tidak ada itu bisa menjadi masalah. Penanda tambahan pada ternak supaya lebih menenangkan konsumen. Tandanya bisa di kuping atau kalung," jelas Arifin, Kamis (9/6/2022).
Terkait hewan kurban cacat, Arifin memastikan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya memberikan dua kategori, yakni hewan bergejala ringan dan gejala berat yang masing-masing ada gejala klinisnya.
Untuk gejala ringan, yakni panas atau hidung mengeluarkan ingus. Sedangkan hewan bergejala berat paling pokok adalah hewan pincang atau tidak bisa jalan."Jadi yang gejala berat masalahnya di kaki, itu tidak bisa digunakan kurban karena bisa disebut cacat," terangnya.
Arifin juga memastikan, pemeriksaan kesehatan hewan kurban dilakukan berjenjang dari kabupaten/kota atau provinsi pengirim. Kemudian, ketika hewan kurban tiba, maka kabupeten/kota dan provinsi akan memantau perkembangan di tempat penjualan."Kabupaten/kota akan tetap melakukan monitoring dan provinsi menurunkan dokter hewan," tandasnya.
(don)