Kampung Adat Praijing, Museum Budaya Sumba Barat

Sabtu, 07 November 2020 - 05:02 WIB
Leluhur yang dimuliakan (Marapu) diyakini selalu berada di menara rumah dan memantau kegiatan dari keturunannya yang masih hidup. Marapu diyakini bisa menjadi pengantara hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Masyarakat penganut agama asil ini percaya bahwa leluhur yang telah meninggal dunia dapat berkomunikasi dengan Tuhan dan bisa menyampaikan permohonan manusia kepada Tuhan.

Relasi Horizontal

Dalam relasi horisontal, rumah menjadi dasar dan sumber nilai moral dan etika bagi kehiduan sosial. Rumah besar dengan empat tiang kokoh yang menopang (simbol ayah, ibu, anak laki-laki dan perempuan) kehidupan sosial. Di antara empat tiang kokoh itu, ada ruang atau tempat untuk memasak atau dapur. Perapian juga berfungsi untuk mengawetkan bahan makanan atau pangan yang disimpan di menara rumah.

Pintu masuk rumah juga dibedakan untuk lelaki dan perempuan. Pintu utama yang letaknya di sebelah kiri rumah merupakan tempat masuk kaum lelaki. Sedangkan pintu sebelah kanan adalah tempat keluar masuknya perempuan. Pintu perempuan terhubung lasung dengan dapur, sedangkan pintu lelaki terhubung dengan ruang tamu.

Ritual Perekat Sosial

Dalam kampung adat, rumah-rumah tradisional -baik Uma Bokulu pun Uma Mbatangu- berdiri sejajar mengelilingi sebuah pelataran atau mesbah. Di pelataran itu, penganut kepercayaan Marapu biasa menggelar upacara adat atau ritual keagamaan yang dipimpin kepala adat atau Rato. (Baca juga: Segudang Filosofi Rumah Limas di Lembaran Uang Rrp10 Ribu )

Ada dua ritual besar dalam masyarakat Sumba, yaitu Wulla Poddu dan Pasola. Wulla Poddu adalah bulan suci bagi penganut agama asli atau Marapu. Di bulan itu, ada sejumlah pantangan atau larangan yang harus dipatuhi penganut Marapu.

Pantangan itu antara lain; tidak boleh membangun rumah, tidak boleh mengadakan pesta apapun, kalau ada yang meninggal dilarang pukul gong bahkan tidak boleh ditangisi, tidak boleh memperbaiki rumah terutama atap rumah.

Selama Wulla Poddu, penganut kepercayaan asli atau Marapu juga wajib berpuasa memakan daging babi dan anjing. Mereka hanya diperbolehkan memakan sayur, daging ayam, dan nasi. Ritual besar kedua adalah pasola yang biasanya digelar di tanah lapang. Saat pasola digelar, masing-masing suku akan berperang menggunakan kuda dan lembing kayu.

Mereka berhadapan satu sama lain untuk saling mengadu ketangkasan melempar lembing ke arah lawan. Ritual perang adat ini merupakan momen perekat hubungan kekerabatan, bukan sebaliknya. Ritual ini biasanya diselenggarakan pada awal musim tanam setiap tahun.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content