Amankan Jaringan Listrik, PLN Gerak Cepat Tanggulangi Dampak Bencana Ekstrem
Sabtu, 27 Februari 2021 - 20:26 WIB
Jawa Barat adalah salah satu sentra industri nasional. Sekitar 40% industri manufaktur ada di provinsi dengan penduduk lebih dari 48 juta jiwa ini. Industri manufaktur tersebut menyumbang multiplier efek besar bagi ekonomi Jawa Barat dan nasional.
Sejauh ini, PLN cukup berhasil menyediakan ketersediaan pasokan listrik bagi masyarakat. Hingga November 2020, PLN tercatat telah memenuhi kebutuhan konsumsi listrik nasional sebesar 221,87 terawatt hour (TWh). Walaupun, untuk cadangan listrik PLN tercatat surplus hingga 30%.
Selain jaminan suplai, PLN juga memastikan harga listrik tetap terjangkau, sebagaimana amanat pemerintah. Di mana, harga listrik di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan negara-negara di ASEAN, terutama untuk tarif listrik tegangan tinggi (TT). Pada Januari 2020, tarif untuk industri besar tegangan tinggi Rp997/kwh.
Di Malaysia misalnya, tarif listrik industri besar tegangan tinggi Rp1.068/kwh, Thailand Rp1.161/kwh, Singapura Rp1.792/kwh, Filipina Rp1.450/kwh, dan di Vietnam Rp1.017/kwh. Tak hanya itu, tarif industri menengah tegangan menengah (TM) juga rendah, sebesar Rp1.115/kwh.
Bukti listrik sangat dibutuhkan masyarakat terutama industri tampak pada masuknya listrik sebagai komponen penting yang menunjang iklim usaha. Listrik meraih poin terkecil dibandingkan indikator lainnya. Indikator ini dinilai dengan metode, semakin kecil angkanya, menunjukkan kemudahan yang diberikan PLN kepada investor.
Listrik PLN juga tercatat mampu menopang kebutuhan industri kesehatan saat pandemi. PLN Unit Induk Distribusi Jawa Barat (PLN UID Jabar) mencatat, selama tahun 2020 pelanggan besar bidang usaha kesehatan di Jawa Barat mengalami kenaikan konsumsi listrik yang cukup signifikan sebesar 8,15% dibandingkan 2019 lalu.
Manager Komunikasi PLN UID Jawa Barat Iwan Ridwan menjelaskan, penjualan kWh tahun 2020 yang mengalami peningkatan utamanya adalah pelanggan besar bidang kesehatan. Meliputi rumah sakit, puskesmas, dan praktik dokter dengan kenaikan 7,19% menjadi 340.393.015 kWh. Sementara industri farmasi, obat, kesehatan naik 9,1% menjadi 355.827.943 kWh.
“Pandemi yang berlangsung sejak Maret 2020, membuat kebutuhan masyarakat akan suplemen, obat-obatan dan berbagai alat kesehatan meningkat. Begitu pula rumah sakit, puskesmas, dan berbagai klinik yang melayani pemeriksaan kesehatan. Kondisi tersebut tentu membutuhkan dukungan listrik, sehingga konsumsi listrik di bidang tersebut meningkat,” ujar Iwan.
Untuk Jawa Barat, jumlah pelanggan besar industri farmasi, obat, kesehatan terbanyak ada di Cimahi (18 pelangan), Cikarang (17 pelanggan), dan Gunung Putri (17 pelanggan). Sadangkan pelanggan rumah sakit, puskesmas, dan praktik dokter terbanyak ada di Bandung (27 pelanggan), Bogor (20 pelanggan) dan Bekasi (19 pelanggan).
Iwan menambahkan, selain bidang kesehatan, kenaikan konsumsi listrik juga dialami oleh pelanggan besar bidang peternakan sebesar 2,7% menjadi 224.945.524 kWh. Disusul pergudangan dengan kenaikan 1,72% menjadi 57.843.605 kWh serta sektor pertanian, perhutanan, dan perkebunan naik 1,44 % menjadi 113.966.573 kWh.
Sejauh ini, PLN cukup berhasil menyediakan ketersediaan pasokan listrik bagi masyarakat. Hingga November 2020, PLN tercatat telah memenuhi kebutuhan konsumsi listrik nasional sebesar 221,87 terawatt hour (TWh). Walaupun, untuk cadangan listrik PLN tercatat surplus hingga 30%.
Selain jaminan suplai, PLN juga memastikan harga listrik tetap terjangkau, sebagaimana amanat pemerintah. Di mana, harga listrik di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan negara-negara di ASEAN, terutama untuk tarif listrik tegangan tinggi (TT). Pada Januari 2020, tarif untuk industri besar tegangan tinggi Rp997/kwh.
Di Malaysia misalnya, tarif listrik industri besar tegangan tinggi Rp1.068/kwh, Thailand Rp1.161/kwh, Singapura Rp1.792/kwh, Filipina Rp1.450/kwh, dan di Vietnam Rp1.017/kwh. Tak hanya itu, tarif industri menengah tegangan menengah (TM) juga rendah, sebesar Rp1.115/kwh.
Bukti listrik sangat dibutuhkan masyarakat terutama industri tampak pada masuknya listrik sebagai komponen penting yang menunjang iklim usaha. Listrik meraih poin terkecil dibandingkan indikator lainnya. Indikator ini dinilai dengan metode, semakin kecil angkanya, menunjukkan kemudahan yang diberikan PLN kepada investor.
Listrik PLN juga tercatat mampu menopang kebutuhan industri kesehatan saat pandemi. PLN Unit Induk Distribusi Jawa Barat (PLN UID Jabar) mencatat, selama tahun 2020 pelanggan besar bidang usaha kesehatan di Jawa Barat mengalami kenaikan konsumsi listrik yang cukup signifikan sebesar 8,15% dibandingkan 2019 lalu.
Manager Komunikasi PLN UID Jawa Barat Iwan Ridwan menjelaskan, penjualan kWh tahun 2020 yang mengalami peningkatan utamanya adalah pelanggan besar bidang kesehatan. Meliputi rumah sakit, puskesmas, dan praktik dokter dengan kenaikan 7,19% menjadi 340.393.015 kWh. Sementara industri farmasi, obat, kesehatan naik 9,1% menjadi 355.827.943 kWh.
“Pandemi yang berlangsung sejak Maret 2020, membuat kebutuhan masyarakat akan suplemen, obat-obatan dan berbagai alat kesehatan meningkat. Begitu pula rumah sakit, puskesmas, dan berbagai klinik yang melayani pemeriksaan kesehatan. Kondisi tersebut tentu membutuhkan dukungan listrik, sehingga konsumsi listrik di bidang tersebut meningkat,” ujar Iwan.
Untuk Jawa Barat, jumlah pelanggan besar industri farmasi, obat, kesehatan terbanyak ada di Cimahi (18 pelangan), Cikarang (17 pelanggan), dan Gunung Putri (17 pelanggan). Sadangkan pelanggan rumah sakit, puskesmas, dan praktik dokter terbanyak ada di Bandung (27 pelanggan), Bogor (20 pelanggan) dan Bekasi (19 pelanggan).
Iwan menambahkan, selain bidang kesehatan, kenaikan konsumsi listrik juga dialami oleh pelanggan besar bidang peternakan sebesar 2,7% menjadi 224.945.524 kWh. Disusul pergudangan dengan kenaikan 1,72% menjadi 57.843.605 kWh serta sektor pertanian, perhutanan, dan perkebunan naik 1,44 % menjadi 113.966.573 kWh.
tulis komentar anda