Ini Cerita Pemudik Asal Solo yang Nekat Jalan Kaki dari Jakarta
Senin, 18 Mei 2020 - 15:49 WIB
Selama jalan kaki melalui jalur pantura, Satrio berupaya untuk tetap puasa.
Setiap hari, dirinya menempuh perjalanan sekitar 100 kilometer dengan durasi waktu antara 12-14 jam. Selama perjalanan, medan paling berat adalah jalanan di wilayah Karawang Timur hingga Tegal karena sangat panas. Ketika memasuki Brebes dan Pekalongan cuaca sedikit adem. Selama berjalan, ia menyempatkan beberapa kali beristirahat untuk mengumpulkan tenaga. Dirinya berhenti berjalan untuk tidur ketika menjelang dini hari. Lokasi istirahat yang dipilih untuk tidur adalah SPBU maupun warung tempat pemberhentian truk.
Ketika perjalananya sampai Gringsing (Batang), aksi nekatnya mudik jalan kaki diketahui rekan rekannya yang tergabung dalah wadah Pengemudi Pariwisata Indonesia (Peparindo). Dirinya dimarahi teman temannya karena tidak ngomong. “Kalau saya ngomong pasti saya gagal pulang karena akan dibantu oleh teman-teman Peparindo di Jakarta,” ucapnya.
Dari Gringsing, ia lalu dijemput dan dibawa menuju Sekretaris Peparindo Jawa Tengah di Ungaran pada 14 Mei 2020. Sejak itu, dirinya tidak diperbolehkan jalan kaki lagi untuk meneruskan perjalananya hingga Solo.
Setelah diantar menuju Solo, Satrio tidak menuju ke rumahnya namun ke tempat karantina bagi pemudik di Graha Wisata Niaga Solo. Ia masuk ke tempat karantina pada 15 Mei 2020 sekitar pukul 08.00 WIB. Pada awalnya sempat takut juga karena memakai nama karantina.
“Tapi ternyata malah di sini nyaman dan penuh kekeluargaan. Kami di sini benar-benar dihargai, makan enak dan ada hiburan juga," ungkapnya. Setelah karantina 14 hari selesai, dirinya ingin pulang ke rumah di Kelurahan Sudiroprajan, Solo.
Setiap hari, dirinya menempuh perjalanan sekitar 100 kilometer dengan durasi waktu antara 12-14 jam. Selama perjalanan, medan paling berat adalah jalanan di wilayah Karawang Timur hingga Tegal karena sangat panas. Ketika memasuki Brebes dan Pekalongan cuaca sedikit adem. Selama berjalan, ia menyempatkan beberapa kali beristirahat untuk mengumpulkan tenaga. Dirinya berhenti berjalan untuk tidur ketika menjelang dini hari. Lokasi istirahat yang dipilih untuk tidur adalah SPBU maupun warung tempat pemberhentian truk.
Ketika perjalananya sampai Gringsing (Batang), aksi nekatnya mudik jalan kaki diketahui rekan rekannya yang tergabung dalah wadah Pengemudi Pariwisata Indonesia (Peparindo). Dirinya dimarahi teman temannya karena tidak ngomong. “Kalau saya ngomong pasti saya gagal pulang karena akan dibantu oleh teman-teman Peparindo di Jakarta,” ucapnya.
Dari Gringsing, ia lalu dijemput dan dibawa menuju Sekretaris Peparindo Jawa Tengah di Ungaran pada 14 Mei 2020. Sejak itu, dirinya tidak diperbolehkan jalan kaki lagi untuk meneruskan perjalananya hingga Solo.
Setelah diantar menuju Solo, Satrio tidak menuju ke rumahnya namun ke tempat karantina bagi pemudik di Graha Wisata Niaga Solo. Ia masuk ke tempat karantina pada 15 Mei 2020 sekitar pukul 08.00 WIB. Pada awalnya sempat takut juga karena memakai nama karantina.
“Tapi ternyata malah di sini nyaman dan penuh kekeluargaan. Kami di sini benar-benar dihargai, makan enak dan ada hiburan juga," ungkapnya. Setelah karantina 14 hari selesai, dirinya ingin pulang ke rumah di Kelurahan Sudiroprajan, Solo.
(mpw)
tulis komentar anda