PT Harsen Bersedia Uji Klinis Untuk Invermectin Sebagai Pengobatan COVID-19
loading...
A
A
A
BOGOR - Seluruh dunia hingga kini tengah bekerja sama mengatasi COVID-19 . Salah satunya dengan mencari obat bagi melawan virus yang telah menyebabkan pandemi di seluruh dunia.
Ramai klaim obat COVID-19 termasuk Ivermectin yang sempat menimbulkan kontroversi. Bagaimana fakta sesungguhnya?
Ahli di Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Harsen Laboratories, dr Herman Sunaryo MS, menjelaskan, Ivermectin ditemukan pada tahun 1975. Obat ini awalnya digunakan oleh veteriner untuk mengobati hewan ternak dan peliharaan yang sakit akibat parasit misalnya heartworm. (Baca juga: Disiplinkan Protokol Kesehatan, Kasus Aktif Corona Kian Menurun )
Pada perkembangannya, sejak 1981 obat ini telah digunakan untuk mengobati manusia yang sakit akibat infeksi parasit juga. Misalnya river blindness yang disebabkan Onchocerca volvulus, dan strongyloidosis. (Baca juga: Obat Covid-19 Masih Mahal )
Bahkan FDA tekag menyetujui penggunaan ivermectin untuk penyakit akibat parasit pada manusia. Demikian juga WHO yang memasukkan ivermectin dalam daftar obat penting pada tahun yang sama.
“Sampai sekarang penggunaan Ivermectin sudah miliaran dosis dan tidak ada laporan efek samping yang berbahaya dan keamanannya baik,” ucap Herman dalam keterangannya, Senin (26/10/2020).
Ketika kasus COVID-19 merebak, bulan April 2020 peneliti Monash University, Australia menerbitkan penelitian mengenai Ivermectin. Obat ini dinyatakan dapat menghambat perkembangan virus covid 19 dalam biakan sel. Dalam penelitian tersebut RNA virus berkurang 93% - 99,8% dalam waktu 24 jam. Efek ini juga bertahan sampai 72 jam dalam pembiakan sel (invitro).
Ini yang menjadi awal penggunaan Ivermectin untuk infeksi COVID-19. Sejumlah negara seperti Peru, Republik Dominica, Bangladesh dan India telah menggunakan obat ini.
Salah satu sumber adalah dalam jurnal penelitian berjudul A Case Series of 100 COVID-19 Positive Patients Treated with Combination of Ivermectin and Doxycycline. MT ALAM, R MURSHED, E BHIUYAN, S SABER, RF ALAM, RC ROBIN Journal of Bangladesh College of Physician and Surgeons. Vol.38, COVID-19 | (Supplement Issue), July 2020.
Selain itu, sebuah studi kolaboratif yang dipimpin oleh Monash Biomedicine Discovery Institute (BDI) dengan Institut Infeksi dan Imunitas Peter Doherty (Doherty Institute), perusahaan patungan dari Universitas Melbourne dan Rumah Sakit Royal Melbourne, telah menunjukkan bahwa obat anti-parasit seperti cacing gelang Ivermectin yang sudah tersedia di pasaran dapat membunuh virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dalam waktu 48 jam.
“Masyarakat mungkin tidak tahu mengenai ivermectin ini, karena di Indonesia obat ini lebih sering untuk veteriner. Tetapi keprihatinan terhadap pasien Covid-19 yang meninggal tanpa obat telah menggerakan para dokter di Peru, Dominica, Bangladesh dan India untuk menggunakan ivermectin. Selain obat ini sudah off paten, dapat digunakan oleh manusia juga harganya murah, aman dan efektif,” kata dia.
Menurut Herman, sejumlah negara Amerika Selatan juga telah menggunakan Ivermectin sebagai pengobatan dan tindakan pencegahan setelah penelitian laboratorium awal menunjukkan bahwa obat itu dapat menghilangkan COVID-19.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA) menegaskan perlu pengujian lanjutan untuk memastikan apakah ivermectin dapat mencegah atau mengobati COVID-19. Ivermectin sendiri sudah disetujui untuk infeksi parasite.
Karena itu PT Harsen bersedia melakukan uji Klinis untuk Invermectin sebagai pengobatan COVID-19. “Jika mendapatkan lampu hijau dari pemerintah kami bersedia tanpa harus dibiayai oleh pemerintah untuk melakukan uji klinis terhadap Ivermectin. Dengan demikian kami dapat turut berkontribusi pada kesehatan masyarakat khususnya di kondisi Pandemi COVID-19 ini,” kata dia.
Jika Ivermectin terbukti dapat menolong pasien COVID-19 maka diperkirakan masyarakat hanya akan mengeluarkan biaya sekitar Rp5.000 per tablet.
Harga tesebut sangat terjangkau, apalagi melihat riwayat jurnal dan pengobatan sebelum di negara lain hanya dibutuhkan 3 tablet a 12mg/tablet, untuk pengobatan orang dewasa.
Penggunaan Ivermectin untuk memerangi COVID-19 akan tergantung pada hasil pengujian pra-klinis lebih lanjut dan pada akhirnya uji klinis.
Ivermectin ditemukan pada tahun 1975 dan mulai digunakan pada tahun 1981. Obat ini masuk dalam daftar Obat Esensial Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), obat-obatan teraman dan paling efektif yang diperlukan dalam sistem kesehatan. Biaya grosir di negara berkembang untuk tablet adalah sekitar US $ 0,12 untuk perawatan.
Kylie Wagstaff dari Monash Biomedicine Discovery Institute, mengatakan bahwa para ilmuwan menunjukkan obat Ivermectin dapat menghentikan virus SARS-CoV-2 yang tumbuh dalam kultur sel dalam waktu 48 jam.
“Kami menemukan bahwa dengan dosis tunggal pada dasarnya dapat menghapus semua viral load selama 48 jam dan bahkan pada 24 jam ada pengurangan yang sangat signifikan dalam hal itu,” kata Dr Wagstaff dikutip dari SciTechDaily.
Ivermectin adalah obat anti-parasit yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat dan juga terbukti efektif secara in vitro terhadap beragam virus termasuk virus HIV, Dengue, Influenza, dan Zika.
Lihat Juga: Di Hadapan Ribuan Babinsa, Menhan Prabowo Puji Cara Presiden Jokowi Tangani Pandemi Covid-19
Ramai klaim obat COVID-19 termasuk Ivermectin yang sempat menimbulkan kontroversi. Bagaimana fakta sesungguhnya?
Ahli di Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Harsen Laboratories, dr Herman Sunaryo MS, menjelaskan, Ivermectin ditemukan pada tahun 1975. Obat ini awalnya digunakan oleh veteriner untuk mengobati hewan ternak dan peliharaan yang sakit akibat parasit misalnya heartworm. (Baca juga: Disiplinkan Protokol Kesehatan, Kasus Aktif Corona Kian Menurun )
Pada perkembangannya, sejak 1981 obat ini telah digunakan untuk mengobati manusia yang sakit akibat infeksi parasit juga. Misalnya river blindness yang disebabkan Onchocerca volvulus, dan strongyloidosis. (Baca juga: Obat Covid-19 Masih Mahal )
Bahkan FDA tekag menyetujui penggunaan ivermectin untuk penyakit akibat parasit pada manusia. Demikian juga WHO yang memasukkan ivermectin dalam daftar obat penting pada tahun yang sama.
“Sampai sekarang penggunaan Ivermectin sudah miliaran dosis dan tidak ada laporan efek samping yang berbahaya dan keamanannya baik,” ucap Herman dalam keterangannya, Senin (26/10/2020).
Ketika kasus COVID-19 merebak, bulan April 2020 peneliti Monash University, Australia menerbitkan penelitian mengenai Ivermectin. Obat ini dinyatakan dapat menghambat perkembangan virus covid 19 dalam biakan sel. Dalam penelitian tersebut RNA virus berkurang 93% - 99,8% dalam waktu 24 jam. Efek ini juga bertahan sampai 72 jam dalam pembiakan sel (invitro).
Ini yang menjadi awal penggunaan Ivermectin untuk infeksi COVID-19. Sejumlah negara seperti Peru, Republik Dominica, Bangladesh dan India telah menggunakan obat ini.
Salah satu sumber adalah dalam jurnal penelitian berjudul A Case Series of 100 COVID-19 Positive Patients Treated with Combination of Ivermectin and Doxycycline. MT ALAM, R MURSHED, E BHIUYAN, S SABER, RF ALAM, RC ROBIN Journal of Bangladesh College of Physician and Surgeons. Vol.38, COVID-19 | (Supplement Issue), July 2020.
Selain itu, sebuah studi kolaboratif yang dipimpin oleh Monash Biomedicine Discovery Institute (BDI) dengan Institut Infeksi dan Imunitas Peter Doherty (Doherty Institute), perusahaan patungan dari Universitas Melbourne dan Rumah Sakit Royal Melbourne, telah menunjukkan bahwa obat anti-parasit seperti cacing gelang Ivermectin yang sudah tersedia di pasaran dapat membunuh virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dalam waktu 48 jam.
“Masyarakat mungkin tidak tahu mengenai ivermectin ini, karena di Indonesia obat ini lebih sering untuk veteriner. Tetapi keprihatinan terhadap pasien Covid-19 yang meninggal tanpa obat telah menggerakan para dokter di Peru, Dominica, Bangladesh dan India untuk menggunakan ivermectin. Selain obat ini sudah off paten, dapat digunakan oleh manusia juga harganya murah, aman dan efektif,” kata dia.
Menurut Herman, sejumlah negara Amerika Selatan juga telah menggunakan Ivermectin sebagai pengobatan dan tindakan pencegahan setelah penelitian laboratorium awal menunjukkan bahwa obat itu dapat menghilangkan COVID-19.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA) menegaskan perlu pengujian lanjutan untuk memastikan apakah ivermectin dapat mencegah atau mengobati COVID-19. Ivermectin sendiri sudah disetujui untuk infeksi parasite.
Karena itu PT Harsen bersedia melakukan uji Klinis untuk Invermectin sebagai pengobatan COVID-19. “Jika mendapatkan lampu hijau dari pemerintah kami bersedia tanpa harus dibiayai oleh pemerintah untuk melakukan uji klinis terhadap Ivermectin. Dengan demikian kami dapat turut berkontribusi pada kesehatan masyarakat khususnya di kondisi Pandemi COVID-19 ini,” kata dia.
Jika Ivermectin terbukti dapat menolong pasien COVID-19 maka diperkirakan masyarakat hanya akan mengeluarkan biaya sekitar Rp5.000 per tablet.
Harga tesebut sangat terjangkau, apalagi melihat riwayat jurnal dan pengobatan sebelum di negara lain hanya dibutuhkan 3 tablet a 12mg/tablet, untuk pengobatan orang dewasa.
Penggunaan Ivermectin untuk memerangi COVID-19 akan tergantung pada hasil pengujian pra-klinis lebih lanjut dan pada akhirnya uji klinis.
Ivermectin ditemukan pada tahun 1975 dan mulai digunakan pada tahun 1981. Obat ini masuk dalam daftar Obat Esensial Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), obat-obatan teraman dan paling efektif yang diperlukan dalam sistem kesehatan. Biaya grosir di negara berkembang untuk tablet adalah sekitar US $ 0,12 untuk perawatan.
Kylie Wagstaff dari Monash Biomedicine Discovery Institute, mengatakan bahwa para ilmuwan menunjukkan obat Ivermectin dapat menghentikan virus SARS-CoV-2 yang tumbuh dalam kultur sel dalam waktu 48 jam.
“Kami menemukan bahwa dengan dosis tunggal pada dasarnya dapat menghapus semua viral load selama 48 jam dan bahkan pada 24 jam ada pengurangan yang sangat signifikan dalam hal itu,” kata Dr Wagstaff dikutip dari SciTechDaily.
Ivermectin adalah obat anti-parasit yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat dan juga terbukti efektif secara in vitro terhadap beragam virus termasuk virus HIV, Dengue, Influenza, dan Zika.
Lihat Juga: Di Hadapan Ribuan Babinsa, Menhan Prabowo Puji Cara Presiden Jokowi Tangani Pandemi Covid-19
(nth)