Petani Kopi Pangandaran Pertahankan Rasa Khas Melalui Pola Jemur Green House
Kamis, 28 Mei 2020 - 19:55 WIB
PARIGI - Untuk mempertahankan rasa kopi yang khas, petani kopi di Pangandaran perlakukan pengolahan kopi dengan cara penjemuran green house.
Agar kopi menghasilkan cipta rasa yang maksimal pengolahan kopi tidak asal-asalan, dari mulai penanaman, perawatan hingga panen dan pengolahan harus dikerjakan sesuai dengan standar.
Salah satu petani kopi asal Pangandaran Gugi Samugya mengatakan, dirinya semula melakukan cara penjemuran kopi yang sudah dipanen cukup dijemur diatas tanah atau dijemur beralas terpal. "Namun cara penjemuran diatas tanah atau beralas terpal dinilai kurang maksimal saat kopi di diseduh," kata Gugi.
Gugi menambahkan, rasa kopi yang dijemur diatas tanah atau beralas terpal, kopi yang dikonsumsi terasa bau apek dan bau plastik. "Karena rasanya kurang nikmat akhirnya kami beralih ke cara penjemuran menggunakan green house atau rumah jemur berbahan plastik," tambahnya.
Cara jemur menggunakan green house memerlukan waktu selama 14 hari dengan penyusutan dari 1 kilogram kopi basah menjadi 3 ons kopi kering. "Ukuran green house 6 meter x 12 meter mampu menampung 5 kwintal," terang Gugi.
Saat ini Gugi memiliki lahan seluas 35 hektare kebun kopi robusta dengan lokasi tanam diatas 500 MDPL. "Terkadang kami terkendala saat proses pengeringan kopi, karena dalam satu kali musim panen menghasilkan 60 ton kopi," papar Gugi.
Sedangkan tempat pengering green house yang kami miliki tidak cukup untuk menampung seluruh hasil panen. "Sejak cara jemur kopi dengan cara green house rasa kopi kami memiliki nilai tambah dari konsumen," jelas Gugi.
Saat ini harga kopi robusta Pangandaran jenis asalan yang di produksi Gugi Rp18 ribu per kilogram, sedangkan kopi super yang telah dipilih tembus dikisaran Rp45 ribu per kilogram.
Penjualan kopi yang dikelola Gugi sekarang sudah tembus pasar lokal sejumlah kedai kopi di Pangandaran.
Gugi mengaku harga kopi masih normal dan tidak mengalami perubahan harga meskipun dengan kondisi Pandemi Covid-19.
Agar kopi menghasilkan cipta rasa yang maksimal pengolahan kopi tidak asal-asalan, dari mulai penanaman, perawatan hingga panen dan pengolahan harus dikerjakan sesuai dengan standar.
Salah satu petani kopi asal Pangandaran Gugi Samugya mengatakan, dirinya semula melakukan cara penjemuran kopi yang sudah dipanen cukup dijemur diatas tanah atau dijemur beralas terpal. "Namun cara penjemuran diatas tanah atau beralas terpal dinilai kurang maksimal saat kopi di diseduh," kata Gugi.
Gugi menambahkan, rasa kopi yang dijemur diatas tanah atau beralas terpal, kopi yang dikonsumsi terasa bau apek dan bau plastik. "Karena rasanya kurang nikmat akhirnya kami beralih ke cara penjemuran menggunakan green house atau rumah jemur berbahan plastik," tambahnya.
Cara jemur menggunakan green house memerlukan waktu selama 14 hari dengan penyusutan dari 1 kilogram kopi basah menjadi 3 ons kopi kering. "Ukuran green house 6 meter x 12 meter mampu menampung 5 kwintal," terang Gugi.
Saat ini Gugi memiliki lahan seluas 35 hektare kebun kopi robusta dengan lokasi tanam diatas 500 MDPL. "Terkadang kami terkendala saat proses pengeringan kopi, karena dalam satu kali musim panen menghasilkan 60 ton kopi," papar Gugi.
Sedangkan tempat pengering green house yang kami miliki tidak cukup untuk menampung seluruh hasil panen. "Sejak cara jemur kopi dengan cara green house rasa kopi kami memiliki nilai tambah dari konsumen," jelas Gugi.
Saat ini harga kopi robusta Pangandaran jenis asalan yang di produksi Gugi Rp18 ribu per kilogram, sedangkan kopi super yang telah dipilih tembus dikisaran Rp45 ribu per kilogram.
Penjualan kopi yang dikelola Gugi sekarang sudah tembus pasar lokal sejumlah kedai kopi di Pangandaran.
Gugi mengaku harga kopi masih normal dan tidak mengalami perubahan harga meskipun dengan kondisi Pandemi Covid-19.
(ars)
tulis komentar anda