Terkubur 61 Tahun, Jejak Trem Malang Kembali Muncul ke Permukaan
loading...
A
A
A
MALANG - Besi tua, membujur sejajar dalam kondisi telah berkarat. Tanah yang menempel di sekujur besi tua itu telah membatu hingga sulit untuk dibersihkan. Namun, bantalan kayu yang menjadi penyangga dua bujur besi tua itu sebagian masih nampak utuh. (Baca juga: Diduga Pondasi Candi Sebelum Era Majapahit Ditemukan di Langlang )
Usia telah memakan besi tua yang dalam sejarahnya menjadi jalur trem Jagalan-Blimbing-Singosari. Besi tua itu kembali muncul ke permukaan saat para pekerja dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), memulai pengerjaan pembangunan kawasan bersejarah Kayutangan.
Saat alat berat membongkar aspal dan tanah di tengah persimpangan antara Jalan basuki Rachmad, dengan Jalan Semeru, yang dahulu lebih dikenal dengan sebutan kawasan Raja Bali, jalur trem tua itu kembali muncul.
Bukaan tanah sepanjang 20 meter, mempertontonkan kokohnya rel trem yang di masa lalu menjadi salah satu penopang angkutan masal di Malang Raya. "Berdasarkan catatan sejarahnya, trem Jagalan-Blimbing ini, mulai beroperasi 15 Februari 1903," ujar anggota Komunitas Malang Raya Heritage, Tjahjana Indra Kusuma.
Trem tersebut, menurutnya dioperasikan oleh perusahan swasta Belanda, Malang Stoomtram Maatschappy (MS). Setelah trem ini tidak beroperasi lagi, akhirnya secara perlahan jalur trem tersebut mati dan ditutup total sekitar tahun 1959.
"Kita ingin selalu benda-benda bersejarah ini dilestarikan, sebagai bahan belajar generasi bangsa ini. Bahwa di masa lampau sudah ada angkutan massal di Kota Malang, yang kaya manfaatnya," tuturnya. (Baca juga: Mas-mas TRIP Berjuang Hingga Akhir Zaman... )
Munculnya kembali jalur trem kuno ini, juga menarik perhatian Wali Kota Malang, Sutiaji. Dia bersama Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko menyempatkan meninjau langsung jalur trem yang terbuka lagi.
"Ini bagian dari sejarah Kota Malang. Tentunya nanti akan diberi penanda khusus di jalur ini, dan diberi keterangan yang bisa dibaca masyarakat tentang keberadaan sejarah trem tersebut," tuturnya.
Berdasarkan keputusan bersama antara perwakilan PT KAI, pelaksana proyek kawasan Kayutangan dari Kemen PUPR, dan Pemkot Malang, jalur trem ini akan ditutup kembali tanpa dibongkar.
Selain di titik persimpangan Jalan Basuki Rachmad, dengan Jalan Semeru. Jalur trem tersebut juga ditemukan di ujung Jalan Basuki Rachmad, tepatnya di depan Kantor PT PLN yang akan dijadikan salah satu titik menuju kawasan sejarah Kayutangan. (Baca juga: Di Patirtan Ini, Cinta Pandangan Pertama Arok-Dedes Bersemi )
Trem , memiliki jejak sejarah panjang di Malang Raya. Sisa jalurnya hingga kini masih bisa disaksikan. Salah satunya yang membujur di tepi jalan Malang-Tumpang. Terkadang bujuran besi yang dahulu pernah menjalankan tugas penting, sebagai penghantar ribuan orang hilir mudik dari Malang, menuju Tumpang tersebut, sudah tenggelam dalam gumpalan beton dan tanah.
Besi cokelat berkarat tersebut merupakan saksi sejarah panjang peradaban transportasi di Malang Raya. Pada masa kejayaannya sekitar akhir tahun 1800-an hingga pertengahan tahun 1900-an, menjadi jalur utama trem yang menghubungkan hampir seluruh kota di Malang Raya.
Tak main-main, pada masa kolonial Belanda, trem yang dikelola oleh perusahaan swasta Malang Stoomtram Maatschappy (MS) tersebut, melayani jalur pendek antar kecamatan di Malang Raya, hingga panjang relnya mencapai 85 km.
"Ada sekitar sembilan jalur yang dilayani trem , dan semuanya tercatat dalam sejarah Perkeretaapian Indonesia jilid I yang diterbitkan PT Angkasa Bandung," ujar salah seorang anggota komunitas penggemar kereta api, Endiarto Wijaya.
Pemuda asli Kota Malang ini mengaku, telah menelusuri hampir seluruh jalur trem yang ada di wilayah Malang Raya, dan semua jalur tersebut saat ini ternyata menjadi jalur utama yang acap kali menjadi titik kemacetan lalulintas akibat padatnya kendaraan yang melintas.
Jalur yang mampu terlayani trem pada masa itu antara lain Malang-Bululawang yang berjarak 11 km, dan mulai beroperasi sejak 14 November 1897; Jalur trem Bululawang-Gondanglegi berjarak 12 km beroperasi sejak 4 Februari 1898. (Baca juga: Dwarapala Saksi Bisu Ketangguhan Desa Menjaga Arjuna )
Jalur trem Gondanglegi-Talok berjarak 7 km beroperasi 9 September 1898; Jalur trem Talok-Dampit menempuh jarak 8 km dibangun dan mulai beroperasi sejak 14 Januari 1899; Jalur trem Gondanglegi-Kepanjen berjarak 17 km beroperasi sejak 10 Juni 1900.
Selain itu masih ada jalur trem Tumpang-Singosari berjarak 23 km dibangun 27 April 1900; Jalur trem Malang-Blimbing berjarak 6 km dibangun 15 Februari 1903; dan jalur trem Sedayu-Turen dengan panjang jalur hanya 1 km dibangun pada 25 September 1908.
Hampir seluruh jalur trem tersebut resmi mendapatkan izin beroperasi dari pemerintah Hindia Belanda sejak 13 Juli 1901, kecuali jalur trem Sedayu-Turen yang resmi mendapatkan izin pada 13 Agustus 1908.
Perjanjian kerjasama yang dibuat untuk mengoperasionalkan trem antara MS dengan Pemerintah Hindia Belanda berlangsung selama 99 tahun. Seharusnya, kontrak kerja tersebut baru berakhir pada tahun 2000-an, namun semuanya hanya tinggal kenangan.
"Sangat disayangkan hilangnya trem sebagai alat transportasi di Malang Raya ini, karena adanya trem saya yakini akan dapat memecah kemacetan lalulintas dan mengatasi kebutuhan transportasi masal," ujar Endiarto. (Baca juga: Mengintip Petilasan Ken Dedes, Ibu Para Raja Nusantara )
Mantan Kepala Stasiun Trem Tumpang, Sujatno yang pernah ditemui pada tahun 2009 silam, mengungkapkan pada zamannya trem berfungsi untuk angkutan manusia dan barang, utamanya hasil kebun baik arang, ketela, maupun gula dan kopi.
Pria uzur yang saat ditemui 11 tahun silam masih tinggal di perumahan kuno di depan bekas Stasiun Trem Tumpang itu, menyebutkan pada masa jayanya jalur trem Malang-Tumpang melayani hingga empat pemberangkatan.
Stasiun Trem Tumpang merupakan pemberhentian terakhir trem dari Malang. Ada sekitar empat sampai lima rangkaian gerbong yang ditarik, tiga di antaranya untuk angkutan manusia, sisanya untuk mengangkut barang.
Saat ini kondisi Stasiun Trem Tumpang sendiri cukup mengenaskan, selain hanya tersisa jendela besi dan loket pembelian karcis yang masih ditulis dengan ejakan lama, bangunannya juga sudah berubah total dan menjadi tempat penjualan sayur mayur.
Trem Malang-Tumpang, menurut Sujatno yang akrab disapa Pak Chef, berakhir beroperasi sekitar tahun 1969, penyebabnya karena jalurnya rusak berat setelah dihantam banjir bandang. (Baca juga: Belajar Islam dan Kemerdekaan Beragama Dari KH Oesman Mansoer )
Banjirnya terjadi di wilayah Tumpang, dan air bahnya sangat besar, sehingga rel trem melesat dari jalurnya sekitar 100 meter. Banjir bandang ini terjadi di akhir tahun 1968. Setelah banjir bandang yang menerpa wilayah Tumpang berakhir, jalur trem berhenti sementara untuk perbaikan jalur selama dua bulan.
Pasca perbaikan trem hanya mampu beroperasi selama tiga bulan kemudian ditutup. Ditutupnya trem jalur Malang-Tumpang tersebut, terjadi sekitar tahun 1969. Sebagian jalurnya sempat masih dimanfaatkan untuk angkutan bahan bakar dari Jagalan ke Lanud Abdulrachman Saleh.
Banyak memori dan manfaat yang besar dari trem bagi masyarakat pada waktu itu. Mungkin apabila jalur tersebut masih beroperasi, kemacetan lalulintas yang selama ini menjadi momok di Malang Raya dapat terurai.
Usia telah memakan besi tua yang dalam sejarahnya menjadi jalur trem Jagalan-Blimbing-Singosari. Besi tua itu kembali muncul ke permukaan saat para pekerja dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), memulai pengerjaan pembangunan kawasan bersejarah Kayutangan.
Saat alat berat membongkar aspal dan tanah di tengah persimpangan antara Jalan basuki Rachmad, dengan Jalan Semeru, yang dahulu lebih dikenal dengan sebutan kawasan Raja Bali, jalur trem tua itu kembali muncul.
Bukaan tanah sepanjang 20 meter, mempertontonkan kokohnya rel trem yang di masa lalu menjadi salah satu penopang angkutan masal di Malang Raya. "Berdasarkan catatan sejarahnya, trem Jagalan-Blimbing ini, mulai beroperasi 15 Februari 1903," ujar anggota Komunitas Malang Raya Heritage, Tjahjana Indra Kusuma.
Trem tersebut, menurutnya dioperasikan oleh perusahan swasta Belanda, Malang Stoomtram Maatschappy (MS). Setelah trem ini tidak beroperasi lagi, akhirnya secara perlahan jalur trem tersebut mati dan ditutup total sekitar tahun 1959.
"Kita ingin selalu benda-benda bersejarah ini dilestarikan, sebagai bahan belajar generasi bangsa ini. Bahwa di masa lampau sudah ada angkutan massal di Kota Malang, yang kaya manfaatnya," tuturnya. (Baca juga: Mas-mas TRIP Berjuang Hingga Akhir Zaman... )
Munculnya kembali jalur trem kuno ini, juga menarik perhatian Wali Kota Malang, Sutiaji. Dia bersama Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko menyempatkan meninjau langsung jalur trem yang terbuka lagi.
"Ini bagian dari sejarah Kota Malang. Tentunya nanti akan diberi penanda khusus di jalur ini, dan diberi keterangan yang bisa dibaca masyarakat tentang keberadaan sejarah trem tersebut," tuturnya.
Berdasarkan keputusan bersama antara perwakilan PT KAI, pelaksana proyek kawasan Kayutangan dari Kemen PUPR, dan Pemkot Malang, jalur trem ini akan ditutup kembali tanpa dibongkar.
Selain di titik persimpangan Jalan Basuki Rachmad, dengan Jalan Semeru. Jalur trem tersebut juga ditemukan di ujung Jalan Basuki Rachmad, tepatnya di depan Kantor PT PLN yang akan dijadikan salah satu titik menuju kawasan sejarah Kayutangan. (Baca juga: Di Patirtan Ini, Cinta Pandangan Pertama Arok-Dedes Bersemi )
Trem , memiliki jejak sejarah panjang di Malang Raya. Sisa jalurnya hingga kini masih bisa disaksikan. Salah satunya yang membujur di tepi jalan Malang-Tumpang. Terkadang bujuran besi yang dahulu pernah menjalankan tugas penting, sebagai penghantar ribuan orang hilir mudik dari Malang, menuju Tumpang tersebut, sudah tenggelam dalam gumpalan beton dan tanah.
Besi cokelat berkarat tersebut merupakan saksi sejarah panjang peradaban transportasi di Malang Raya. Pada masa kejayaannya sekitar akhir tahun 1800-an hingga pertengahan tahun 1900-an, menjadi jalur utama trem yang menghubungkan hampir seluruh kota di Malang Raya.
Tak main-main, pada masa kolonial Belanda, trem yang dikelola oleh perusahaan swasta Malang Stoomtram Maatschappy (MS) tersebut, melayani jalur pendek antar kecamatan di Malang Raya, hingga panjang relnya mencapai 85 km.
"Ada sekitar sembilan jalur yang dilayani trem , dan semuanya tercatat dalam sejarah Perkeretaapian Indonesia jilid I yang diterbitkan PT Angkasa Bandung," ujar salah seorang anggota komunitas penggemar kereta api, Endiarto Wijaya.
Pemuda asli Kota Malang ini mengaku, telah menelusuri hampir seluruh jalur trem yang ada di wilayah Malang Raya, dan semua jalur tersebut saat ini ternyata menjadi jalur utama yang acap kali menjadi titik kemacetan lalulintas akibat padatnya kendaraan yang melintas.
Jalur yang mampu terlayani trem pada masa itu antara lain Malang-Bululawang yang berjarak 11 km, dan mulai beroperasi sejak 14 November 1897; Jalur trem Bululawang-Gondanglegi berjarak 12 km beroperasi sejak 4 Februari 1898. (Baca juga: Dwarapala Saksi Bisu Ketangguhan Desa Menjaga Arjuna )
Jalur trem Gondanglegi-Talok berjarak 7 km beroperasi 9 September 1898; Jalur trem Talok-Dampit menempuh jarak 8 km dibangun dan mulai beroperasi sejak 14 Januari 1899; Jalur trem Gondanglegi-Kepanjen berjarak 17 km beroperasi sejak 10 Juni 1900.
Selain itu masih ada jalur trem Tumpang-Singosari berjarak 23 km dibangun 27 April 1900; Jalur trem Malang-Blimbing berjarak 6 km dibangun 15 Februari 1903; dan jalur trem Sedayu-Turen dengan panjang jalur hanya 1 km dibangun pada 25 September 1908.
Hampir seluruh jalur trem tersebut resmi mendapatkan izin beroperasi dari pemerintah Hindia Belanda sejak 13 Juli 1901, kecuali jalur trem Sedayu-Turen yang resmi mendapatkan izin pada 13 Agustus 1908.
Perjanjian kerjasama yang dibuat untuk mengoperasionalkan trem antara MS dengan Pemerintah Hindia Belanda berlangsung selama 99 tahun. Seharusnya, kontrak kerja tersebut baru berakhir pada tahun 2000-an, namun semuanya hanya tinggal kenangan.
"Sangat disayangkan hilangnya trem sebagai alat transportasi di Malang Raya ini, karena adanya trem saya yakini akan dapat memecah kemacetan lalulintas dan mengatasi kebutuhan transportasi masal," ujar Endiarto. (Baca juga: Mengintip Petilasan Ken Dedes, Ibu Para Raja Nusantara )
Mantan Kepala Stasiun Trem Tumpang, Sujatno yang pernah ditemui pada tahun 2009 silam, mengungkapkan pada zamannya trem berfungsi untuk angkutan manusia dan barang, utamanya hasil kebun baik arang, ketela, maupun gula dan kopi.
Pria uzur yang saat ditemui 11 tahun silam masih tinggal di perumahan kuno di depan bekas Stasiun Trem Tumpang itu, menyebutkan pada masa jayanya jalur trem Malang-Tumpang melayani hingga empat pemberangkatan.
Stasiun Trem Tumpang merupakan pemberhentian terakhir trem dari Malang. Ada sekitar empat sampai lima rangkaian gerbong yang ditarik, tiga di antaranya untuk angkutan manusia, sisanya untuk mengangkut barang.
Saat ini kondisi Stasiun Trem Tumpang sendiri cukup mengenaskan, selain hanya tersisa jendela besi dan loket pembelian karcis yang masih ditulis dengan ejakan lama, bangunannya juga sudah berubah total dan menjadi tempat penjualan sayur mayur.
Trem Malang-Tumpang, menurut Sujatno yang akrab disapa Pak Chef, berakhir beroperasi sekitar tahun 1969, penyebabnya karena jalurnya rusak berat setelah dihantam banjir bandang. (Baca juga: Belajar Islam dan Kemerdekaan Beragama Dari KH Oesman Mansoer )
Banjirnya terjadi di wilayah Tumpang, dan air bahnya sangat besar, sehingga rel trem melesat dari jalurnya sekitar 100 meter. Banjir bandang ini terjadi di akhir tahun 1968. Setelah banjir bandang yang menerpa wilayah Tumpang berakhir, jalur trem berhenti sementara untuk perbaikan jalur selama dua bulan.
Pasca perbaikan trem hanya mampu beroperasi selama tiga bulan kemudian ditutup. Ditutupnya trem jalur Malang-Tumpang tersebut, terjadi sekitar tahun 1969. Sebagian jalurnya sempat masih dimanfaatkan untuk angkutan bahan bakar dari Jagalan ke Lanud Abdulrachman Saleh.
Banyak memori dan manfaat yang besar dari trem bagi masyarakat pada waktu itu. Mungkin apabila jalur tersebut masih beroperasi, kemacetan lalulintas yang selama ini menjadi momok di Malang Raya dapat terurai.
(eyt)