Fakta Menarik Arkeolog Tentang Gunung Semeru dan Titik Kosmos Kerajaan Singasari
Rabu, 15 Desember 2021 - 07:22 WIB
baca juga: Kisah Tragis Dibalik Nama Desa Matamu di Gresik yang Berganti Jadi Tulung
"Yang baru kita ukur iya (Sekaran ngarah ke Gunung Semeru). Mengejutkan juga saya pikir ke Kawi, tapi ke Semeru, cuma berhenti di situ. Tapi benar, arahnya 20 derajat dari utara kompas, menjadikan arah orientasi bangunan pada garis Semeru di Tenggara dan Kawi Butak di barat timur. Tapi Gunung Kawi nggak garis lurus dengan Gunung Semeru, miring, bukan membelakangi lurusnya ke Songgoriti," jelasnya.
Menariknya memang tidak semua kerajaan di Jawa Timur menghadapkan bangunannya ke arah gunung dengan puncak tertinggi. Bahkan beberapa kerajaan seperti Majapahit menghadapkan bangunannya ke Gunung Penanggungan, yang secara ketinggian masih kalah dibandingkan dua gunung di sebelahnya, yakni Gunung Arjuno dan Gunung Welirang.
Sementara bagi Raja Airlangga di bawah panji Kerajaan Kahuripan atau Dinasti Mataram Kuno di Jawa Timur, bangunan - bangunannya berpatokan pada Pegunungan Walikukun, di Kabupaten Tulungagung, sebagai titik sakra atau titik kosmologi.
"Masing-masing kerajaan punya mandala atau titik kosmos sendiri - sendiri. Ini tafsir saya, dimana pembelahan Jawa Airlangga menggunakan titik nol dari Gunung Walikukun di Tulungagung, titik nolnya di sana," terangnya.
Maka asumsinya, mengapa bangunan suci di Kerajaan Singosari memilih mengarahkan kosmologinya ke Gunung Semeru, disebabkan mitos yang beredar bahwa Gunung Semeru atau Gunung Meru, merupakan pemindahan puncak dari India. Dimana saat itu berat Gunung Meru cukup berat, sehingga para dewa memutuskan untuk memindahkannya ke Pulau Jawa, alhasil puncaknya dinamakan Mahameru.
"Kemudian yang menarik pas Sekaran itu mengarah ke Semeru, apakah dari kata Mahameru begitu, itu yang belum ada kajian yang lebih menguatkan itu. Apakah di masa - masa Tumapel Singosari itu pusat kosmosnya diarahkan ke Mahameru atau Semeru, karena ada kesamaan nama juga (dengan Gunung Meru), walaupun yang menjadikan patokannya adalah Gunung Kawi. Tapi belum ada kajian tentang itu," paparnya.
Meski masih misterius mengenai keberadaan bangunan - bangunan bersejarah yang menghadap atau mengarah ke Gunung Semeru tetapi diakui Wicaksono, gunung tertinggi di Pulau Jawa ini memiliki suatu daya pikat magis. Apalagi diperkuat dengan penemuan prasasti masa Kerajaan Kediri yang ditemukan di kawasan Gunung Semeru dekat Ranukumbolo, yang dikeluarkan Raja Kameswara II.
"Itu memang Semeru dijadikan tempat peribadatan yang sakral, menentukan posisi Semeru. Terus kemudian beberapa tinggalan yang ada di Lumajang kan juga di kaki - kaki Semeru, cuma kembali lagi kita belum ngukur datanya, orientasinya di sebelah barat, atau sebelah timur sama - sama mengarah ke puncak Semeru, saya berani ngomong kemudian, tapi ini belum ngambil datanya," pungkasnya.
"Yang baru kita ukur iya (Sekaran ngarah ke Gunung Semeru). Mengejutkan juga saya pikir ke Kawi, tapi ke Semeru, cuma berhenti di situ. Tapi benar, arahnya 20 derajat dari utara kompas, menjadikan arah orientasi bangunan pada garis Semeru di Tenggara dan Kawi Butak di barat timur. Tapi Gunung Kawi nggak garis lurus dengan Gunung Semeru, miring, bukan membelakangi lurusnya ke Songgoriti," jelasnya.
Menariknya memang tidak semua kerajaan di Jawa Timur menghadapkan bangunannya ke arah gunung dengan puncak tertinggi. Bahkan beberapa kerajaan seperti Majapahit menghadapkan bangunannya ke Gunung Penanggungan, yang secara ketinggian masih kalah dibandingkan dua gunung di sebelahnya, yakni Gunung Arjuno dan Gunung Welirang.
Sementara bagi Raja Airlangga di bawah panji Kerajaan Kahuripan atau Dinasti Mataram Kuno di Jawa Timur, bangunan - bangunannya berpatokan pada Pegunungan Walikukun, di Kabupaten Tulungagung, sebagai titik sakra atau titik kosmologi.
"Masing-masing kerajaan punya mandala atau titik kosmos sendiri - sendiri. Ini tafsir saya, dimana pembelahan Jawa Airlangga menggunakan titik nol dari Gunung Walikukun di Tulungagung, titik nolnya di sana," terangnya.
Maka asumsinya, mengapa bangunan suci di Kerajaan Singosari memilih mengarahkan kosmologinya ke Gunung Semeru, disebabkan mitos yang beredar bahwa Gunung Semeru atau Gunung Meru, merupakan pemindahan puncak dari India. Dimana saat itu berat Gunung Meru cukup berat, sehingga para dewa memutuskan untuk memindahkannya ke Pulau Jawa, alhasil puncaknya dinamakan Mahameru.
"Kemudian yang menarik pas Sekaran itu mengarah ke Semeru, apakah dari kata Mahameru begitu, itu yang belum ada kajian yang lebih menguatkan itu. Apakah di masa - masa Tumapel Singosari itu pusat kosmosnya diarahkan ke Mahameru atau Semeru, karena ada kesamaan nama juga (dengan Gunung Meru), walaupun yang menjadikan patokannya adalah Gunung Kawi. Tapi belum ada kajian tentang itu," paparnya.
Meski masih misterius mengenai keberadaan bangunan - bangunan bersejarah yang menghadap atau mengarah ke Gunung Semeru tetapi diakui Wicaksono, gunung tertinggi di Pulau Jawa ini memiliki suatu daya pikat magis. Apalagi diperkuat dengan penemuan prasasti masa Kerajaan Kediri yang ditemukan di kawasan Gunung Semeru dekat Ranukumbolo, yang dikeluarkan Raja Kameswara II.
"Itu memang Semeru dijadikan tempat peribadatan yang sakral, menentukan posisi Semeru. Terus kemudian beberapa tinggalan yang ada di Lumajang kan juga di kaki - kaki Semeru, cuma kembali lagi kita belum ngukur datanya, orientasinya di sebelah barat, atau sebelah timur sama - sama mengarah ke puncak Semeru, saya berani ngomong kemudian, tapi ini belum ngambil datanya," pungkasnya.
(msd)
tulis komentar anda