Pemda Minta Kenaikan Cukai Moderat dan Pembatalan Penyederhanaan Cukai
Senin, 09 November 2020 - 20:27 WIB
Agusta Jaka Purwana Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pemerintah Kabupaten Jember Jawa Timur menuturkan banyak masyarakat Jember yang menggantungkan hidupnya pada industri tembakau, bukan hanya dari kalangan pabrikan besar namun juga petani, seperti kawasan Bondowoso yang menghasilkan tembakau rajangan.
Jika aturan ini diterapkan, maka dampak negatifnya akan meluas ke berbagai pelaku usaha di rantai industri tembakau. “Ini akan mematikan industri, bukan hanya on farm saja, tapi juga off farm. Jika produksi rokok terganggu karena harganya dijadikan satu (mengacu ke aturan penyederhanaan cukai), maka otomatis, petani akan terkena imbasnya," kata Agusta.
Sebagai perwakilan legislatif Jember, Agusta menyatakan pihaknya sudah menyuarakan keresahan pelaku IHT akan aturan cukai sejak tahun 2016. “Namun belum ada tanggapan yang signifikan. Saya harap kini pemerintah pusat dapat lebih mempertimbangkan lagi dampak aturan ini kepada para pelaku industri di lapangan, khususnya ekosistem IHT di daerah. Kami sangat menentang, ya, karena akan mematikan semua," katanya.
Sementara itu, upaya-upaya penguatan IHT juga masih terus diupayakan oleh pemerintah daerah, salah satunya di Kabupaten Pamekasan. (Baca: Mulai Besok, Dewan Pengupahan Kota Bandung Bahas Besaran UMK 2021).
Menurut Bupati Pamekasan Badrut Tamam, porsi lahan pertanian dan pabrikan tembakau di daerahnya cukup berimbang. Namun, ia mengakui, IHT di Pamekasan mengalami tantangan mulai dari supply-demand dari sisi kualitas tembakau dan penyerapan tenaga kerja.
Karenanya, upaya perlindungan kepada petani tembakau gencar dilakukan, salah satunya dengan meresmikan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) yang akan mulai dikembangkan di tahun 2021. "Kalau musim tembakau, lahan pertanian tembakau di sini sampai 42 persen. Daerah kami juga punya pabrikan sekitar 17 pabrik di skala kecil-menengah. Memang, sejak beberapa tahun ke belakang, industri ini mengalami pasang-surut harga," pungkasnya.
Jika aturan ini diterapkan, maka dampak negatifnya akan meluas ke berbagai pelaku usaha di rantai industri tembakau. “Ini akan mematikan industri, bukan hanya on farm saja, tapi juga off farm. Jika produksi rokok terganggu karena harganya dijadikan satu (mengacu ke aturan penyederhanaan cukai), maka otomatis, petani akan terkena imbasnya," kata Agusta.
Sebagai perwakilan legislatif Jember, Agusta menyatakan pihaknya sudah menyuarakan keresahan pelaku IHT akan aturan cukai sejak tahun 2016. “Namun belum ada tanggapan yang signifikan. Saya harap kini pemerintah pusat dapat lebih mempertimbangkan lagi dampak aturan ini kepada para pelaku industri di lapangan, khususnya ekosistem IHT di daerah. Kami sangat menentang, ya, karena akan mematikan semua," katanya.
Sementara itu, upaya-upaya penguatan IHT juga masih terus diupayakan oleh pemerintah daerah, salah satunya di Kabupaten Pamekasan. (Baca: Mulai Besok, Dewan Pengupahan Kota Bandung Bahas Besaran UMK 2021).
Menurut Bupati Pamekasan Badrut Tamam, porsi lahan pertanian dan pabrikan tembakau di daerahnya cukup berimbang. Namun, ia mengakui, IHT di Pamekasan mengalami tantangan mulai dari supply-demand dari sisi kualitas tembakau dan penyerapan tenaga kerja.
Karenanya, upaya perlindungan kepada petani tembakau gencar dilakukan, salah satunya dengan meresmikan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) yang akan mulai dikembangkan di tahun 2021. "Kalau musim tembakau, lahan pertanian tembakau di sini sampai 42 persen. Daerah kami juga punya pabrikan sekitar 17 pabrik di skala kecil-menengah. Memang, sejak beberapa tahun ke belakang, industri ini mengalami pasang-surut harga," pungkasnya.
(nag)
tulis komentar anda