Konflik Harimau Sumatera, Butuh Solusi Segera dan Bersama-sama untuk Mengatasinya

Minggu, 17 Januari 2021 - 16:26 WIB
"Kita akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat jika kawasan itu merupakan home range dari harimau . Artinya memang perlu pendekatan yang lebih intensif kepada masyarakat," ujar Kepala UPT KPH Wilayah I Stabat, Puji Hartono.



Kepala Seksi Perencanaan Perlindungan dan Pengawetan pada BBTNGL, Rinaldo mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan tabulasi masalah mengapa harimau bisa muncul dan aktifitasnya meningkat di kawasan TNGL. Di antaranya adalah kerusakan lahan, perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan hingga ternak warga yang tidak dikandangkan.

Pihaknya juga berupaya melakukan tindakan persuasif kepada masyarakat untuk tidak melakukan perburuan satwa di dalam kawasan hutan. Dugaan yang mencuat adalah soal penurunan jumlah pakan satwa di dalam hutan. Sehingga harimau bisa masuk ke kawasan kelola masyarakat. Sementara, ada peningkatan populasi satwa sehingga kebutuhan paan juga semakin meningkat. "Perlu sosialisasi masyarakat, disarankan masyarakat melakukan pengandangan satwa ternak," ungkap Rinaldo.

Pengandangan memang menjadi salah satu solusi cepat untuk meminimalisir potensi konflik. Meskipun para pemangku kebijakan harus membahas solusi lebih jauh agar tidak ada pihak yang tercederai. Termasuk upaya mengurangi tingkat perburuan satwa liar dilindungi. Pun begitu, solusi pengandangan ternak juga memiliki tantangan.



Program Manager WCS-IP Tarmizi mengatakan, program pengandangan ternak ini terkendala lahan. Ada juga masyarakat yang memiliki ternak tapi tidak memiliki lahan untuk kandangnya.

"Ini menjadi PR kita bersama. Solusi lainnya yang juga bisa ditambahkan, masyarakat harus diberikan pemahaman tentang bagaimana menanam pakan ternak sendiri. Sehingga tidak lagi melepas ternaknya di perkebunan," ungkap Tarmizi.

Staff Capacity Building LCP Ismail mengatakan jika, pengandangan bisa dilakukan secara kolektif. Sehingga bisa menghemat biaya dalam pembangunannya. Sementara itu, Khairul Azmi dari Sumatra Tiger Project berharap, ada satuan tugas yang dibentuk untuk penanganan konflik harimau. Kepala daerah setempat yang harusnya berkewenangan membentuk Satgas ini. Sehingga ada langkah cepat dan koordinasi yang baik dalam penanganan konflik.

Perubahan Pola Beternak

Kepala BBKSDA Sumatra Utara, Hotmauli Sianturi menjelaskan, jika harus ada upaya perubahan pola peternakan masyarakat. Tentunya, mengubah pola peternakan masyarakat juga bukan pekerjaan mudah. Harus ada kerja sama lintas pihak untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat.



Hotmauli berharap Dinas Peternakan di daerah setempat juga memberikan perhatian kepada para peternak. "Mengubah pola peternakan ini sangat penting dilakukan. Sehingga masyarakat tidak lagi merasa dirugikan dengan kehilangan ternaknya karena dimangsa oleh harimau," ungkapnya.

Dia mengapresiasi langkah STFJ yang menggagas diskusi lintas lembaga di tengah maraknya konflik satwa. "Saya pikir ini sangat bagus. Diskusi seperti ini harus sering dilakukan. Ini juga merupakan peran jurnalis untuk bisa mengedukasi masyarakat. Ke depan boleh lagi dan melibatkan stakeholder lainnya yang lebih banyak," pungkasnya.



Saat ini BBKSDA bersama pemangku kebijakan lainnya juga sudah memasang kandang jebak untuk harimau. Jika masuk ke kandang jebak, maka nantinya akan dilakukan translokasi terhadap harimau tersebut.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More