Protes Regulasi Peternakan, BEM dan Peternak Unggas Bakal Geruduk DPR
Minggu, 10 Oktober 2021 - 13:19 WIB
Alvino sebagai Ketua Aksi yang didukung Koordinator Lapangan, Rofi Yasifun, Fathoni Mahmudi, dan Suwardi peternak asal Jawa Timur, menuntut Pemerintah untuk meninjau kembali Surat Edaran (SE), cutting HE maupun DOC yang sering dikeluarkan oleh Kementan RI, melalui Dirjen PKH (Peternakan dan Kesehatan Hewan).
Dia mengatakan, fakta di lapangan bahwa perusahaan integrator diduga menjual hasil budidayanya ke pasar becek, bersamaan dengan peternak ayam mandiri. Padahal previledge yang diberikan Pemerintah kepada mereka, berupa wewenang mengimpor GPS (Grand Parent Stock), mengolah ayam potong sendiri, bukan menjual ke pasar becek.
Sementara itu, peternak ayam Pardjuni menilai, bahwa SE untuk cutting (pemusnahan) HE/telur, bukan solusi permanen akibat over supply ayam, yang ditenggarai kurangnya kontrol pemerintah terhadap para importir GPS (Bibit Indukan Ayam)
“Secara teknis pengurangan bibit ayam final stock justru tidak tepat sasaran. Diiming-imingi dengan SE ini harga ayam hidup membaik, ternyata itu hanya buaian belaka dan kami selalu dihantui dengan harya ayam hidup di kandang yang selalu jeblok dibawah HPP kami” tuturnya.
Dijelaskannya, seperti SE dikeluarkan pada 6 Oktober 2021, dengan nomor 06066/PK.230/F/10/2021 perihal Pengaturan dan Pengendalian Produksi DOC final stock ayam ras pedaging bulan Oktober 2021, dengan prediksi potensi surplus sebanyak 87.584.003 ekor.
“Seharusnya jika mau dipangkas akibat over supply bukan telur tetas final stock, tetapi dikurangi bibit indukan ayam. Ditambah lagi pelaksanaan SE pemusnahan ini tidak tertib dan tidak ada sanksi tegas dari pemerintah, sehingga dimanfaatkan integrator untuk menaikan harga jual DOC final stock, dampaknya peternak tidak mampu lagi membeli DOC mahal” imbuhnya.
Dia mengatakan, fakta di lapangan bahwa perusahaan integrator diduga menjual hasil budidayanya ke pasar becek, bersamaan dengan peternak ayam mandiri. Padahal previledge yang diberikan Pemerintah kepada mereka, berupa wewenang mengimpor GPS (Grand Parent Stock), mengolah ayam potong sendiri, bukan menjual ke pasar becek.
Sementara itu, peternak ayam Pardjuni menilai, bahwa SE untuk cutting (pemusnahan) HE/telur, bukan solusi permanen akibat over supply ayam, yang ditenggarai kurangnya kontrol pemerintah terhadap para importir GPS (Bibit Indukan Ayam)
“Secara teknis pengurangan bibit ayam final stock justru tidak tepat sasaran. Diiming-imingi dengan SE ini harga ayam hidup membaik, ternyata itu hanya buaian belaka dan kami selalu dihantui dengan harya ayam hidup di kandang yang selalu jeblok dibawah HPP kami” tuturnya.
Dijelaskannya, seperti SE dikeluarkan pada 6 Oktober 2021, dengan nomor 06066/PK.230/F/10/2021 perihal Pengaturan dan Pengendalian Produksi DOC final stock ayam ras pedaging bulan Oktober 2021, dengan prediksi potensi surplus sebanyak 87.584.003 ekor.
“Seharusnya jika mau dipangkas akibat over supply bukan telur tetas final stock, tetapi dikurangi bibit indukan ayam. Ditambah lagi pelaksanaan SE pemusnahan ini tidak tertib dan tidak ada sanksi tegas dari pemerintah, sehingga dimanfaatkan integrator untuk menaikan harga jual DOC final stock, dampaknya peternak tidak mampu lagi membeli DOC mahal” imbuhnya.
(msd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda