4 Tahun Sakit dan Tubuh Tinggal Tulang, Warga Miskin di KBB Butuh Perhatian
Jum'at, 08 Mei 2020 - 11:52 WIB
BANDUNG BARAT - Selama lebih dari empat tahun Ade Setiawan (53) warga Kampung Cipari Girang, RT 03/02 Desa Cijambu, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB), berjuang dengan penyakitnya. Kondisi ekonomi yang pas-pasan membuat pria yang awalnya berprofesi sebagai tukang cendol keliling tersebut tidak mampu untuk secara rutin bolak balik ke rumah sakit.
Kondisi tersebut diperparah dengan pandemi COVID-19 yang membuat ekonomi keluarganya semakin sulit. Ade memang memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) serta fasilitas BPJS untuk berobat. Namun pengobatan berkala yang harus dilakukan ke RSUD Cililin, rumah sakit terdekat yang berjarak 40 km dari rumahnya, membuat dirinya menyerah karena tak ada ongkos pergi ke rumah sakit.
"Berat diongkos kalau harus rutin ke rumah sakit, kan jaraknya jauh. Sementara untuk makan sehari-hari saja susah," kata sang istri, Opah (54), Jumat (8/5/2020).
Akses fasilitas kesehatan yang jauh dari tempat tinggalnya di pelosok, ditambah ketiadaan bantuan pemerintah menjadikan pengobatan medis bagi Ade menjadi tidak maksimal. Penyakit diabetes kering yang diderita membuat tubuhnya menyisakan kulit dan tulang. Tubuhnya kian kurus digerogoti penyakit kelebihan kadar gula hingga untuk ganti baju saja harus dibantu.
Setiap harinya, dia hanya bisa terbaring lemah di atas kasur sambil meringis menahan sakit di sekujur tubuhnya. Saking kurus akibat penyakit itu, tulang rusuk, tangan, kaki, pinggang, bahkan tulang wajah menonjol hanya berselimut kulit. Selama ini pihak keluarga mengaku belum pernah ada bantuan pemerintah didapatnya. Kalaupun ada adalah sumbangan dari anak-anaknya dan tetangga sekitar.
"Suami saya sudah empat tahun lebiu sakit tapi tidak pernah ada bantuan sampai kondisinya gini," sambungnya. (Baca juga; Video Penangkapan Youtuber Ferdian Paleka Ramai di Medsos, Netizen: Bravo Polisi )
Anak ketiga pasangan Ade dan Opah, Neng Robiah (32) menambahkan orang tuanya memiliki tujuh anak, lima di antaranya sudah berumah tangga dan kerap urunan untuk membeli obat ayahnya. Meski sudah berumah tangga, kondisi ekonomi anak Ade tidak jauh berbeda dengan kedua orang tuanya, sehingga untuk membiayai pengobatan yang mahal sulit terwujud.
"Selama sakit sudah beberapa kali berobat medis dan alternatif, karena tidak ada biaya kini hanya dirawat di rumah," tuturnya lirih. (Baca juga; 106 Warga Terdeteksi Corona, Pemkab Bandung Barat Tunggu Hasil Tes Swab )
Kondisi tersebut diperparah dengan pandemi COVID-19 yang membuat ekonomi keluarganya semakin sulit. Ade memang memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) serta fasilitas BPJS untuk berobat. Namun pengobatan berkala yang harus dilakukan ke RSUD Cililin, rumah sakit terdekat yang berjarak 40 km dari rumahnya, membuat dirinya menyerah karena tak ada ongkos pergi ke rumah sakit.
"Berat diongkos kalau harus rutin ke rumah sakit, kan jaraknya jauh. Sementara untuk makan sehari-hari saja susah," kata sang istri, Opah (54), Jumat (8/5/2020).
Akses fasilitas kesehatan yang jauh dari tempat tinggalnya di pelosok, ditambah ketiadaan bantuan pemerintah menjadikan pengobatan medis bagi Ade menjadi tidak maksimal. Penyakit diabetes kering yang diderita membuat tubuhnya menyisakan kulit dan tulang. Tubuhnya kian kurus digerogoti penyakit kelebihan kadar gula hingga untuk ganti baju saja harus dibantu.
Setiap harinya, dia hanya bisa terbaring lemah di atas kasur sambil meringis menahan sakit di sekujur tubuhnya. Saking kurus akibat penyakit itu, tulang rusuk, tangan, kaki, pinggang, bahkan tulang wajah menonjol hanya berselimut kulit. Selama ini pihak keluarga mengaku belum pernah ada bantuan pemerintah didapatnya. Kalaupun ada adalah sumbangan dari anak-anaknya dan tetangga sekitar.
"Suami saya sudah empat tahun lebiu sakit tapi tidak pernah ada bantuan sampai kondisinya gini," sambungnya. (Baca juga; Video Penangkapan Youtuber Ferdian Paleka Ramai di Medsos, Netizen: Bravo Polisi )
Anak ketiga pasangan Ade dan Opah, Neng Robiah (32) menambahkan orang tuanya memiliki tujuh anak, lima di antaranya sudah berumah tangga dan kerap urunan untuk membeli obat ayahnya. Meski sudah berumah tangga, kondisi ekonomi anak Ade tidak jauh berbeda dengan kedua orang tuanya, sehingga untuk membiayai pengobatan yang mahal sulit terwujud.
"Selama sakit sudah beberapa kali berobat medis dan alternatif, karena tidak ada biaya kini hanya dirawat di rumah," tuturnya lirih. (Baca juga; 106 Warga Terdeteksi Corona, Pemkab Bandung Barat Tunggu Hasil Tes Swab )
(wib)
tulis komentar anda