Pemda Minta Kenaikan Cukai Moderat dan Pembatalan Penyederhanaan Cukai
loading...
A
A
A
SURABAYA - Mendekati penghujung tahun 2020, sejumlah kebijakan dan peraturan dari pemerintah terkait nasib berbagai industri menjadi hal yang sangat dinantikan.
Setelah baru-baru ini pemerintah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, perhatian para pelaku industri terus mengarah pada kepastian peraturan selanjutnya. Tidak terkecuali para pelaku industri hasil tembakau (IHT) yang masih menanti kepastikan akan tarif cukai di tahun 2021.
Beredar kabar yang menyebutkan bahwa kenaikan cukai akan berkisar diantara 17% hingga 19%. Kisaran ini sangat memberatkan bagi pelaku IHT dan juga petani tembakau, terlebih setelah adanya kenaikan tinggi di awal tahun 2020 ini.
Selain itu, pelaku industri juga menunggu tindak lanjut rencana penyederhanaan tarif cukai yang pernah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 tahun 2017, dan kini kembali muncul dalam PMK 77 Tahun 2020 yang terbit bersamaan dengan pengumuman Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Gugun El Guyanie Dosen Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PWNU DIY mengatakan ada agenda penghancuran kedaulatan ekonomi nasional dibalik regulasi cukai di Indonesia.
Menurutnya, selama ini pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) adalah eksekutor atas hilangnya pabrikan-pabrikan rokok kecil menengah. “Kita bisa lihat perlahan, Industri Hasil Tembakau nasional makin ditekan, harga tembakau lokal hancur, serapan tembakau ke petani makin rendah, dan mata rantai lainnya ikut terdampak dengan meningkatnya petani dan buruh yang menjadi pengangguran, terutama buruh kretek tangan (SKT)," ujarnya. (Baca: Lurah di Cimahi Positif COVID-19, Seluruh Pegawai Jalani Swab Test).
Di sisi lain, Gugun memahami regulasi tersebut memang dibuat demi meningkatkan penerimaan negara, namun akan terjadi dampak jangka pendek dan menengah terhadap nasib pelaku industri.
“Kelihatannya pendapatan cukai tetap atau meningkat, tapi kan di luar itu harus dilihat nasib pekerjanya, petani tembakau, petani cengkeh, buruh-buruh pabrik itu yang tidak pernah dipikirkan. Jangan hanya mengejar soal pendapatan cukainya saja," katanya.
Di tengah protes dari pelaku industri secara langsung, rencana penyesuaian struktur atau layer tarif cukai dan isu kenaikan Cukai Hasil Tembakau ternyata juga mendapat perhatian serius dari kalangan pemerintah daerah khususnya daerah yang menjadi sentra penghasil tembakau. Salah satu contoh adalah Kabupaten Jember yang memiliki tembakau terbaik jenis na oogst.
Agusta Jaka Purwana Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pemerintah Kabupaten Jember Jawa Timur menuturkan banyak masyarakat Jember yang menggantungkan hidupnya pada industri tembakau, bukan hanya dari kalangan pabrikan besar namun juga petani, seperti kawasan Bondowoso yang menghasilkan tembakau rajangan.
Jika aturan ini diterapkan, maka dampak negatifnya akan meluas ke berbagai pelaku usaha di rantai industri tembakau. “Ini akan mematikan industri, bukan hanya on farm saja, tapi juga off farm. Jika produksi rokok terganggu karena harganya dijadikan satu (mengacu ke aturan penyederhanaan cukai), maka otomatis, petani akan terkena imbasnya," kata Agusta.
Sebagai perwakilan legislatif Jember, Agusta menyatakan pihaknya sudah menyuarakan keresahan pelaku IHT akan aturan cukai sejak tahun 2016. “Namun belum ada tanggapan yang signifikan. Saya harap kini pemerintah pusat dapat lebih mempertimbangkan lagi dampak aturan ini kepada para pelaku industri di lapangan, khususnya ekosistem IHT di daerah. Kami sangat menentang, ya, karena akan mematikan semua," katanya.
Sementara itu, upaya-upaya penguatan IHT juga masih terus diupayakan oleh pemerintah daerah, salah satunya di Kabupaten Pamekasan. (Baca: Mulai Besok, Dewan Pengupahan Kota Bandung Bahas Besaran UMK 2021).
Menurut Bupati Pamekasan Badrut Tamam, porsi lahan pertanian dan pabrikan tembakau di daerahnya cukup berimbang. Namun, ia mengakui, IHT di Pamekasan mengalami tantangan mulai dari supply-demand dari sisi kualitas tembakau dan penyerapan tenaga kerja.
Karenanya, upaya perlindungan kepada petani tembakau gencar dilakukan, salah satunya dengan meresmikan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) yang akan mulai dikembangkan di tahun 2021. "Kalau musim tembakau, lahan pertanian tembakau di sini sampai 42 persen. Daerah kami juga punya pabrikan sekitar 17 pabrik di skala kecil-menengah. Memang, sejak beberapa tahun ke belakang, industri ini mengalami pasang-surut harga," pungkasnya.
Setelah baru-baru ini pemerintah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, perhatian para pelaku industri terus mengarah pada kepastian peraturan selanjutnya. Tidak terkecuali para pelaku industri hasil tembakau (IHT) yang masih menanti kepastikan akan tarif cukai di tahun 2021.
Beredar kabar yang menyebutkan bahwa kenaikan cukai akan berkisar diantara 17% hingga 19%. Kisaran ini sangat memberatkan bagi pelaku IHT dan juga petani tembakau, terlebih setelah adanya kenaikan tinggi di awal tahun 2020 ini.
Selain itu, pelaku industri juga menunggu tindak lanjut rencana penyederhanaan tarif cukai yang pernah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 tahun 2017, dan kini kembali muncul dalam PMK 77 Tahun 2020 yang terbit bersamaan dengan pengumuman Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Gugun El Guyanie Dosen Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PWNU DIY mengatakan ada agenda penghancuran kedaulatan ekonomi nasional dibalik regulasi cukai di Indonesia.
Menurutnya, selama ini pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) adalah eksekutor atas hilangnya pabrikan-pabrikan rokok kecil menengah. “Kita bisa lihat perlahan, Industri Hasil Tembakau nasional makin ditekan, harga tembakau lokal hancur, serapan tembakau ke petani makin rendah, dan mata rantai lainnya ikut terdampak dengan meningkatnya petani dan buruh yang menjadi pengangguran, terutama buruh kretek tangan (SKT)," ujarnya. (Baca: Lurah di Cimahi Positif COVID-19, Seluruh Pegawai Jalani Swab Test).
Di sisi lain, Gugun memahami regulasi tersebut memang dibuat demi meningkatkan penerimaan negara, namun akan terjadi dampak jangka pendek dan menengah terhadap nasib pelaku industri.
“Kelihatannya pendapatan cukai tetap atau meningkat, tapi kan di luar itu harus dilihat nasib pekerjanya, petani tembakau, petani cengkeh, buruh-buruh pabrik itu yang tidak pernah dipikirkan. Jangan hanya mengejar soal pendapatan cukainya saja," katanya.
Di tengah protes dari pelaku industri secara langsung, rencana penyesuaian struktur atau layer tarif cukai dan isu kenaikan Cukai Hasil Tembakau ternyata juga mendapat perhatian serius dari kalangan pemerintah daerah khususnya daerah yang menjadi sentra penghasil tembakau. Salah satu contoh adalah Kabupaten Jember yang memiliki tembakau terbaik jenis na oogst.
Agusta Jaka Purwana Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pemerintah Kabupaten Jember Jawa Timur menuturkan banyak masyarakat Jember yang menggantungkan hidupnya pada industri tembakau, bukan hanya dari kalangan pabrikan besar namun juga petani, seperti kawasan Bondowoso yang menghasilkan tembakau rajangan.
Jika aturan ini diterapkan, maka dampak negatifnya akan meluas ke berbagai pelaku usaha di rantai industri tembakau. “Ini akan mematikan industri, bukan hanya on farm saja, tapi juga off farm. Jika produksi rokok terganggu karena harganya dijadikan satu (mengacu ke aturan penyederhanaan cukai), maka otomatis, petani akan terkena imbasnya," kata Agusta.
Sebagai perwakilan legislatif Jember, Agusta menyatakan pihaknya sudah menyuarakan keresahan pelaku IHT akan aturan cukai sejak tahun 2016. “Namun belum ada tanggapan yang signifikan. Saya harap kini pemerintah pusat dapat lebih mempertimbangkan lagi dampak aturan ini kepada para pelaku industri di lapangan, khususnya ekosistem IHT di daerah. Kami sangat menentang, ya, karena akan mematikan semua," katanya.
Sementara itu, upaya-upaya penguatan IHT juga masih terus diupayakan oleh pemerintah daerah, salah satunya di Kabupaten Pamekasan. (Baca: Mulai Besok, Dewan Pengupahan Kota Bandung Bahas Besaran UMK 2021).
Menurut Bupati Pamekasan Badrut Tamam, porsi lahan pertanian dan pabrikan tembakau di daerahnya cukup berimbang. Namun, ia mengakui, IHT di Pamekasan mengalami tantangan mulai dari supply-demand dari sisi kualitas tembakau dan penyerapan tenaga kerja.
Karenanya, upaya perlindungan kepada petani tembakau gencar dilakukan, salah satunya dengan meresmikan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) yang akan mulai dikembangkan di tahun 2021. "Kalau musim tembakau, lahan pertanian tembakau di sini sampai 42 persen. Daerah kami juga punya pabrikan sekitar 17 pabrik di skala kecil-menengah. Memang, sejak beberapa tahun ke belakang, industri ini mengalami pasang-surut harga," pungkasnya.
(nag)