Lockdown, Warga Guatemala dan El Salvador Terancam Kelaparan
Jum'at, 22 Mei 2020 - 17:32 WIB
SAN SALVADOR - Lockdown ketat untuk mencegah penyebaran virus Corona di Guatemala dan El Savador telah menghancurkan ekonomi lokal. Kondisi ini membuat ratusan keluarga di kedua negara tersebut mengibarkan bendera putih di luar rumah atau melambaikannya di jalan untuk mendapatkan bantuan.
Lockdown ketat yang telah berlangsung selama 50 hari di El Salvador membuat warganya kehilangan mata pencaharian. Akibatnya, mereka terancam kelaparan di tengah pandemi global yang mematikan. Mereka pun terpaksa mengais makanan yang dibuang di pasar kota.
"Aku mencari-cari di tempat sampah di mana sampah berada," kata Ana Orellana, pria berusia 51 tahun yang sehari-hari sebelum pandemi berprofesi sebagai pedagang kopi kaki lima. (Baca Juga: Singapura Izinkan Transit via Bandara Changi Mulai 2 Juni )
"Aku pergi ke pasar Tiendona untuk mendapatkan barang-barang, karena kita benar-benar tidak memiliki tomat atau bawang sekarang, dan kita membuat sup tomat di sini tanpa minyak, hanya setengah matang," ungkapnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (22/5/2020).
Orelana tinggal bersama tiga rekannya di sebuah rumah kos di San Salvador, Ibu Kota El Salvador. Selain mengibarkan bendera putih, mereka juga menyematkan tanda salah eja di jendela yang bertuliskan "kami tidak menerima bantuan."
Tulisan itu dimaksudkan untuk memberi tahu jika mereka tidak menerima bantuan USD300 yang dikeluarkan Presiden Nayib Bukele pada buran Maret lalu. Bantuan tersebut diberikan kepada 1,5 juta keluarga miskin atau sekitar tiga perempat dari populasi.
Apa yang terjadi pada Orellana dan rekan-rekannya juga terjadi di wilayah lain di Amerika Tengah dan sebagian besar Amerika Latin, di mana pandemi menjadi ancaman memperburuk kemiskinan kronis di antara jutaan orang.
Protes makanan telah pecah di negara-negara termasuk Venezuela dan Chili. El Salvador dan Guatemala yang berdekatan, dua negara termiskin di Amerika, telah menanggung konsekuensi dari kebijakan lockdown yang paling ketat.
Di kota-kota dan desa-desa di kedua negara, ratusan tanda untuk meminta makanan telah muncul dan orang-orang dalam kesulitan turun ke jalan untuk mengibarkan bendera putih. Bingkisan makanan dari pemerintah dan sumbangan dari orang-orang biasa telah membantu meringankan sebagian dari kekurangan tersebut, tetapi sumber dayanya sangat terbatas.
Lockdown ketat yang telah berlangsung selama 50 hari di El Salvador membuat warganya kehilangan mata pencaharian. Akibatnya, mereka terancam kelaparan di tengah pandemi global yang mematikan. Mereka pun terpaksa mengais makanan yang dibuang di pasar kota.
"Aku mencari-cari di tempat sampah di mana sampah berada," kata Ana Orellana, pria berusia 51 tahun yang sehari-hari sebelum pandemi berprofesi sebagai pedagang kopi kaki lima. (Baca Juga: Singapura Izinkan Transit via Bandara Changi Mulai 2 Juni )
"Aku pergi ke pasar Tiendona untuk mendapatkan barang-barang, karena kita benar-benar tidak memiliki tomat atau bawang sekarang, dan kita membuat sup tomat di sini tanpa minyak, hanya setengah matang," ungkapnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (22/5/2020).
Orelana tinggal bersama tiga rekannya di sebuah rumah kos di San Salvador, Ibu Kota El Salvador. Selain mengibarkan bendera putih, mereka juga menyematkan tanda salah eja di jendela yang bertuliskan "kami tidak menerima bantuan."
Tulisan itu dimaksudkan untuk memberi tahu jika mereka tidak menerima bantuan USD300 yang dikeluarkan Presiden Nayib Bukele pada buran Maret lalu. Bantuan tersebut diberikan kepada 1,5 juta keluarga miskin atau sekitar tiga perempat dari populasi.
Apa yang terjadi pada Orellana dan rekan-rekannya juga terjadi di wilayah lain di Amerika Tengah dan sebagian besar Amerika Latin, di mana pandemi menjadi ancaman memperburuk kemiskinan kronis di antara jutaan orang.
Protes makanan telah pecah di negara-negara termasuk Venezuela dan Chili. El Salvador dan Guatemala yang berdekatan, dua negara termiskin di Amerika, telah menanggung konsekuensi dari kebijakan lockdown yang paling ketat.
Di kota-kota dan desa-desa di kedua negara, ratusan tanda untuk meminta makanan telah muncul dan orang-orang dalam kesulitan turun ke jalan untuk mengibarkan bendera putih. Bingkisan makanan dari pemerintah dan sumbangan dari orang-orang biasa telah membantu meringankan sebagian dari kekurangan tersebut, tetapi sumber dayanya sangat terbatas.
tulis komentar anda