Penyidikan Dihentikan, Cagub Sumbar Mulyadi Dinyatakan Tak Terbukti Bersalah
Minggu, 13 Desember 2020 - 21:27 WIB
JAKARTA - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan calon Gubernur Sumatera Barat , Mulyadi tidak bersalah atas dugaan pelanggaran kampanye. Bareskrim Polri pun menerbitkan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3). “Dihentikan penyidikannya karena perkara tersebut tidak terdapat cukup bukti,” pernyataan tersebut tertulis dalam SP3 bernomor: B/1152/XII/2020/Dittipidum.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Andi Rian pun mengonfirmasi kasus tersebut sudah dihentikan. Kasus tersebut dihentikan bersamaan diterbitkannya SP3 pada 11 Desember 2020. "Penyidikan sudah dihentikan sejak kemarin, Jumat tanggal 11 Desember 2020," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Andi Rian saat dikonfirmasi.
Sayangnya, SP3 tersebut disampaikan setelah hari pencoblosan Pilgub Sumbar 2020 yang dilaksanakan pada 9 Desember 2020 lalu. Hal ini memantik kekecewaan masyarakat Sumbar.
Mulyadi yang menjadi idola masyarakat Sumbar dan sejak awal diprediksi memenangkan Pilgub Sumbar harus ikhlas menghadapi dinamika. Mulyadi pun menempati posisi elektabilitas teratas dalam berbagai lembaga survei, termasuk survei Poltracking Indonesia tanggal 25-30 November 2020, seminggu sebelum pencoblosan. Survei tersebut menempatkan Mulyadi dengan elektabilitas tertinggi dengan 37,2%, unggul jauh dari calon lainnya.
Prediksi tersebut berbalik menjelang 4 hari sebelum pencoblosan karena berita tersangka pelanggaran pemilu yang disampaikan Bareskrim sudah menyebar luas di tengah-tengah masyarakat. Bahkan ada pihak-pihak yang menyebarkan hoaks bahwa Mulyadi jadi tersangka karena kasus korupsi. Padahal Mulyadi hanya diduga melanggar jadwal kampanye.
Menanggapi kejadian ini, Mulyadi menjawab dengan santai. Mulyadi yang diusung Partai Demokrat dan PAN yang bukan partai koalisi pemerintah ini memahami dari awal sudah risiko yang akan dihadapi, apalagi sudah menjadi kandidat idaman menjadi gubernur, sehingga punya peluang besar memenangkan Pilkada Sumbar. “Itu risiko politik karena dari awal kita diperkirakan akan menang dan sulit dikalahkan, apalagi Saya dicalonkan oleh partai yang tidak berkuasa, sehingga instrumen hukum dengan mudah dimainkan, tapi ingat Allah SWT Maha Adil,” ungkap Mulyadi. (Baca: Hilang Wewenang Kelola SDA Sendiri, Maluku Utara Kecewa).
Sebagai tokoh nasional yang sudah tiga periode menjadi anggota DPR RI dalam berbagai kesempatan menyampaikan sangat mengharapkan kualitas demokrasi di Sumbar lebih meningkat dibanding Pilkada 2015. “Semoga kualitas demokrasi Sumbar lebih meningkat. Kita tidak tahu lagi seperti apa demokrasi Sumatera Barat ke depan, apabila black campaign, hoax, sara dan provokasi menjadi penentu dalam kontestasi politik,” pungkasnya.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Andi Rian pun mengonfirmasi kasus tersebut sudah dihentikan. Kasus tersebut dihentikan bersamaan diterbitkannya SP3 pada 11 Desember 2020. "Penyidikan sudah dihentikan sejak kemarin, Jumat tanggal 11 Desember 2020," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Andi Rian saat dikonfirmasi.
Sayangnya, SP3 tersebut disampaikan setelah hari pencoblosan Pilgub Sumbar 2020 yang dilaksanakan pada 9 Desember 2020 lalu. Hal ini memantik kekecewaan masyarakat Sumbar.
Mulyadi yang menjadi idola masyarakat Sumbar dan sejak awal diprediksi memenangkan Pilgub Sumbar harus ikhlas menghadapi dinamika. Mulyadi pun menempati posisi elektabilitas teratas dalam berbagai lembaga survei, termasuk survei Poltracking Indonesia tanggal 25-30 November 2020, seminggu sebelum pencoblosan. Survei tersebut menempatkan Mulyadi dengan elektabilitas tertinggi dengan 37,2%, unggul jauh dari calon lainnya.
Prediksi tersebut berbalik menjelang 4 hari sebelum pencoblosan karena berita tersangka pelanggaran pemilu yang disampaikan Bareskrim sudah menyebar luas di tengah-tengah masyarakat. Bahkan ada pihak-pihak yang menyebarkan hoaks bahwa Mulyadi jadi tersangka karena kasus korupsi. Padahal Mulyadi hanya diduga melanggar jadwal kampanye.
Menanggapi kejadian ini, Mulyadi menjawab dengan santai. Mulyadi yang diusung Partai Demokrat dan PAN yang bukan partai koalisi pemerintah ini memahami dari awal sudah risiko yang akan dihadapi, apalagi sudah menjadi kandidat idaman menjadi gubernur, sehingga punya peluang besar memenangkan Pilkada Sumbar. “Itu risiko politik karena dari awal kita diperkirakan akan menang dan sulit dikalahkan, apalagi Saya dicalonkan oleh partai yang tidak berkuasa, sehingga instrumen hukum dengan mudah dimainkan, tapi ingat Allah SWT Maha Adil,” ungkap Mulyadi. (Baca: Hilang Wewenang Kelola SDA Sendiri, Maluku Utara Kecewa).
Sebagai tokoh nasional yang sudah tiga periode menjadi anggota DPR RI dalam berbagai kesempatan menyampaikan sangat mengharapkan kualitas demokrasi di Sumbar lebih meningkat dibanding Pilkada 2015. “Semoga kualitas demokrasi Sumbar lebih meningkat. Kita tidak tahu lagi seperti apa demokrasi Sumatera Barat ke depan, apabila black campaign, hoax, sara dan provokasi menjadi penentu dalam kontestasi politik,” pungkasnya.
(nag)
tulis komentar anda