Terlibat Konflik, Ponpes Tahfidz Qur'an Alam Maroko Diisolasi dan Terancam Diusir

Rabu, 03 Februari 2021 - 21:11 WIB
Aktivitas belajar santri di Pondok pesantren Tahfidz Quran Alam Maroko di Desa Mekarjaya, Kecamatan Cihampelas, KBB. Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
BANDUNG BARAT - Pondok pesantren Tahfidz Qur'an Alam Maroko di Desa Mekarjaya, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB) , Jawa Baratterancam terusir. Pasalnya lahan yang ditempati Ponpes tersebut diminta untuk segera dikosongkan oleh pemiliknya, yakni PT Indonesia Power (IP) Saguling.

Selain itu, warga sekitar juga meminta pengurus pesantren segera menghentikan aktivitas di ponpes. Warga menilai pendirian pesantren itu tidak ada izin atau restu dari warga setempat, karena pengurusnya tidak berkomunikasi terlebih dahulu sebelum dibangun.





"PT Indonesia Power (IP) Saguling sudah mengirim surat supaya kami segera mengosongkan lahan ini sebelum tanggal 10 Februari 2021," kata Pendiri Pondok Pesantren Tahfidz Qur'an Alam Maroko, Dadang Budiman, Rabu (3/2/2021).



Namun, meski mendapat surat edaran untuk segera mengosongkan lahan, Dadang mengaku akan bertahan. Pihaknya bahkan sudah melayangkan surat untuk audiens ke pihak DPRD dan Bupati Bandung Barat. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya mempertahankan diri atas pengusiran dan penutupan aktivitas pesantren oleh warga sekitar.

"Kami tidak akan pergi dari sini (mengosongkan) pesantren. Walau warga mengancam akan melaporkan kami ke pihak berwajib. Silakan saja," sambungnya.

Diakuinya persoalan dengan warga yang akhirnya merembet kepada soal legalitas lahan, sudah berlangsung sejak beberapa bulan lalu. Persoalan ini pun sudah dimediasi oleh pemerintah desa pada 27 Januari 2021. Tapi pihaknya tidak menerima hasil mediasi karena dinilai penuh dengan agenda setingan.

"Itu bukan mediasi, pertemuan digunakan untuk menekan kami. Makanya sampai saat ini kami tidak menerima hasil pertemuan itu," tegasnya.

Sementara Kepala Desa Mekarjaya Ipin Surjana mengungkapkan, konflik antara pondok pesantren dengan warga setempat bermula dari adanya komunikasi antar keduanya yang tidak selesai. Konflik kemudian membesar hingga akhirnya timbul kebencian dari warga, dan akses masuk ke ponpes sempat diportal. "Warga inginnya pesantren bubar, karena dianggap tidak menghargai pengurus RT dan RW," katanya.
(shf)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content