PT Harsen Bersedia Uji Klinis Untuk Invermectin Sebagai Pengobatan COVID-19
Jum'at, 30 Oktober 2020 - 11:31 WIB
BOGOR - Seluruh dunia hingga kini tengah bekerja sama mengatasi COVID-19 . Salah satunya dengan mencari obat bagi melawan virus yang telah menyebabkan pandemi di seluruh dunia.
Ramai klaim obat COVID-19 termasuk Ivermectin yang sempat menimbulkan kontroversi. Bagaimana fakta sesungguhnya?
Ahli di Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Harsen Laboratories, dr Herman Sunaryo MS, menjelaskan, Ivermectin ditemukan pada tahun 1975. Obat ini awalnya digunakan oleh veteriner untuk mengobati hewan ternak dan peliharaan yang sakit akibat parasit misalnya heartworm. (Baca juga: Disiplinkan Protokol Kesehatan, Kasus Aktif Corona Kian Menurun )
Pada perkembangannya, sejak 1981 obat ini telah digunakan untuk mengobati manusia yang sakit akibat infeksi parasit juga. Misalnya river blindness yang disebabkan Onchocerca volvulus, dan strongyloidosis. (Baca juga: Obat Covid-19 Masih Mahal )
Bahkan FDA tekag menyetujui penggunaan ivermectin untuk penyakit akibat parasit pada manusia. Demikian juga WHO yang memasukkan ivermectin dalam daftar obat penting pada tahun yang sama.
“Sampai sekarang penggunaan Ivermectin sudah miliaran dosis dan tidak ada laporan efek samping yang berbahaya dan keamanannya baik,” ucap Herman dalam keterangannya, Senin (26/10/2020).
Ketika kasus COVID-19 merebak, bulan April 2020 peneliti Monash University, Australia menerbitkan penelitian mengenai Ivermectin. Obat ini dinyatakan dapat menghambat perkembangan virus covid 19 dalam biakan sel. Dalam penelitian tersebut RNA virus berkurang 93% - 99,8% dalam waktu 24 jam. Efek ini juga bertahan sampai 72 jam dalam pembiakan sel (invitro).
Ini yang menjadi awal penggunaan Ivermectin untuk infeksi COVID-19. Sejumlah negara seperti Peru, Republik Dominica, Bangladesh dan India telah menggunakan obat ini.
Salah satu sumber adalah dalam jurnal penelitian berjudul A Case Series of 100 COVID-19 Positive Patients Treated with Combination of Ivermectin and Doxycycline. MT ALAM, R MURSHED, E BHIUYAN, S SABER, RF ALAM, RC ROBIN Journal of Bangladesh College of Physician and Surgeons. Vol.38, COVID-19 | (Supplement Issue), July 2020.
Ramai klaim obat COVID-19 termasuk Ivermectin yang sempat menimbulkan kontroversi. Bagaimana fakta sesungguhnya?
Ahli di Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Harsen Laboratories, dr Herman Sunaryo MS, menjelaskan, Ivermectin ditemukan pada tahun 1975. Obat ini awalnya digunakan oleh veteriner untuk mengobati hewan ternak dan peliharaan yang sakit akibat parasit misalnya heartworm. (Baca juga: Disiplinkan Protokol Kesehatan, Kasus Aktif Corona Kian Menurun )
Pada perkembangannya, sejak 1981 obat ini telah digunakan untuk mengobati manusia yang sakit akibat infeksi parasit juga. Misalnya river blindness yang disebabkan Onchocerca volvulus, dan strongyloidosis. (Baca juga: Obat Covid-19 Masih Mahal )
Bahkan FDA tekag menyetujui penggunaan ivermectin untuk penyakit akibat parasit pada manusia. Demikian juga WHO yang memasukkan ivermectin dalam daftar obat penting pada tahun yang sama.
“Sampai sekarang penggunaan Ivermectin sudah miliaran dosis dan tidak ada laporan efek samping yang berbahaya dan keamanannya baik,” ucap Herman dalam keterangannya, Senin (26/10/2020).
Ketika kasus COVID-19 merebak, bulan April 2020 peneliti Monash University, Australia menerbitkan penelitian mengenai Ivermectin. Obat ini dinyatakan dapat menghambat perkembangan virus covid 19 dalam biakan sel. Dalam penelitian tersebut RNA virus berkurang 93% - 99,8% dalam waktu 24 jam. Efek ini juga bertahan sampai 72 jam dalam pembiakan sel (invitro).
Ini yang menjadi awal penggunaan Ivermectin untuk infeksi COVID-19. Sejumlah negara seperti Peru, Republik Dominica, Bangladesh dan India telah menggunakan obat ini.
Salah satu sumber adalah dalam jurnal penelitian berjudul A Case Series of 100 COVID-19 Positive Patients Treated with Combination of Ivermectin and Doxycycline. MT ALAM, R MURSHED, E BHIUYAN, S SABER, RF ALAM, RC ROBIN Journal of Bangladesh College of Physician and Surgeons. Vol.38, COVID-19 | (Supplement Issue), July 2020.
tulis komentar anda