Kisah Perang Saudara di Balik Legenda Terbelahnya Pulau Jawa dan Sumatera
Senin, 01 November 2021 - 20:32 WIB
Dalam perjalanannya ke kerajaan, Prabu Rakata pun menyempatkan diri mengisi penuh guci yang dibawanya dengan air laut. Tiba di kerajaan, Prabu Rakata lalu memanggil kedua putranya dan meminta agar keduanya berdiri di wilayah perbatasan antara wilayah kekuasaanya masing-masing.
Tanpa banyak bicara, Prabu Rakata kemudian menuangkan air laut dari guci pusakanya itu ke permukaan tanah, tepat di tengah wilayah kekuasaan kedua putranya. Guci yang telah kosong lalu ditempatkan Prabu Rakata di permukaan tanah yang telah basah oleh air yang dituangkan dari guci.
Tak lama kemudian, terdengar suara gemuruh hingga membuat tanah bergetar. Getarannya yang hebat membentuk celah jurang yang sangat dalam hingga terbelahlah wilayah yang disengketakan Raden Tapabaruna dan Raden Sundana itu. Adapun guci yang tersimpan di tengah rekahan tanah kemudian berubah menjadi sebuah gunung. Untuk menghormati pemilik guci, gunung tersebut lalu dinamai Rakata atau Krakatau.
Legenda tersebut dipercaya masyarakat hingga saat ini. Terlebih, legenda itu menyimpan pesan moral yang sangat berharga, yakni kekuasaan bukanlah segala-galanya. Akibat keserakahan, perbatasan wilayah kekuasaan Raden Tapabaruna dan Raden Sundana itu akhirnya sirna tak berbekas. agung bakti sarasa
Tanpa banyak bicara, Prabu Rakata kemudian menuangkan air laut dari guci pusakanya itu ke permukaan tanah, tepat di tengah wilayah kekuasaan kedua putranya. Guci yang telah kosong lalu ditempatkan Prabu Rakata di permukaan tanah yang telah basah oleh air yang dituangkan dari guci.
Tak lama kemudian, terdengar suara gemuruh hingga membuat tanah bergetar. Getarannya yang hebat membentuk celah jurang yang sangat dalam hingga terbelahlah wilayah yang disengketakan Raden Tapabaruna dan Raden Sundana itu. Adapun guci yang tersimpan di tengah rekahan tanah kemudian berubah menjadi sebuah gunung. Untuk menghormati pemilik guci, gunung tersebut lalu dinamai Rakata atau Krakatau.
Legenda tersebut dipercaya masyarakat hingga saat ini. Terlebih, legenda itu menyimpan pesan moral yang sangat berharga, yakni kekuasaan bukanlah segala-galanya. Akibat keserakahan, perbatasan wilayah kekuasaan Raden Tapabaruna dan Raden Sundana itu akhirnya sirna tak berbekas. agung bakti sarasa
(shf)
tulis komentar anda