Terkubur 61 Tahun, Jejak Trem Malang Kembali Muncul ke Permukaan

Rabu, 11 November 2020 - 17:57 WIB
Pemuda asli Kota Malang ini mengaku, telah menelusuri hampir seluruh jalur trem yang ada di wilayah Malang Raya, dan semua jalur tersebut saat ini ternyata menjadi jalur utama yang acap kali menjadi titik kemacetan lalulintas akibat padatnya kendaraan yang melintas.

Jalur yang mampu terlayani trem pada masa itu antara lain Malang-Bululawang yang berjarak 11 km, dan mulai beroperasi sejak 14 November 1897; Jalur trem Bululawang-Gondanglegi berjarak 12 km beroperasi sejak 4 Februari 1898. (Baca juga: Dwarapala Saksi Bisu Ketangguhan Desa Menjaga Arjuna )

Jalur trem Gondanglegi-Talok berjarak 7 km beroperasi 9 September 1898; Jalur trem Talok-Dampit menempuh jarak 8 km dibangun dan mulai beroperasi sejak 14 Januari 1899; Jalur trem Gondanglegi-Kepanjen berjarak 17 km beroperasi sejak 10 Juni 1900.

Selain itu masih ada jalur trem Tumpang-Singosari berjarak 23 km dibangun 27 April 1900; Jalur trem Malang-Blimbing berjarak 6 km dibangun 15 Februari 1903; dan jalur trem Sedayu-Turen dengan panjang jalur hanya 1 km dibangun pada 25 September 1908.

Hampir seluruh jalur trem tersebut resmi mendapatkan izin beroperasi dari pemerintah Hindia Belanda sejak 13 Juli 1901, kecuali jalur trem Sedayu-Turen yang resmi mendapatkan izin pada 13 Agustus 1908.

Perjanjian kerjasama yang dibuat untuk mengoperasionalkan trem antara MS dengan Pemerintah Hindia Belanda berlangsung selama 99 tahun. Seharusnya, kontrak kerja tersebut baru berakhir pada tahun 2000-an, namun semuanya hanya tinggal kenangan.

"Sangat disayangkan hilangnya trem sebagai alat transportasi di Malang Raya ini, karena adanya trem saya yakini akan dapat memecah kemacetan lalulintas dan mengatasi kebutuhan transportasi masal," ujar Endiarto. (Baca juga: Mengintip Petilasan Ken Dedes, Ibu Para Raja Nusantara )



Mantan Kepala Stasiun Trem Tumpang, Sujatno yang pernah ditemui pada tahun 2009 silam, mengungkapkan pada zamannya trem berfungsi untuk angkutan manusia dan barang, utamanya hasil kebun baik arang, ketela, maupun gula dan kopi.

Pria uzur yang saat ditemui 11 tahun silam masih tinggal di perumahan kuno di depan bekas Stasiun Trem Tumpang itu, menyebutkan pada masa jayanya jalur trem Malang-Tumpang melayani hingga empat pemberangkatan.

Stasiun Trem Tumpang merupakan pemberhentian terakhir trem dari Malang. Ada sekitar empat sampai lima rangkaian gerbong yang ditarik, tiga di antaranya untuk angkutan manusia, sisanya untuk mengangkut barang.

Saat ini kondisi Stasiun Trem Tumpang sendiri cukup mengenaskan, selain hanya tersisa jendela besi dan loket pembelian karcis yang masih ditulis dengan ejakan lama, bangunannya juga sudah berubah total dan menjadi tempat penjualan sayur mayur.

Trem Malang-Tumpang, menurut Sujatno yang akrab disapa Pak Chef, berakhir beroperasi sekitar tahun 1969, penyebabnya karena jalurnya rusak berat setelah dihantam banjir bandang. (Baca juga: Belajar Islam dan Kemerdekaan Beragama Dari KH Oesman Mansoer )

Banjirnya terjadi di wilayah Tumpang, dan air bahnya sangat besar, sehingga rel trem melesat dari jalurnya sekitar 100 meter. Banjir bandang ini terjadi di akhir tahun 1968. Setelah banjir bandang yang menerpa wilayah Tumpang berakhir, jalur trem berhenti sementara untuk perbaikan jalur selama dua bulan.

Pasca perbaikan trem hanya mampu beroperasi selama tiga bulan kemudian ditutup. Ditutupnya trem jalur Malang-Tumpang tersebut, terjadi sekitar tahun 1969. Sebagian jalurnya sempat masih dimanfaatkan untuk angkutan bahan bakar dari Jagalan ke Lanud Abdulrachman Saleh.

Banyak memori dan manfaat yang besar dari trem bagi masyarakat pada waktu itu. Mungkin apabila jalur tersebut masih beroperasi, kemacetan lalulintas yang selama ini menjadi momok di Malang Raya dapat terurai.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More