Tahun 2021 Sudah di Depan Mata, Hama Tikus di Kabupaten Blitar Masih Merajalela

Kamis, 31 Desember 2020 - 18:48 WIB
Dalam hitungan tidak sampai satu menit, tikus berhamburan keluar. Kawanan pengerat itu tidak tahan asap belerang. Semuanya langsung dibantai tanpa ampun. Tidak ada satu ekor pun yang dibiarkan hidup. Namun kendati demikian, jumlah tikus di sawah tetap banyak. "Yang heran tidak hanya saya. Semua petani juga heran. Tikus seperti tidak ada habisnya," keluh Slamet.

Kawanan tikus itu tiap malam tetap menyerbu tanaman. Tanaman apa saja. Kecuali bawang merah dan cabai yang mungkin getir dan pedas, semua disikat. Mulai tanaman baru tumbuh sampai nanti berbuah, tidak ada yang lolos dari serangan. Yang dirasakan Slamet, setelah dioperasi, serangan tikus malah semakin ganas. Seolah ngamuk menuntut balas teman teman mereka yang dibantai.

(Baca juga: Asyik Mesum di Hotel dan Rumah Kos, 2 Pria dan 2 Wanita Tanpa Baju Diciduk Polisi )

"Tanaman yang lolos pada saat masa tumbuh, nanti dihabisi pada saat berbuah," papar Slamet. Pada saat musim tanam padi, Slamet juga bercocok tanam padi. Hasilnya juga tidak lebih baik dari jagung. Seingat Slamet, sejak awal tahun 2020, yakni bulan Januari sampai akhir Desember ini, hama tikus tidak juga berhenti. Sebagai petani, baru di tahun 2020 ini ia merasakan hama tikus yang begitu awet setahun penuh.

Karena merasa bosan tidak menemukan solusi, para petani tidak lagi melakukan perburuan. Tikus dibiarkan begitu saja berkeliaran. Sementara sosialisasi pemerintah yang menyarankan petani memiara burung hantu dan tidak membunuh ular, dianggap sebagai solusi jangka panjang. Di akhir tahun ini, tanaman cabai Slamet memasuki masa panen. Dan sejauh ini kata dia masih relatif aman.

"Apa ya karena tahun 2020 itu shionya tikus, sehingga tikus seolah menjadi wabah yang berlangsung setahun penuh," pungkas Slamet. Mujiono (60), petani lain memiliki pandangan yang berbeda. Wabah tikus yang melanda petani nyaris setahun penuh, ada kaitannya dengan kearifan lokal yang ditinggalkan petani. Sudah sekitar delapan tahun terakhir, petani tidak lagi menggelar budaya selametan saat hendak memulai cocok tanam.

Tidak ada lagi ritual berdoa bersama di sawah. Yakni berdoa yang diikuti menempatkan sesaji atau cok bakal di empat titik bidang sawah yang hendak ditanami. Bagi Mujiono, hama tikus sedari dulu sudah ada. Namun baru di tahun 2020 serangannya sangat lama dan merata. Disisi lain ia juga percaya, mewabahnya tikus akibat ular yang semakin langka, yakni setelah banyak orang memperjualbelikan. Termasuk burung hantu juga semakin sulit ditemui.

"Dulu ada sesaji cok bakal saat hendak tanam dan panen. Tradisi itu sudah lama tidak dipakai, karena petani lebih percaya obat pabrik," ujar Mujiono yang tanaman padinya juga ludes digasak tikus. Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Blitar Noeryono Darul Yuhanda sebelumnya mengatakan, serangan hama tikus telah merusak kurang lebih 500 hektar tanaman sawah di Kabupaten Blitar.

Serangan tikus terjadi merata di 22 kecamatan. "Kurang lebih 500 hektar dan terjadi merata di 22 kecamatan," ujar Noeryono. Serangan hama tikus yang terjadi pada tahun 2020 diakui lebih hebat dibanding tahun sebelumnya. Fenomena tersebut salah satunya disebabkan pergantian musim yang tidak menentu. Terkait pemberantasan Noeryono menghimbau petani tidak menempuh cara cara yang berbahaya. "Pergantian musim mengakibatkan banyak makanan tikus yang berkurang, sehingga beralih ke sawah," terang Noeryono.
(msd)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More