'Zona Hitam' Berkesenian di Kota Pahlawan Mati Sebelum Pandemi
Kamis, 18 Juni 2020 - 10:54 WIB
Lewat seni isntalasi bertajuk Zona Hitam, "Perjalanan Peti Mati Mencari Tuannya", para seniman Surabaya itu ingin menegaskan bahwa kantong-kantong kesenian di Surabaya, yang menjadi ruang tumbuh keseniah dan seharusnya diwadahi secara positif telah hilang.
Karya Zona Hitam, kata Luhur, menjadi "virus" yang berbahaya. Ia menuturkan, ketika masyarakat tidak punya sebuah penyaluran pertumbuhan yang cukup bagus, maka akan berbahaya, karena kesenian sendiri dalam prosesnya dapat membangun perilaku masyarakatnya. Di dalam kekaryaan ada pemikiran filosofi dan hal tertentu yang menjadi muatan.
(Baca juga: Orang Tua Harus Bisa Menyiapkan Mental Anak Menghadapi New Normal )
Pentolan Teater Api Indonesia (TAI) ini menegaskan, bahwa persoalan kesenian di Surabaya, menjadi penting dalam proses pembangunan sebuah kota. Seni tradisi adalah benteng terakhir bagi nasionalisme yang menjadi identitas budaya bangsa. "Nah di situ tentunya ada muatan edukasi terkait budi pekerti dan tata krama, selain kreatifitas," lanjutnya.
Para pelaku seni Surabaya berharap, pemerintah kota hendaknya lebih peka dalam membangun sebuah kota, karena kesenian sendiri merupakan ruh sebuah kota. Jika kota itu kalau dibangun tanpa satu ruh, maka akan menjadi satu kota yang sangat artifisial, hanya pembangunan fisik. Sedangkan manusianya jadi tidak terbangun.
Luhur kembali menegaskan, pembangunan seni dan kebudayaan bukan persoalan fasilitas, tapi soal perlakukuan pemerintah terhadap pelaku kesenian. Salah satu yang penting adalah bagaimana memberikan ruang-ruang itu tumbuh bagi masyarakat. Adanya geliat aktivitas kesenian, khususnya di Balai Pemuda mulai pagi sampai malam menggambarkan bahwa generasi muda masih cinta kesenian tradisi.
"Namun pemerintah kota justru malah menghalau aktifitas masyarakat di Balai Pemuda ini. Padahal di balai pemuda ini banyak ruang alternatif yang seharusnya bisa dimanfaatkan tapi mereka dihalau," tandasnya.
Karya Zona Hitam, kata Luhur, menjadi "virus" yang berbahaya. Ia menuturkan, ketika masyarakat tidak punya sebuah penyaluran pertumbuhan yang cukup bagus, maka akan berbahaya, karena kesenian sendiri dalam prosesnya dapat membangun perilaku masyarakatnya. Di dalam kekaryaan ada pemikiran filosofi dan hal tertentu yang menjadi muatan.
(Baca juga: Orang Tua Harus Bisa Menyiapkan Mental Anak Menghadapi New Normal )
Pentolan Teater Api Indonesia (TAI) ini menegaskan, bahwa persoalan kesenian di Surabaya, menjadi penting dalam proses pembangunan sebuah kota. Seni tradisi adalah benteng terakhir bagi nasionalisme yang menjadi identitas budaya bangsa. "Nah di situ tentunya ada muatan edukasi terkait budi pekerti dan tata krama, selain kreatifitas," lanjutnya.
Para pelaku seni Surabaya berharap, pemerintah kota hendaknya lebih peka dalam membangun sebuah kota, karena kesenian sendiri merupakan ruh sebuah kota. Jika kota itu kalau dibangun tanpa satu ruh, maka akan menjadi satu kota yang sangat artifisial, hanya pembangunan fisik. Sedangkan manusianya jadi tidak terbangun.
Luhur kembali menegaskan, pembangunan seni dan kebudayaan bukan persoalan fasilitas, tapi soal perlakukuan pemerintah terhadap pelaku kesenian. Salah satu yang penting adalah bagaimana memberikan ruang-ruang itu tumbuh bagi masyarakat. Adanya geliat aktivitas kesenian, khususnya di Balai Pemuda mulai pagi sampai malam menggambarkan bahwa generasi muda masih cinta kesenian tradisi.
"Namun pemerintah kota justru malah menghalau aktifitas masyarakat di Balai Pemuda ini. Padahal di balai pemuda ini banyak ruang alternatif yang seharusnya bisa dimanfaatkan tapi mereka dihalau," tandasnya.
(eyt)
tulis komentar anda